Mohon tunggu...
ardhito Syahputra
ardhito Syahputra Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa s1

saya mahasiswa s1 jurusan ekonomi bisnis

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Transfer Pricing dan Kerugian kepada Negara

25 Juli 2022   16:31 Diperbarui: 25 Juli 2022   16:42 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sebuah perusahaan bernama Fulan Corp berkedudukan di negara "A" memiliki anak perusahaan di Indonesia bernama PT XYZ yang bergerak di bidang pakaian. Untuk memproduksi pakaian jadi di Indonesia PT XYZ memperoleh bahan baku dari Fulan Corp dengan harga wajar di pasar impor sebesar USD 5/pcs. Namun dalam transaksi kedua perusahaan tersebut, harga bahan baku yang sama dijual  sebesar USD 15/pcs.Dalam praktek ini Anda bisa melihat bahwa kedua perusahaan tersebut melakukan mark-up sebesar USD 10/pcs. Proses mark-up ini tidak akan terjadi apabila dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki hubungan spesial. Seperti yang dikatakan sebelumnya, salah satu praktek dari manipulasi TP adalah dengan melakukan mark-up berdasarkan hubungan spesial antar perusahaan. 

ya, diatas tadi adalah salah satu contoh abuse of transfer pricing. transfer pricing sendiri adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antardivisi dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing). kedengarannya transfer pricing ini ilegal, tetapi hal ini legal, jika perusahaan melakukan transparansi yg jujur dan baik. 

Peraturan transfer pricing (TP) secara umum diatur dalam Pasal 18 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pada pasal tersebut tepatnya pada ayat 3 disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm's length principle)

Dalam pasal tersebut, hubungan istimewa yang dimaksud adalah:

1. Wajib pajak (WP) mempunyai penyertaan modal langsung maupun tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lainnya

2. WP menguasai WP lainnya dua atau lebih WP yang berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.

3. Terdapat hubungan sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus atau ke samping satu derajat

meskipun dalam transfer pricing sudah diatur dalam perundang-undang an negara kita, tapi tak sedikit juga perusahaan yg menjadikan transfer pricing ini sebagai jembatan untuk berbuat curang dalam memanipulasi data pendapatannya atau abuse of transfer pricing ini.

hal ini dikarenakan, dalam Direktorat Jendral Pajak (DJP) di indonesia, tak sedikit juga karyawan perpajakan di indonesia yang tidak mengetahui apa itu transfer pricing.

sebaiknya  Direktorat Jendral Pajak (DJP) di indonesia juga memberikan pengetahuan tentang transfer pricing kepada setiap karyawannya.

ada beberapa solusi bagi DJP untuk mengantisipasi hal" yg tidak mengenakkan di transfer pricing ini

1. Memperkuat SDM ahli di bidang transfer pricing. Untuk itu, pelatihan tentang transfer pricing perlu diperkuat dan jangkauan staf yang dilatih harus lebih luas, terutama bagi petugas pajak yang bekerja di KPP-KPP, tempat perusahaan terdaftar, perusahaan multinasional. Program pelatihan ini diberikan tidak hanya untuk fungsional auditor pajak tetapi juga untuk Account Director, Kepala Departemen, termasuk Direktur Departemen Perpajakan.

2. Memperkuat institusi untuk secara khusus menangani masalah harga transfer. Saat ini di DJP hanya ada satu unit khusus yang menangani transfer pricing. Itupun hanya pada level satu departemen, yaitu Departemen Transfer Valuation di bawah Departemen Umum Inspeksi dan Recall, Sub-Departemen Inspeksi Operasi Khusus. Menurut penulis, hal tersebut tidak cukup, karena potensi kerugian penerimaan pajak saat ini sangat besar (Rp 1.300 triliun/tahun). Dengan demikian, paling tidak unit yang khusus menangani transfer pricing juga berada di level Eselon III, memberikan arti yang lebih luas dan kuat, termasuk dalam perkembangan regulasi capital transfer pricing yang sangat dinamis tergantung perkembangan saat ini.

3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas database serta aksesibilitas database. Ditjen Pajak harus memperkuat penyediaan database yang ada baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu, yang terpenting ketika ada database, petugas pajak khususnya petugas pajak yang bekerja di KPPKPP tempat pendaftaran perusahaan multinasional harus mudah diakses.

4. Menerapkan Advance Pricing Agreements (APAs) 8 dengan wajib pajak maupun dengan negara lain. Saat ini, tidak ada wajib pajak atau negara lain yang telah setuju dengan DJP untuk menerapkan APA, meskipun peraturan perpajakan saat ini mengizinkannya (sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal No. Transfer Pricing Agreement/APA). Sehingga diharapkan DJP lebih mensosialisasikan dan mengajak wajib pajak untuk menerapkan APA ini, karena dengan penerapan APA, kedua belah pihak diuntungkan dan tidak ada yang merasa dirugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun