Mohon tunggu...
widyapwkuniversitasjember
widyapwkuniversitasjember Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Solar yang Langka nan Mahal dan Nasib Nelayan Tuban

7 September 2022   21:10 Diperbarui: 9 September 2022   08:10 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak dua pertiga wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan. Inilah yang menjadikan Indonesia sering disebut sebagai Negara Maritim. Sangat banyak aktivitas dari masyarakat Indonesia yang terjadi di laut ataupun mengandalkan laut untuk mata pencaharian masyarakatnya. Hal ini dapat ditelusuri mulai dari sejarah peradaban Bangsa Indonesia di masa lalu, sampai dengan sekarang.

Salah satu kota maritim di Indonesia berada pada bagian selatan Indonesia yaitu kota Tuban. Kabupaten Tuban Merupakan salah satu Kabupaten dari 38 Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Jawa Timur. Wilayah Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara (Pantura) Pulau Jawa. Luasnya adalah 1.904,70 km dan panjang pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa.

Data BPS Kabupaten Tuban tahun 2018 mencatat, terdapat lima sektor utama yang menopang perputaran ekonomi daerah ini. Sektor pertanian dan perikanan, dimana jumlah ruta dan produksi perikanan tangkap pada 2017 rata-rata sebesar 3,7 ton. Kedua sektor perdagangan, ketiga industri manufaktur, keempat pertambangan dan penggalian serta sektor pariwisata.

Setiap daerah pasti mempunyai struktur ekonomi sendiri yang menjadi penopang perekonomian mereka. Struktur ekonomi di Kabupaten Tuban sampai sejauh ini masih didominasi oleh lima lapangan usaha utama, yakni peternakan, pertanian, pengolahan industri dan perikanan, serta perdagangan.

Selain unggul dalam bidang pertenakan, pertanian, pengolahan industri dan perikanan, serta perdagangan. Tuban juga unggul dalam budidaya perairan.

Bidang perairan di Tuban dikembangkan memalui sektor pariwisata seperti; pariwisata laut dan sebagainya, budidaya air tawar seperti; budidaya ikan nila, ikan lele, dan sebagainya.

Selain budidaya air tawar, Tuban juga mengembangkan budidaya air laut seperti; budidaya udang, ikan kerapu, ikan kakap, dan lain lain.

Selain tumbuh dalam bidang pariwisata dan budidaya, Tuban tumbuh pada periode dimana perdagangan maritim tengah meningkat dengan terwujudnya jalur maritim berjuluk 'jalur rempah' yang menghubungkan pelaut-pedagang melalui Laut Cina selatan dan samudera Hindia.

Tuban sebagai jalur maritim yang padat tentunya membuat tuban memiliki banyak pelabuhan yang digunakan untuk tempat transitnya kapal kapal besar seperti kapal tongkang. Selain menjadi jalur transportasi, sebagian besar masyarakat Tuban bermata pencaharian sebagai nelayan.

Sebagai kota dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan, tentunya kenaikan Bahan Bakar Minyak di Indonesia sangat berdampak pada masyarakat Tuban khususnya nelayan yang menggunakan solar sebagai bahan bakar perahunya.

Kenaikan bahan bakar minyak ini tidak hanya berdampak pada nelayan, tetapi juga para masyarakat yang sehari-harinya mengonsumsi hasil laut sebagai lauk pauk utama, hal ini dikarenakan jika harga bahan bakar meningkat secara otomatis harga hasil laut juga akan meningkat.

Pada hari Sabtu 3 September 2022 merupakan hari yang sangat menakjubkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pemerintah tiba-tiba mengumumkan kenaikan biaya Bahan Bakar Minyak atau BBM pertalite, solar, dan pertamax dengan tingkat perubahan biaya dari 16% menjadi 32%.

Harga Bahan Bahan Minyak tersebut masing-masing yakni untuk subsidi Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter, BBM subsidi solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter dan BBM non-subsidi Pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Pilihan Pemerintah untuk menaikkan biaya bahan bakar pada dasarnya mempengaruhi kehidupan individu. Biaya kebutuhan tertentu, baik barang maupun jasa mengalami kenaikan.

Dengan adanya kenaikan harga Bahan Bahan Minyak ini, Pemerintah mengakui hal tersebut bisa memasang kenaikan inflasi. Hal itu tentu berdampak kepada meningkatnya kemiskinan. Tetapi kenaikan inflasi diprediksi hanya sementara.

Alasan pemerintah menaikkan harga BBM karena disebabkan oleh semakin besarnya beban subsidi dan ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM barangkali perlu ditinjau kembali. Jika pemerintah melihat subsidi sebagai sebuah beban, maka tentunya hal ini memang akan terasa memberatkan.

Tetapi jika subsidi dipandang sebagai bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka subsidi tidak akan lagi menjadi sebagai sebuah beban bagi pemerintah.

Salah satu bukti kesuksesan Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat adalah menyediakan harga BBM yang ramah di kantong akan menjadi sebaliknya, ketika pemerintah justru melihat tunjangan sebagai sebuah beban yang memberatkan perekonomian negara, maka pemerintah akan berusaha untuk menekan pengucuran subsidi sekecil mungkin.

Di sisi lain alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM juga bisa jadi menjadi upaya pemerintah untuk membatasi masyarakat dalam menikmati keberhasilan kerja pemerintah dalam bidang ekonomi. Padahal dengan semakin banyak masyarakat yang menikmati subsidi BBM, maka kesuksesan pemerintah dalam bidang ekonomi akan lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan masyarakat.

Keputusan pemerintah untuk menaikkan BBM ini menyebabkan kelangkaan solar sehingga berimbas pada nasib nelayan disejumlah tempat di Jawa Timur, salah satunya nelayan di Kabupaten Tuban.

Akibatnya, para nelayan di Kota Wali itu kini memilih tak melaut, karena kelangkaan solar tersebut. Dengan terjadinya kelangkaan solar yang dalam banyak kasus digunakan untuk bahan bakar perahu para nelayan untuk melaut saat ini mengalami berbagai kekurangan. Kelangkaan bahan bakar perahu terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Tuban, khususnya daerah yang mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan.

Aktivitas melaut akhirnya diubah menjadi memperbaiki jaring maupun peralatan melaut yang lainnya. Nelayan di kota wali tersebut sampai saat ini kesulitan mendapatkan BBM jenis solar.

Hal itu diungkapkan, Nur Yanto, salah satu nelayan asal Palang, Tuban. Selain yang diungkapkan Nur Yanta sebelumnya, Nur Yanto juga mengaku jika untuk membeli BBM Solar pun dibatasi.

"Untuk nelayan pancing seperti saya membutuhkan 40 liter solar, namun hanya boleh membeli di SPBU sebanyak 20 liter. Itupun langka," tandasnya. (setya) Padahal, solar menjadi bahan bakar utama perahu yang mereka gunakan.

dokpri
dokpri

Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini membuat banyak nelayan di indonesia termasuk di kota Tuban, Jawa Timur terpaksa tidak bisa melaut.

Ratusan perahu nelayan terpaksa ditambatkan di pesisir Utara Kelurahan Sidomulyo, Tuban, Jawa Timur. Seminggu terakhir para nelayan tidak bisa mencari tangkapan ikan karena kelangkaan solar.

Sejumlah nelayan terlihat antri untuk membeli solar di SPBU. Bahkan, mereka harus menunggu sekitar satu jam untuk mendapatkan solar yang diperlukan untuk kebutuhan melaut namun ketersediaan stok solar kosong. Hal itu terjadi setelah pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) mulai dari Pertalite, Solar, dan Pertamax.

Harga terbaru BBM bersubsidi dan non-subsidi itu mulai berlaku pada Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

"Keberatan harga solar naik," kata nelayan asal Desa Karangagung, Kecamatan Palang, Yetno, saat antri solar di SPBU Kradenan, kecamatan setempat.

Ia menjelaskan, meski harga BBM sekarang naik namun nyatanya solar juga sulit didapatkan. Terbukti nelayan jenis mancing itu sudah menunggu hampir satu jam, tetapi tidak juga mendapat solar. Selain itu, kenaikan BBM juga belum tentu bisa mendongkrak harga tangkapan ikan.

"Sudah naik langka juga, kalau harga ikan tidak naik ya makin sulit kehidupan nelayan," terangnya.

Masih kata Yetno, dulu sebelum BBM naik, pembelian solar dibatasi Rp 100 ribu, nelayan hanya dapat kurang dari 20 liter. Padahal, kebutuhan nelayan mancing akan solar yaitu sekitar 40 liter untuk sekali berlayar.

"Kalau untuk sekarang dibatasi atau tidak belum tahu, karena ini juga belum mendapat solar," pungkasnya.

Sementara itu, nelayan lain Kasdi, juga menyatakan sama. Menurutnya kenaikan harga solar ini sangat memberatkan bagi nelayan kecil, karena belum tentu juga diikuti harga ikan yang tinggi.

"Tentu keberatan harga BBM naik, ini sangat memberatkan nelayan," tambah nelayan asal Bancar.

Mereka mengeluhkan harga solar di tingkat pengecer Rp 6.500 per liter, harga ini jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga solar di SPBU yaitu Rp 5.150 per liter, sementara dalam satu hari perahu nelayan memerlukan 30 sampai 60 liter untuk bisa sekali melaut. Lantaran tidak bisa melaut, sebagian nelayan Mengisi waktu untuk memperbaiki Alat tangkap.

Sebanyak 200 perahu nelayan di Kelurahan Sidomulyo Tuban menganggur di pinggiran laut, mereka tidak bisa pergi melaut tentu saja karena tidak adanya solat sebagai bahan bakar.

Nelayan berharap regulasi pembelian solar dipermudah serta menyediakan SPBU khusus penjual solar untuk nelayan. Salah satu nelayan tradisional di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban, Lasmari, 51 tahun mengaku, sudah seminggu ini tidak melakukan aktivitas melaut. Sebab, kesulitan untuk mendapatkan solar bersubsidi.

"Solar sulit, sudah sekitar satu minggu ini saya tidak melaut," ungkap Lasmari, Kamis, 11 Agustus 2022.

Lasmari mengatakan, satu perahu membutuhkan 30 hingga 50 liter solar untuk sekali melaut. Padahal, dalam sepekan sebelumnya saat membeli SPBU, stoknya kerap tak terjangkau.

Dampak kenaikan BBM tersebut menyebabkan Bahan Bakar Minyak atau BBM jenis solar ini menjadi langka sehingga sangat menyulitkan sejumlah nelayan untuk melaut. Sebab untuk melakukan pengadaan bahan bakar untuk perahu kemudian berkurang. Lantas hal itu akan berpengaruh terhadap jarak tempuh saat melaut. Pemerintah diharapkan mencarikan solusi agar nelayan setempat tetap bisa melaut dalam kondisi apa pun, termasuk saat terjadi kelangkaan BBM.

Berdasarkan Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM yang ini menuai pro dan kontra ini membuat sebagian nelayan khususnya di kota Tuban tidak bisa melaut disebabkan oleh tingginya harga dan langkanya solar.

Pemerintah sebenarnya mempunyai tujuan akan keputusan tersebut yakni karena kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah begitu mendesak dan kondisi harga minyak dunia saat ini juga sudah naik. 

Harga BBM bisa tidak naik jika pemerintah dan DPR menyediakan dana subsidi BBM dalam APBN tapi sayangnya saat ini dana APBN tidak tersedia untuk subsidi BBM.

Dengan keputusannya saat ini, diharapkan Pemerintah untuk mencari solusi akan apa yang terjadi di masyarakat seperti memberi stok solar lebih di SPBU, dan juga Pemerintah seharusnya sebelum memberi kebijakan melihat keadaan pasar ekonomi masyakatnya terlebih dahulu terkhusus di kota Tuban dan melihat rata rata penghasilan masyarakat Tuban agar nantinya tidak terjadi melonjaknya kemiskinan dan matinya perekonomian nelayan di Tuban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun