Mohon tunggu...
40Jelita Senja
40Jelita Senja Mohon Tunggu... Lainnya - siswa

...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Tingginya Angka Anak Putus Sekolah

1 November 2024   16:14 Diperbarui: 1 November 2024   16:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu isu yang terus mengusik negeri ini adalah masalah mengenai banyaknya anak yang tidak menganyam bangku pendidikan. Menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap data anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Ditemukan sebanyak 3.904.063 anak Indonesia yang tidak sekolah.

Angka tersebut didapat dari hasil oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga menunjukkan semakin tinggi kelompok usia, persentase ATS juga ikut tinggi.

Perincian ATS pada tiap jenjang, yaitu SD sebanyak 161.441 anak, tingkat SMP sebanyak 688. 311 anak, dan SMA sebanyak 2.244.311 anak.

Faktor utama isu ini adalah faktor ekonomi keluarga, karena walaupun sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dibiayai oleh pemerintah masih banyak perlengkapan sekolah yang perlu dibeli menggunakan uang pribadi. Dan di samping itu keluarga yang ekonominya kurang sering ber- anggapan bahwa untuk lebih baik membantu bekerja dibandingkan dengan belajar disekolah.

Di samping alasan ekonomi, pemicu putus sekolah adalah akses pendidikan yang memang kurang di pedalaman, pernikahan dini, bullying, kurangnya motivasi, kurangnya kesadaran siswa dan orang tua akan pendidikan, hingga keragaman atau heterogenitas siswa yang mengarah pada perilaku maladaptive.

Namun keputusan untuk tidak dan putus sekolah merupakan faktor besar yang menutup jalan untuk masa depan yang lebih baik. Anak yang putus sekolah menjadi kurang pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan di era global. Akibat kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kompetensi mereka beresiko mengalami kemiskinan, pengangguran, atau pekerjaan dengan penghasilan rendah yang tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Agar hal ini tidak marak terjadi kita memerlukan tindakan prevensi atau pencegahan yang harus diterapkan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain adalah meningkatkan akses pendidikan untuk daerah-daerah terpencil dengan medan sulit, memberikan bantuan finansial bagi keluarga yang kurang mampu, dan memberikan dukungan psikososial kepada siswa yang terancam putus sekolah dikarenakan masalah sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun