Negara berkembang menghadapi tantangan ekonomi yang lebih berat dibandingkan negara maju. Ketergantungan terhadap ekspor komoditas, fluktuasi pasar global, dan kurangnya infrastruktur menjadi faktor utama yang membuat anggaran mereka sangat rentan. Dalam situasi seperti ini, pengelolaan risiko fiskal menjadi aspek krusial untuk memastikan stabilitas ekonomi sekaligus mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Apa yang Dimaksud dengan Risiko Fiskal dan Mengapa Hal Ini Penting?
Risiko fiskal merujuk pada ancaman yang dapat mengganggu stabilitas anggaran negara akibat ketidakpastian ekonomi, keuangan, atau kebijakan. Ancaman ini meliputi berbagai faktor, seperti perubahan harga komoditas, fluktuasi nilai tukar, lonjakan utang pemerintah, hingga pengeluaran mendadak akibat bencana alam. Negara berkembang lebih rentan terhadap risiko ini karena kurangnya diversifikasi ekonomi serta ketergantungan yang tinggi pada pasar global.
Jika risiko ini tidak dikelola dengan baik, anggaran negara dapat menghadapi tekanan berat. Sebagai contoh, lonjakan harga minyak dunia dapat meningkatkan biaya subsidi energi secara signifikan. Sebaliknya, penurunan harga ekspor komoditas dapat mengurangi penerimaan negara. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah sering kali terpaksa meningkatkan utang, yang dapat memicu krisis keuangan dalam jangka panjang.
Tantangan Fiskal Utama di Negara Berkembang
1. Ketergantungan terhadap Komoditas Ekspor Â
Banyak negara berkembang mengandalkan ekspor sumber daya alam sebagai sumber utama penerimaan negara. Penurunan harga komoditas global, seperti yang terjadi selama 2014–2016, berdampak signifikan terhadap pendapatan negara. Misalnya, negara-negara di Afrika Sub-Sahara mengalami kesulitan besar ketika harga minyak dunia anjlok. Ketergantungan semacam ini menunjukkan perlunya diversifikasi ekonomi untuk mengurangi risiko fiskal.
2. Utang Negara yang Kian Membebani Â
Sebagian besar negara berkembang menggunakan utang sebagai solusi untuk menutupi defisit anggaran. Namun, dengan meningkatnya suku bunga global, pembayaran bunga utang menjadi beban yang signifikan. Negara-negara berkembang rata-rata mengalokasikan lebih dari 20% penerimaan mereka hanya untuk membayar bunga utang. Hal ini mengurangi kemampuan mereka untuk berinvestasi di sektor-sektor penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
3. Krisis Kesehatan dan Bencana Alam
Negara berkembang lebih sering menghadapi dampak bencana alam dan krisis kesehatan, seperti pandemi COVID-19. Biaya tanggap darurat dan pemulihan sering kali menguras anggaran negara, sehingga menciptakan tekanan tambahan pada keuangan publik. Tanpa dana cadangan yang memadai, pengeluaran tak terduga ini dapat memperburuk ketidakstabilan fiskal.
Langkah Efektif dalam Pengelolaan Risiko Fiskal
1. Diversifikasi Sumber Pendapatan Â
Langkah penting untuk mengurangi risiko fiskal adalah memperluas basis pendapatan negara melalui diversifikasi ekonomi. Ketergantungan pada sektor tertentu, seperti sumber daya alam, dapat diminimalkan dengan mengembangkan sektor lain, seperti manufaktur dan pariwisata. Sebagai contoh, Indonesia telah berupaya memperkuat sektor manufaktur untuk meningkatkan daya saing global dan mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas.
2. Meningkatkan Transparansi Anggaran