Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wallahu a'lam bish-shawabi

7 Februari 2021   14:14 Diperbarui: 7 Februari 2021   14:25 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu siang nyaris menuju adzan Dzhuhur, obrolan chat via pesan Whatssapp aku akhiri dengan gadis nan syar'i dari kota asal gunung Papandayan. Aku biasa memanggil dia dengan sebuatan "Cha cha". Nama Cha cha aku ambil dari potongan kata "chantiek-chantiek". Dia emang chantiek banget, sekalipun belum menyerupai kecantikan ibuku, dia sudah amat chantiek.

Obrolan chat aku akhiri karena memang waktu sudah hampir memasuki adzan dzhuhur untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya. Alih-alih mau langsung mengambil air wudlu, tapi entah kenapa aku malah ketiduran. Bangun-bangun kepala ada sedikit "pusing tipis". Tapi alhamdulillah belum Ashar, waktu masih menunjukkan pukul dua siang.

Jika Cha cha tahu kalau aku tidak langsung sholat saat itu, mungkin aku bisa langsung kena omelan. Karena biasanya saat chat dengan dia, Cha cha yang selalu mengingatkan lebih dulu, jikalau sudah memasuki waktu adzan kita harus sudahi, serta langsung berpamitan menutup obrolan untuk undur diri buat sholat. Tapi ya sudahlah, rasanya ini bisa dimaafkan, karena diluar "kekuasaanku".

Kepala masih ada terasa "pusing tipis", mungkin karena ketelatan makan, terlebih dipagi harinya melupakan sarapan pagi. Alhasil makan siangpun menjadi makan sore, apalah ini namanya.

Entah kenapa di sore itu rasanya aku harus minum kopi, yang tidak biasa dari jadwal jikalau ingin minum kopi pada kebiasaan malam hari. Berasa mau menyelesaikan pekerjaan yang sudah banyak tertunda, jadi dorongan minum kopi sore itu langsung terealisasi begitu saja, disamping dengan harapan "pusing tipis" di kepala ikutan terbenam dengan pahit getirnya kopi.

Gadget jadul kesayangan tidak lupa aku cek, sembari berharap ada chat lanjutan dari Cha cha.  Setelah itu jari jemari pun aku mainkan ke berbagai aplikasi dan berbelok ke aplikasi yang biasa aku gunakan untuk menonton acara bola dan berita.

Awalnya ingin mengecek jadwal pertandingan big match di seri A, tapi malah aku dapati "Ashes of Love" nongol diberanda. C-drama (Chinese drama) serial ini masuk kategori VIP atau premier dengan free tiga episode, bergenre romance dengan usia tonton 17+. Jadi aku sudah sah untuk menonton serial C-drama ini.

C-drama serial tersebut memang masuk dalam jadwal tontonanku, namun tidak sekarang, aku masih punya jadwal serial C-drama lainnya. Entahlah kenapa jemariku langsung menyentuh "Ashes of Love".

Ternyata benar dugaanku, C-drama seri ini keadaannya seperti yang aku imajinasikan dikepala. Padahal baru satu episode yang aku tonton, dan "ashes of love" hingga 63 episode. Tidak kebayang rasanya jikalau sudah menonton kesemua episode, imajinasiku bakal "berputar menari".

Dalam "perjalanan" menonton film ini, dengan kepala yang masih dibesut "pusing tipis", sontak aku teringat bahwasanya aku pernah kedapatan melihat 'bintang jatuh", setidaknya 3 kali, namun yang aku ingat tinggal dua kali saja.

Pertama, saat masih duduk dibangku SMA, di acara kegiatan pradiklat yang merupakan acara pendakian gunung pertamaku. Samar, kuingat intruksi dari salah satu seniorku " kita sudah sampai di tiga perempat perjalanan, sekarang kita tiba di "puncak bayangan", kita istirahat dulu disini. Setelah itu kita lanjutkan perjalanan ke puncak". Kalimat tersebut setidaknya masih aku ingat, semasa acara pendakian pertamaku.

Tanpa komando lebih lanjut, semua rekan pun beristirahat. Tidak lama setelahnya, aku melihat suasana kondisi sekitar. Berdiri di tepian seperti tebing jurang aku menatap cakrawala lepas keangkasa dengan hamparan bintang gemintang yang indah tak terkira. Jika dihitung tentu lebih dari ribuan, jutaan bahkan tak terbatas.

Selayang pandang ku dikejutkan dengan lesatan cahaya jatuh menujuku. Cahaya putih bersinar terang berkelebat berpindah. Langsung saja aku menengadah bermunajat kepada Allah, karena aku yakin itu "bintang jatuh". Tapi sayangnya aku sudah lupa, munajat apa yang sudah aku sampaikan saat itu, dan tidak berani menerka-nerka saat ini.

Bintang jatuh berikutnya aku dapati dibelakang rumah, saat tengah malam. "Bintang jatuh" ini melesat dari angkasa dan hilang dari pandangan setelah melewati atap belakang rumah. Cahayanya tidak terlalu terang, tidak seterang seperti bintang jatuh yang aku dapati saat pendakian. Tepatnya kapan kejadian ini, akupun juga sudah lupa.

Suasana perkotaan yang banyak terdapat lampu menyala mempengaruhi tingkat kecerahan dari cahaya bintang jatuh tersebut. Hal yang sama aku lakukan dengan halnya saat kedapatan bintang jatuh yang pertama, yaitu bermunajat dan berdoa pada Allah SWT, seketika saat itu juga. Namun akupun juga lupa doa apa yang aku munajatkan saat itu.

Dengan begitu, rasanya aku harus melanjutkan menonton serial "ashes of love" hingga tuntas tanpa menunggu jadwal C-drama lainnya. Mungkin dalam serial C-drama ini ada sesuatu yang memang harus aku perhatikan benar-benar.

Sembari aku mengingat-ingat dan memulihkan ingatan doa apa yang sudah aku munajatkan saat dua kali pertemuanku dengan bintang jatuh tersebut. Bisa jadi kedua munajat tersebut sudah terkabul saat ini, atau mungkin sedang dalam proses.

Wallahu a'lam bish-shawabi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun