Mohon tunggu...
Valensi Athiyya W
Valensi Athiyya W Mohon Tunggu... Pelajar

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Teks Sejarah

30 Oktober 2024   11:01 Diperbarui: 5 November 2024   17:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

●Penggunaan Kata-Kata Keterangan yang Bernuansa Historis

Kata-kata ini membantu menciptakan kesan historis, seperti "kerajaan," "perang," "Nusantara," "pahlawan," dan "rempah-rempah." Kata-kata ini menegaskan bahwa teks ini merupakan cerita sejarah.

●Penggunaan Bahasa yang Baku dan Formal

Teks sejarah umumnya menggunakan bahasa yang baku dan formal untuk menunjukkan nilai akademis dan kesan yang lebih objektif. Kata-kata seperti "menggunakan," "didirikan," dan "menjadi saksi bisu" menunjukkan formalitas teks.

Modifikasi Cerita

Pada abad ke-13, di Nusantara yang kaya akan kebudayaan dan kekayaan alam, berdirilah sebuah kerajaan yang agung bernama Majapahit. Kerajaan ini, menurut legenda yang diwariskan turun-temurun, didirikan oleh seorang pahlawan bernama Raden Wijaya, putra keturunan raja Singhasari. Setelah berhasil menaklukkan musuh-musuhnya dengan kecerdikan dan keberanian, ia memulai dinasti yang akan berkuasa selama lebih dari dua abad, menjadikan Majapahit sebagai pusat kemakmuran dan kejayaan.

Awal kejayaan Majapahit dimulai ketika Raden Wijaya, yang cerdik dan strategis, memanfaatkan bantuan dari pasukan Mongol yang datang untuk menghukum Raja Kertanegara, penguasa terakhir Singhasari yang telah menghina utusan Kubilai Khan. Dengan taktik yang cerdas, Raden Wijaya berpura-pura bekerja sama dengan pasukan Mongol untuk mengalahkan musuh-musuhnya di tanah Jawa. Setelah kemenangan diraih, Raden Wijaya berbalik melawan pasukan Mongol dan memaksa mereka meninggalkan Jawa. “Kita harus memanfaatkan kekuatan pasukan Mongol ini untuk mencapai tujuan kita,” ucap Raden Wijaya pada para pengikutnya. Pada tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan ibu kota Majapahit di sebuah daerah yang disebut Tarik, dekat sungai Brantas.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang dibantu oleh patihnya yang terkenal, Gajah Mada. Pada masa inilah sumpah "Amukti Palapa" yang terkenal diikrarkan oleh Gajah Mada. "Saya bersumpah tidak akan merasakan kenikmatan hidup sebelum seluruh Nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit," tegas Gajah Mada di hadapan para pembesar kerajaan. Sumpah tersebut menjadi semangat yang mengilhami perluasan kekuasaan Majapahit ke berbagai pulau di Nusantara, termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga beberapa wilayah di Semenanjung Malaya. Para pejabat Majapahit selalu mengingatkan satu sama lain tentang tekad Gajah Mada yang tidak akan mundur, apa pun rintangannya.

Dalam berbagai catatan, Majapahit dikenal sebagai kerajaan dengan sistem administrasi yang tertata rapi. Wilayah-wilayah kekuasaan dikelola oleh para pejabat yang loyal kepada raja, dan perdagangan menjadi sumber utama kemakmuran. Dengan letak strategis di jalur perdagangan Asia Tenggara, Majapahit menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, emas, dan berbagai barang mewah lainnya. Seorang pedagang dari Arab pernah berkata, “Tidak ada tempat seindah pelabuhan Majapahit yang kaya akan barang berharga.” Para pedagang dari Tiongkok, India, Arab, dan Eropa datang ke pelabuhan-pelabuhan Majapahit untuk berdagang dan berinteraksi dengan penduduk lokal, menciptakan akulturasi budaya yang kaya.

Namun, seperti kisah-kisah kebesaran lainnya, Majapahit akhirnya mengalami kemunduran. Setelah kematian Hayam Wuruk, perselisihan internal semakin meruncing, dan kerajaan ini perlahan kehilangan kekuasaannya atas wilayah-wilayah taklukan. Perebutan kekuasaan antarbangsawan serta munculnya kekuatan-kekuatan baru dari kerajaan Islam di pesisir utara Jawa turut mempercepat kehancuran Majapahit. Hingga akhirnya, sekitar abad ke-16, Majapahit pun runtuh, menyisakan kenangan akan kejayaan dan keagungan yang pernah dimilikinya.

Meski kini Majapahit hanya tinggal dalam ingatan dan cerita, pengaruhnya tetap terasa dalam kebudayaan, seni, dan sejarah Nusantara. Sisa-sisa kebesaran Majapahit, seperti Candi Trowulan, Candi Bajang Ratu, dan berbagai peninggalan arca dan prasasti, menjadi saksi bisu dari kejayaan sebuah kerajaan besar yang pernah menyatukan Nusantara. Para sejarawan sering berkata, “Majapahit adalah simbol kebesaran dan semangat persatuan.” Majapahit, meski hanya tinggal bayangan, tetap menjadi simbol semangat persatuan dan kejayaan bagi generasi-generasi penerus di tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun