Beruntung pemerintah negara kita saat itu bisa cepat tanggap dan dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik, sehingga kini batik benar-benar menjadi warisan budaya asli bangsa kita. Nyaris saja kita kehilangan kepemilikan batik pada saat itu.
Sekarang seberapa cintakah kita terhadap batik?. Apakah sebatas menggunakan batik di hari batik (2 Oktober), sebagai bentuk peringatan yang menandai bahwa hari tersebut merupakan hari batik nasional?. Atau mengenakan batik ditiap hari Jum'at khusus bagi mereka yang bekerja di instansi pemerintahan atau pegawai negeri sipil.
Dari pengamatan sepihak yang saya lakukan dari tahun ke tahun, pemakaian seragam batik yang dipakai pada tiap hari jum'at tersebut dari sebagian orang masih terkesan "terpaksa" bagi sipemakai, terlebih bagi yang masih berusia relatif muda.
Saya masih melihat ketidak senangan juga tidak percaya diri pada mereka, dikarenakan berbusana batik terkesan kuno dan tua. Dalam arti lain, batik hanya pantas digunakan atau dipakai bagi mereka para orang tua.
Dari pengamatan sejauh ini, dari berbagai ada nya pameran maupun tenan dan toko batik, juga sudah sangat banyak menyajikan motif batik yang bagus-bagus. Mulai dari batik bernuansa modern maupun tradisional. Dengan demikian, rasa nya sudah tidak ada alasan untuk tidak bangga berbusana batik.
Banggalah kita berbusana batik, karena batik sebuah seni dan tradisi yang tertuang dalam sebuah media, kain atau baju yang harus nya bernilai lebih tinggi dari sebatas outfit atau setelan yang bercorak garis-garis, kotak-kotak atau bahkan polos. Sekalipun outfit tersebut berlabel branded.
Saya rasa jangan mau membeli outfit atau setelan kemeja berlabel mahal padahal terlihat biasa, kecuali batik, harus nya demikian. Sehingga batik lebih bernilai jual, karena memang batik adalah seni yang tak ternilai asli warisan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H