Seiring perkembangan zaman, sistem kesehatan pastinya menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Permasalahan seperti demikian memerlukan transformasi pelayanan kesehatan sebagai langkah strategis untuk menciptakan sistem yang lebih adaptif. Upaya tersebut didukung oleh adanya payung hukum yang berperan sebagai landasan, tepatnya melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Regulasi ini diciptakan untuk menghadirkan pembaharuan dan harmonisasi kebijakan guna meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, yang memang selaras dengan tujuan utama dari transformasi pelayanan kesehatan.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2022), transformasi pelayanan kesehatan terbagi menjadi enam pilar utama yang diatur dalam beberapa pasal Undang-Undang Kesehatan, antara lain sebagai berikut:
Transformasi Layanan Primer
Mencakup penguatan jejaring layanan primer seperti puskesmas, posyandu, dan laboratorium kesehatan masyarakat. Sasarannya tertuju pada promosi kesehatan, pengentasan stunting, dan perluasan imunisasi.Transformasi Layanan Rujukan
Mengutamakan pengembangan jejaring layanan rujukan seperti transformasi rumah sakit vertikal untuk memajukan layanan kesehatan spesialistik.Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan
Menitikberatkan pada kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri serta pembentukan tenaga kesehatan cadangan untuk menghadapi krisis kesehatan.Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan
Mendukung adanya inisiatif seperti National Health Account, penilaian teknologi kesehatan, peninjauan tarif layanan kesehatan, dan konsolidasi pembiayaan.Transformasi SDM Kesehatan
Memastikan distribusi dan kualitas tenaga kesehatan yang merata di seluruh wilayah, terutama daerah terpencil.Transformasi Teknologi Kesehatan
Meliputi pengembangan rekam medis elektronik dan Biomedical and Genome Science Initiative (BGS-I), yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan berbasis teknologi.
Keenam pilar dalam transformasi pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan menempatkan pelayanan kesehatan sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional, sehingga dapat menjamin terbentuknya kualitas layanan kesehatan yang jauh lebih baik. Kemudian, upaya ini akan berfokus pada penyediaan layanan kuratif sekaligus menekankan pentingnya pendekatan promotif dan preventif dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Â
Namun nyatanya, penegakan transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia masih sangat kurang, sehingga menimbulkan banyak permasalahan kritis. Salah satu contohnya adalah kasus kelangkaan obat dan bahan medis di RSUD Scholoo Keyen, yang mencerminkan lemahnya implementasi pada pilar sistem ketahanan kesehatan. Kasus ini dilatarbelakangi oleh utang yang belum dibayar, sehingga perusahaan farmasi menerapkan kebijakan "penguncian pasokan" dengan menghentikan distribusi obat dan BMHP ke rumah sakit tersebut (Lumbanrau & Pasaribu, 2023). Akibatnya, pasien terpaksa dirujuk ke fasilitas lain, yang berujung pada keterlambatan penanganan medis dan meningkatnya angka kematian.Â