Malang -- Situs bersejarah di Jawa tidak akan habis jika kita bahas satu persatu. Berbagai peninggalan masa kerajaan ini menyakini para arkeolog bahwa beberapa abad sebelumnya Indonesia pernah menjadi pusat kerajaan jauh sebelum nama Indonesia sendiri dicetuskan. Â Salah satu kerajaan besar yang pernah berkuasa adalah Kerajaan Singosari yang meninggalkan berbagai situs sejarah yang tersebar di daerah Jawa Timur. Peninggalan yang terkenal adalah Candi Jago atau Jagaghu yang berada di Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Â
Candi Jago dibangun atas keinginan Raja Sri Kertanegara sebagai bentuk penghormatannya kepada sang ayah yakni, Raja Wisnuwardhana yang wafat tahun 1268 M. Candi ini kemudian digunakan sebagai tempat untuk menguburkan jenazah abu Raja Wisnuwardhana dan juga sebagai tempat penghormatan atau untuk mendewakan Raja Wisnuwardhana sebagai tokoh Budha Amoghapasa  Para ahli meyakini bahwa candi ini adalah peninggalan agama Budha sebagaimana yang dianut oleh Raja Sri Kertanegara semasa menjadi raja di Kerajaan Singosari. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebuah Arca Amogapasha yang disebut sebagai dewa tertinggi dalam ajaran agama Budha. Meskipun demikian, banyak relief yang melambangkan agama Hindu disekitar candi. Ini menjadi keistimewaan sendiri bagi candi jago karena sebagai bentuk percampuran dua kebudayaan yaitu Syiwa-Budha.
Saat pertama kali memasuki kawasan candi, pengunjung diminta untuk mengisi nama, nomor telepon, tujuan kedatangan dan tanda tangan. Setelah itu, pengunjung dihadapkan pada papan informasi yang berisi sejarah singkat candi yang disajikan dalam dua bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk memudahkan warga lokal dan mancanegara mengakses informasi. Pada papan informasi lain, pengunjung akan menemukan sebuah barcode yang berguna untuk mengakses informasi tentang candi ini. Setelah itu, terdapat papan larangan yang berisi tentang hal-hal yang dilarang untuk dilakukan terhadap candi Jago.
Setelah mengetahui informasi singkat, pengunjung dapat dengan leluasa mengamati candi Jago yang gagah berdiri ini. Â Secara umum, candi Jago berbentuk persegi panjang, kaki candi berbentuk punden berundak dengan tiga teras, dan badan candi berada paling belakang dari teras tertinggi. Di tingkat ketiga terdapat pintu besar yang dikelilingi tembok yang tidak lagi utuh. Candi ini sudah rusak sebagian, bagian atasnya hilang dan tersisa gerbang saja. Fungsi candi jago sendiri adakah sebagai tempat untuk menguburkan jenazah abu Raja Wisnuwardhana dan juga sebagai tempat penghormatan atau untuk mendewakan Raja Wisnuwardhana sebagai tokoh Budha Amoghapasa.
Candi Jago dipenuhi dengan ukiran relief yang sangat indah. Relief ini dipahat dengan rapi mulai dari kaki sampai ke dinding ruangan teratas. Pada tingkat pertama, cerita yang digambarkan dari lukisan relief adalah tentang binatang. Tingkat kedua menceritakan tentang Kunjarakarna, seorang Yaksa atau raksasa dalam cerita Jawa Kuno. Diceritakan bahwa ia sedang melakukan meditasi Budha di Gunung Semeru, agar dapat dibebaskan dari wataknya sebagai raksasa. Pada tingkat ketiga, diceritakan tentang Parthayajna yang menampilkan kisah lima Pandawa bersaudara. Tingkat keempat, diceritakan tentang kisah Arjunawiwaha yang sedang bertapa di gunung Mahameru lalu ia diuji oleh para Dewa. Terakhir, tingkat kelima menceritakan tentang kehidupan Krisnayana.
Selain bangunan candi, disekelilingnya dapat kita temukan berbagai arca batu, seperti Arca Kalamakara yang masih utuh dengan seram dan matanya melotot, ada pula arca amogapasha tanpa kepala dengan delapan lengan yang salah satu lengannya patah, dan sebuah batu besar di depan candi berbentuk seperti tatakan.
Menurut informasi yang didapatkan dari petugas, candi Jago hanya dilakukan pemugaran sekali di tahun 1343 M. Situs ini belum mendapatkan pemugaran (perbaikan) kembali sehingga beberapa bagian sudah tidak lengkap dan hanya tersisa kaki candi. Karena keadaan inilah petugas tidak lagi memperbolehkan pengunjung naik ke atas candi. Selain karena keselamatan, namun juga agar candi tetap terjaga meski terus dimakan usia.
Candi Jago saat ini hanya menjadi situs sejarah dengan tujuan pendidikan atau sebagai daftar kunjungan sejarah yang harus dikunjungi. Masyarakat boleh mengadakan kegiatan disini dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Salah satu kegiatan yang dilakukan terakhir kali ditahun ini adalah pameran sastra dan kearifan local yang dilakukan mahasiswa Universitas Malang yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 Agustus 2023. Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat memperkenalkan budaya setempat sekaligus memberikan ilmu tentang sejarah candi jago sebagai salah satu situs sejarah yang harus dijaga kelestariannya agar menjadi bukti kerajaan di jaman dulu. Adapun mengenai pengelolaan candi jago oleh petugas, cukup bagus dengan fasilitas umum seperti toilet yang bersih dan parkir roda dua yang lebih aman. Namun, dana anggaran untuk pemeliharaan candi Jago sangat minim sehingga hanya bisa mengandalkan sumbangan sukarela dari para wisatawan.
Informasi terakhir adalah cara mengakses situs bersejarah ini secara langsung melalui kunjungan ke candi dan secara tidak langsung melalui internet dengan mengunjungi website Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, website resmi milik kemendikbud, serta social media seperti Instagram dan Youtube milik BPCB Jatim.
Demikian informasi mengenai candi jago yang dapat diketahui setelah dilakukannya kunjungan terakhir kali. Candi Jago sebagai peninggalan sejarah menjadi bukti kekuasaan Kerajaan Singosari. Kondisi candi yang masih terawat dan terjaga membuat kita pengunjung merasa nyaman dengan suasananya. Namun sayang sekali saat ini candi jago hanya tersisa sebagian dan banyak sekali arca yang rusak karena pemugaran yang hanya dilakukan satu kali. Meskipun demikian, pengunjung tetap dapat menikmati keindahan candi jago ini hingga seterusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H