Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pedulikan Dirimu, Jangan "Pedulikan Corona"

19 Juli 2021   11:11 Diperbarui: 19 Juli 2021   11:23 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal saya tidak pernah ambil pusing dengan yang namanya Covid-19 atau corona, dan "croni-croninya".

Seluruh keluarga terkecuali saya, dalam satu rumah di satu atap yang sama, tervonis positif Covid-19 saat era awal pandemi. Metode rapid test merupakan metode yang populer saat itu dan metode rapid test ini yang masih menjadi satu-satunya metode yang digunakan saat awal pandemi. Dengan metode itupula keluarga saya tervonis covid-19.

Dari dua metode isolasi penyembuhan yang ditawarkan kita memilih isolasi mandiri selama 14 hari di rumah. Saya selaku orang satu-satunya dalam keluarga satu atap yang tidak positif alias negatif  juga tetap tinggal bersama dengan keluarga yang positif dengan isolasi mandiri nya selama 14 hari.

Banyak perdebatan-perdebatan diawal sebelum penentuan masalah metode isolasi yang harus kita jalani. Sempat saya "diusir" dari rumah untuk mencari tempat yang lebih save, semacam kontrakan atau tinggal sementara bersama saudara yang "status" nya negatif atau belum terjamah dengan Covid-19.

Saran untuk mencari tempat "aman" saya tolak mentah-mentah. Karena jikalau harus menuruti semua itu berarti saya harus "pindah rumah" dengan mengemasi berbagai barang keperluan pekerjaan yang saya butuhkan dan pernak-pernik lainnya. Masyaallah ribet banget!. Untuk itu saya tetep kekeh dengan keputusan yang saya pilih dengan tetap tinggal bersama keluarga selama isolasi mandiri.

Hari demi hari selama isolasi mandiri 14 hari berjalan begitu "panasnya". Urusan dengan keluarga maupun kerabat yang harusnya simple dengan terpaksa harus melalui saran komunikasi tanpa berkunjung ke rumah, sekalipun jarak rumah antar satu sama lain nyaris berdekatan.

Namun apalah itu semua, saya tidak pernah ambil pusing dengan keadaan tersebut. Saya tetap menjalani aktifitasku dengan apa adanya tanpa harus terganggu dan memang tidak mau diganggu dengan metode ribetnya penangan covid-19 saat itu.

Isolasi mandiri 14 haripun berlalu. Test susulan dilakukan setelah isolasi mandiri untuk menentukan "status" covid-19 yang menjakiti. Tertanggal 7-7-2020 hasil test pun keluar. Satu persatu anggota keluarga dinyatakan negatif, dan sayapun tetap baik baik saja.

Kenapa saya negative, sementara satu keluarga tanpa terkecuali dinyatakan positif. Begitu pula dengan tetap mengikuti isolasi mandiri bersama mereka, sayapun baik-baik saja. Apakah saya memiliki imun yang kuat dibanding keluarga saya atau karena saya sedari awal tidak pernah mengambil pusing dengan yang namanya covid-19 hingga coronapun malas berhadapan dengan saya. Jawabanya tentu bisa dua-duanya.

Namun tidak cukup sampai disitu. Cerita diatas berulang dibulan 7-2021, bulan yang sama setahun berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun