Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (UU Pilkada) telah melalui serangkaiaan perubahan (revisi), baik dari sisi subtansi maupun prosedural penyelesaian sengketa.
Namun demikian, dari hasil evaluasi yang berbuah pada revisi UU Pilkada tersebut tidak sekalipun memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan indeks demokrasi.
Malah semakin kesini indeks demokrasi bukannya meningkat tapi mengalami penurunan, tengok saja rilis Badan Pusat Statistik yang memaparkan penurunan indeks demokrasi Indonesia dari 73,04 persen di Tahun 2014 turun di angka 72,82 persen pada tahun 2015.
Penurunan indeks demokrasi Indonesia di Tahun 2015 dipengaruhi 3 (tiga) aspek demokrasi.
Pertama, ialah turunnya kebebasan sipil sebanyak 2,32 poin dari 82,62 jadi 80,30.
Kedua, ialah naiknya hak-hak politik sebesar 6,91 poin dari 63,72 jadi 70,63.
Ketiga, ialah turunnya lembaga-lembaga demokrasi sebesar 8,94 poin.
Selain itu, Â institusi yang berkaitan dengan penyelenggaraan proses berdemokrasi juga ikut ambil dalam penurunan indeks demokrasi Indonesia, yaitu peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah turun jadi 42, 90 poin, peran partai politik dari 61,76 poin jadi 59,09, partisipasi politik dalam pengambilan keputusan turun jadi 60,59 poin, dan peran birokrasi pemerintahan daerah dari 99,38 poin jadi 53,11.
Dari hasil survei Badan Pusat Statistik tersebut menunjukkan tren semakin menggunungnya tingkat ketidakpercayaan publik (public trust) atas kinerja lembaga-lembaga demokrasi dan partai politik.
Penilaian itu menjadi wajar apabila menilik eksistensi lembaga-lembaga demokrasi dan partai politik yang tidak dapat memenuhi ekspektasi publik terhadap perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dan kader partai politik yang bebas dari segala praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Salah satu indikator atau parameter minimnya perbaikan subtansial dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kelapa daerah, terkonfirmasi dari norma hukum dan penanganan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistimatis, dan massif yang berujung pada diskualifikasi pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Adapun sisi kelemahan itu akan penulis jabarkan pada sub bahasan selanjutnya.