Mohon tunggu...
Muhammad Ripurio
Muhammad Ripurio Mohon Tunggu... Mahasiswa - ASN Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Mahasiswa PKN STAN

Sedang berusaha menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tiket Pesawat Mahal karena Kartel?

23 Januari 2023   14:16 Diperbarui: 23 Januari 2023   14:20 2332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tiket pesawat. pixabay

Kenaikan harga tiket pesawat di Indonesia belakangan ini bukan tanpa sebab. Sebanyak tujuh maskapai penerbangan nasional telah ditetapkan melakukan praktik kartel harga tiket pesawat kelas ekonomi berdasarkan dalam Putusan Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019. Ketujuh maskapai tersebut mencakup Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Nam Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Air.

Kartel merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha agar menghilangkan persaingan dengan cara mengatur harga dan jumlah produksi suatu barang/jasa di atas harga wajar, sehingga perusahaan tersebut dapat mengendalikan pasar dan meraih keuntungan monopolis.

Praktik kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan dimaksud yaitu melakukan kesepakatan dengan meniadakan diskon serta produk tiket pesawat bertarif murah di pasar, sehingga berimbas pada berkurangnya ketersediaan tiket pesawat dan membuat harganya melambung tinggi.

Di beberapa negara, kartel dipandang sebagai suatu tindak pidana. Dalam sistem hukum Indonesia, larangan terhadap kartel dimuat dalam Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menyatakan bahwa "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."

Dampak Negatif Kartel Oleh Maskapai Penerbangan

Adapun dampak negatif kartel oleh maskapai penerbangan bagi perekonomian negara, yaitu: Mengakibatkan terjadinya inefisiensi alokasi akibat pengaturan harga tiket; Mengakibatkan terjadinya inefisiensi produksi akibat pembatasan jumlah tiket; Menghambat masuknya investor baru karena perbuatan yang melanggar dilakukan oleh perusahaan; Menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak kondusif dan kurang kompetitif karena persaingan tidak sehat, dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat.

Sementara itu, dampak kartel bagi masyarakat sebagai konsumen yaitu mengurangi kesejahteraan akibat harus membayar harga tiket lebih mahal; jumlah tiket yang dijual menjadi terbatas, dan tidak adanya pilihan lain untuk maskapai penerbangan di Indonesia selain perusahaan kartel tersebut.

Dampak kartel dalam perspektif ilmu ekonomi dapat diilustrasikan dalam kurva dibawah ini.

4b56354c-99e5-4285-83ff-6ca397fc0c64-63ce32dcc925c409a80a9902.jpg
4b56354c-99e5-4285-83ff-6ca397fc0c64-63ce32dcc925c409a80a9902.jpg
Area A pada kurva menggambarkan besarnya perpindahan surplus dari konsumen ke produsen karena konsumen membayar tiket dengan "harga kartel" (lebih mahal) yang seharusnya "harga persaingan" dan konsumen hanya dapat membeli tiket sebanyak "output kartel" (lebih sedikit) daripada yang seharusnya yaitu "output persaingan". Area B menggambarkan total hilangnya kesejahteraan konsumen dan perusahaan kartel, atau disebut deadweight loss akibat terbatasnya output berupa tiket pesawat yang bisa tersedia di pasar.

Upaya Pemerintah Memberantas Kartel

Dikarenakan berbagai dampak negatif dari kartel, pemerintah melarang dengan tegas praktik ini. Para pelaku usaha yang terbukti kartel akan mendapatkan sanksi, mulai dari denda hingga penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas pelaku usaha, telah menerbitkan Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel. Sejumlah dampak kartel bagi perekonomian dijelaskan dalam peraturan ini, baik bagi perekonomian suatu negara maupun konsumen.

Praktik kartel maskapai penerbangan di Indonesia telah ditindaklanjuti dengan Putusan Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri. 

Salah satu putusan KPPU adalah pihak maskapai harus memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha dan harga tiket yang dibayar oleh konsumen, selama dua tahun sebelum kebijakan tersebut diambil. Sehingga, maskapai tidak akan sewenang-wenang menaikkan harga tiket atas kolusi dengan sesama maskapai penerbangan lainnya.

Pemerintah berupaya mendorong agar para pelaku usaha khususnya BUMN dapat bersaing dengan sehat karena pada dasarnya peningkatan kapasitas suatu perusahaan berangkat dari persaingan, bukan dari sekedar "proteksi" oleh pemerintah. KPPU juga mengharapkan suatu perusahaan dapat survive dan berkembang akibat adanya persaingan yang sehat tanpa adanya kolusi seperti kartel ataupun bentuk pelanggaran lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun