Mohon tunggu...
Salman Darwis
Salman Darwis Mohon Tunggu... -

Peneliti Hukum Tata Negara dan Advokat di Refly Harun & Partners .. Belajar itu membaca dan menulis ..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jakarta Kebanjiran Calon Gubernur

13 Agustus 2016   12:28 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:39 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Biasanya Jakarta diserbu dengan genangan air dari segala penjuru yang berujung pada “banjir” yang merendam sebagian besar dataran Jakarta. Namun demikian, menjelang perhelatan (kontestasi) pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017, cerita tentang “banjir” Jakarta itu sedikit bergeser dari makna “air”, kini Jakarta “kebanjiran calon Gubernur” dengan proposal (approach) visi dan misi perubahannya masing-masing.

Sejauh ini, terdapat beberapa nama yang disebut-sebut akan bersaing menjadi Gubernur DKI periode 2017-2021, di antaranya: Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur Petahana), Djarot Saiful Hidayat (Wakil Gubernur Petahana), Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri) Bima Arya (Walikota Bogor), Desy Ratnasari (Artis), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Sandiaga Uno (Ekonom), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Adhyaksa Dault (Mantan Menteri), Sjafrie Sjamsoeddin (Purnawirawan TNI), dan lain-lain.

Walaupun sedari awal disadari/diketahui bahwa kursi DKI-1 (Gubernur DKI Jakarta) memang selalu menjadi magnet bagi seluruh individu-individu terbaik di negeri untuk terpanggil membangun dan membenahi DKI Jakarta. Tapi dibalik kesadaran atas realitas tersebut tersingkap beberapa alasan-alasan (reason) yang menjadikan kursi DKI-1 menjadi lebih menarik dari biasanya.

Magnet Pilpres 2019

Menurut penulis “kebanjiran calon Gubenrnur DKI” tersebut, bermula atau berpusat pada eksistensi sosok Joko Widodo (Jokowi), sang Presiden ke 7 (tujuh) Republik Indonesia. Jokowi begitu fenomenal disaat yang hampir bersamaan, ia berhasil memenangi kontestasi pilkada DKI Jakarta pada tahun 2012 yang kemudian memberikan jalan (red carpet) baginya mencalon diri sebagai calon Presiden dan memenangi penyelenggaraan pemilihan umum presiden (pilpres) pada tahun 2014 bersama Muhammad Jusuf Kalla (JK) sebagai calon Wakil Presiden.

Rangkaian perjalanan karir politik Jokowi yang bak secepat kilat dari kursi DKI-1 menuju kursi Presiden itu mampu menginspirasi/menghilhami berbagai pihak untuk melalui atau menggunakan jabatan Gubernur DKI Jakarta sebagai batu loncatan menuju jabatan Presiden Republik Indonesia. Padahal duplikasi dalam politik tidak selalu memberikan guarantee atas keberhasilan. Sebagai bahan komparasi, kemeja kotak-kotak ciri khas Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama yang diduplikasi oleh Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki di pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 tidak  berujung pada kemenangan. Akan tetapi, fakta tersebut sama sekali tidak menyurutkan niatan berbagai pihak untuk bertarung memperebutkan jabatan Gubernur DKI Jakarta.

Calon Alternatif

Dari sekian banyak bakal calon Gubernur DKI yang mengemuka, kini hanya menyisakan Basuki Tjahaja Purnama, Sandiaga Uno, dan Tri Rismaharini pada garda terdepan pacuan menuju kursi DKI-1. Basuki Tjahaja Purnama diusung oleh 3 (tiga) partai politik, yaitu Golkar, Hanura, dan Nasdem, Sandiaga Uno diusung oleh partai Gerindra, serta Tri Rismaharini yang notabenenya termasuk jajaran kepala daerah yang sukses membawa perubahan besar di Surabaya, kemungkinan besar diusung oleh PDI-P.

Tapi yang namanya politik semuanya serba dinamis, jadi tidak mengherankan berbagai kemungkinan-kemungkinan masih terbuka lebar. Terlebih lagi dalam politik sesuatu yang mustahil dalam alam pikir dapat saja terwujud pada tataran aplikatif-nya. Apabila dihubungkan dengan pilkada DKI 2017, kemungkinan-kemungkinan itu bermuara pada nama-nama yang tersisa dan belakangan ini digadang-gadang oleh publik untuk menantang Basuki Tjahaja Purnama dalam pilkada DKI Jakarta 2017. Nama-nama tersebut diantaranya, Yusril Ihza Mahendra, Anies Baswedan, dan Rizal Ramli yang secara kebetulan kesemuanya berlatar belakang mantan menteri.

Keberadaan calon alternatif ini sangat penting sebagai opsi lanjutan dari calon Gubernur DKI Jakarta yang telah terlebih dahulu mendapatkan dukungan partai politik. Sehingga diharapkan dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang, tidak hanya memunculkan seorang Basuki Tjahaja Purnama sebagai pilihan satu-satunya. Selain itu, dengan banyaknya calon yang tersedia, pemilih mendapatkan banyak alternatif calon pemimpin.

Partai Politik?

Pada di titik ini harapan publik akan terakomodirnya calon alternatif berpulang kembali kepada partai politik. Apakah partai politik berkenan mendorong/memfasilitasi sosok-sosok terbaik, atau memenuhi hasrat pribadi si calon (menjadikan jabatan Gubernur sebagai batu loncatan) atau hanya mementingkan libido kekuasaannya?. Oleh karena itu, tugas kita sebagai pemilih (rakyat) dan pemilik kedaulatan tertinggi negara, harus senantiasa mengawal gerak-gerik berhimpunnya partai politik agar tidak salah arah (on the track) dalam menentukan calon alternatif pada pilkada DKI Jakarta 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun