Suku Aborigin adalah suku pertama yang mendiami Australia dan diperkirakan hidup sejak 50.000 tahun lalu. Pada awalnya, suku Aborigin berasal dari Asia yang melakukan perpindahan tempat tinggal ke kepulauan Asia Tenggara dan menetap di benua Australia selama kurang lebih sekitar 45.000 hingga 50.000 tahun. Kehidupan pada tahun 1788, suku Aborigin bisa beradaptasi dengan berbagai jenis iklim di Australia seperti sedang, tropis, dan gurun. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang tanah mereka dan cara bertahan hidup di lingkungan yang keras, dengan cara meramu, memburu, dan mengumpulkan makanan.
Suku Aborigin membentuk kelompok dengan pemimpin laki-laki untuk berburu dan membangun rumah sederhana dari mengomel kulit pohon yang disebut Gunyah. Beberapa suku menetap di pedalaman hutan, ada juga yang tinggal di pesisir. Bahasa yang digunakan oleh suku Aborigin memiliki banyak dialek dan sekarang hanya ada kurang dari 200 bahasa asli Australia yang digunakan yaitu Arandic, Ngarrkic, dan Gurun Barat.Â
Pada tahun 1788, Gubernur Inggris Arthur Phillip tiba di Australia dan menancapkan bendera Inggris di benua tersebut. Kedatangan kolonial Inggris ini sangat mengganggu kehidupan Suku Aborigin. Militer Inggris merespons secara kejam dengan penangkapan, penjarakan, penahanan, bahkan bunuh diri.Â
Selain itu, penyakit seperti cacar, sipilis, dan influenza yang dibawa oleh bangsa Eropa menyebar dengan cepat di antara suku Aborigin dan menjadi pukulan telak bagi mereka. Sebelum kedatangan kolonial Inggris, suku Aborigin mengatur diri mereka sendiri dengan cara hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa keluarga yang saling terkait. Mereka memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, seperti binatang, ikan, dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Suku Aborigin tidak memiliki sistem politik yang macet. Mereka mengatur diri mereka sendiri melalui kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dalam kelompok-kelompok kecil.
Tentu saja penjajahan Australia membawa dampak yang besar terhadap masyarakat Aborigin. Sejak kedatangan bangsa Eropa pada abad ke-18, daerah jajahan telah mengubah kehidupan tradisional mereka secara radikal. Salah satu dampak yang paling nyata adalah pengusiran mereka dari tanah adatnya. Wilayah yang dihuni oleh suku-suku asli selama ribuan tahun ditaklukkan oleh penjajah, sehingga mengakibatkan tertindasnya hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya yang penting bagi penghidupan mereka.Â
Kita tidak hanya kehilangan tanah, namun penjajahan juga mempunyai dampak budaya dan sosial yang signifikan. Budaya, tradisi, dan bahasa asli terus terkikis seiring berjalannya waktu akibat tekanan kolonial. Kebijakan asimilasi yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial berupaya untuk "mengubah" masyarakat Aborigin menjadi "bagian" dari masyarakat Eropa, yang pada akhirnya menghancurkan struktur budaya dan sosial mereka. Salah satu contoh dampak penjajahan yang paling tragis adalah kebijakan pemisahan anak-anak masyarakat adat dari keluarganya. Kebijakan ini disebut "Generasi yang Dicuri." Anak-anak Pribumi dipisahkan dari keluarganya dan diadopsi atau diasuh oleh keluarga non-Pribumi.Â
Ini tidak hanya merusak ikatan keluarga, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis yang dalam, yang masih terasa di generasi Aborigin saat ini. Dampak kolonialisasi terhadap suku Aborigin tidak hanya berhenti pada masa lalu, tetapi juga berlanjut ke masa kini. Komunitas Aborigin masih mengalami kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesehatan yang signifikan dibandingkan dengan populasi non-Aborigin di Australia. Meskipun upaya telah dilakukan untuk mendukung pemulihan budaya dan hak tanah, pekerjaan untuk mengatasi dampak kolonialisasi terus berlanjut. Memahami sejarah kolonialisasi dan dampaknya terhadap suku Aborigin adalah penting untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh masyarakat mereka saat ini dan upaya-upaya untuk mendukung pemulihan budaya dan pemulihan hak-hak yang telah lama dirampas.
Pada masa prakolonial sistem tata kota milik mereka belum modern meskipun telah ditemukannya bendungan-bendungan yang diyakini telah dibuat oleh suku aborigin untuk keperluan pertanian hal tersebut masih belum dapat dikatakan sebagai kota layaknya kota-kota tua yang telah ditemukan, bisa dikatakan suku aborigin masih belum mengenal sitem tata kota tersebut karena mereka bertempat tinggal secara berpindah-pindah atau nomaden.Â
Secara ekonomi mereka tidak dapat membangun Australia hal inilah yang dimanfaatkan oleh Pemerintah kolonial Inggris untuk membangun tata kota tersebut dengan memperkerjakan para narapidana yang dibuang di wilayah Australia khususnya wilayah New South Wales untuk wilayah Australia Selatan mereka tidak menerima para narapidana tersebut, akibat adanya perubahan dan pembangunan yang telah dilakukan sistem tata kota di Australia mengalami banyak perubahan, seperti banyaknya bangunan-bangunan yang dibangun memiliki arsitektur barat, pemukiman-pemukiman mulai dibangun serta lahan pertanian juga mulai dibuka oleh para pedagang-pedagang yang berdatangan.
Akibat dari kolonisasi inggris terhadap australia membuat suku aborigin yang merupakan penduduk asli australia tidak senang, apalagi inggris seringkali mengklaim secara sepihak suatu wilayah kemudia mendirikan pemukiman, pertanian dan perkebunan yang di gunakan hanya untuk kepentingan para pendatang inggris saja, padahal wilayah tersebut adalah wilayah tempat tinggal asli orang-orang aborigin.Â
Hal ini tak jarang membuat orang-orang aborigin melakukan perlawanan baik bersekala kecil maupun besar, salah satu perlawanan suku aborigin ialah pelawanan pemulwuy tahun 1792-1802, salah seorang pemimpin orang-orang Dharug dalam perlawanan terhadap kolonisasi inggris dengan cara bergrilia, dalam perlawanannya mereka seringkali melakukan penjarahan terhadap para pemukiman dan melakukan penyergapan terhadap para komplotan kolonial yang sedang melakukan eksplorasi.Â