Mohon tunggu...
Fazira S
Fazira S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Saat ini sedang menempuh gelar sarjana disalah satu universitas negeri yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum PKN di SD: Saat Beban Melebihi Kapasitas Peserta Didik

20 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 20 Desember 2024   18:15 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kegiatan Belajar Mengajar (Sumber: Sekolah Islam ASA)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di tingkat Sekolah Dasar (SD) di Indonesia. Mata pelajaran ini memiliki tujuan yang sangat penting, yaitu membentuk karakter peserta didik yang mencintai tanah air, memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta menghormati keberagaman. Namun, meskipun tujuannya mulia, kurikulum PKn saat ini kerap mendapat kritik karena dinilai terlalu berat bagi peserta didik di SD.

Kritik ini didasarkan pada berbagai penelitian dan laporan yang menunjukkan bahwa beban materi yang harus dipelajari peserta didik sering kali melebihi kapasitas perkembangan kognitif dan emosional mereka. Salah satu keluhan utama yang mencuat adalah padatnya materi yang harus dikuasai. Peserta didik di kelas rendah (kelas 1-3), misalnya, sudah diperkenalkan dengan konsep-konsep abstrak seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan sistem pemerintahan. Padahal, di usia tersebut, anak-anak masih berada pada tahap perkembangan pemikiran yang konkret dan sulit memahami hal-hal yang sifatnya abstrak.

Sementara itu, untuk peserta didik di kelas tinggi (kelas 4-6), materi semakin kompleks, mencakup topik seperti sejarah politik, struktur pemerintahan, dan nilai-nilai Pancasila secara mendalam. Sebagai contoh, peserta didik kelas VI SD semester 2 harus mempelajari konsep Pemilu dan Pilkada, yang sebenarnya belum relevan dengan pengalaman mereka karena anak usia SD tidak terlibat langsung dalam kegiatan politik semacam itu. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum PKn sering kali tidak kontekstual dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

Selain beratnya materi, keterbatasan alokasi waktu belajar di kelas menjadi masalah tambahan. Dalam satu minggu, mata pelajaran PKn biasanya hanya mendapat jatah 2 jam pelajaran. Waktu yang terbatas ini sering kali memaksa guru untuk mengejar target kurikulum tanpa memberikan ruang untuk pembelajaran yang mendalam. Akibatnya, pembelajaran menjadi terburu-buru, dan peserta didik tidak mendapatkan kesempatan untuk memahami materi secara mendalam atau mengaitkannya dengan situasi nyata di lingkungan mereka.

Studi kasus oleh Harahap et al. (2024) menunjukkan bahwa kurikulum PKn untuk SD sering kali terlalu ambisius. Banyak materi yang sebenarnya dapat disesuaikan dengan kehidupan dan pengalaman peserta didik, tetapi tetap diajarkan dengan pendekatan yang kurang relevan. Kondisi ini berdampak langsung pada peserta didik, yang merasa terbebani oleh tugas-tugas dan ujian yang menuntut mereka menghafal materi tanpa pemahaman. Dampaknya, banyak peserta didik kehilangan minat belajar, bahkan mengalami stres. Selain itu, guru juga menghadapi tantangan besar dalam mengajar kurikulum yang padat ini. Mereka dituntut untuk menyampaikan banyak materi dalam waktu yang singkat, yang tidak hanya mengurangi efektivitas pengajaran tetapi juga meningkatkan risiko kelelahan dan menurunkan motivasi guru.

Para ahli pendidikan mendesak agar kurikulum PKn di SD segera dievaluasi. Materi PKn perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif dan emosional peserta didik. Pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual, relevan, dan praktis dianggap jauh lebih efektif untuk menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan. Misalnya, peserta didik dapat diajak belajar melalui proyek kelompok, kegiatan berbasis pengalaman, atau pengenalan nilai-nilai melalui cerita dan permainan yang sesuai dengan usia mereka. Perubahan kurikulum tentu membutuhkan waktu dan komitmen dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, hingga guru. Namun, perubahan ini sangat penting agar tujuan utama pembelajaran PKn, yaitu membentuk warga negara yang baik, dapat tercapai tanpa membebani peserta didik secara berlebihan. Dengan kurikulum yang lebih adaptif dan menyenangkan, peserta didik akan lebih mudah memahami dan menginternalisasi nilai-nilai kewarganegaraan. Pendidikan adalah investasi jangka panjang, dan memastikan peserta didik belajar dalam kondisi yang optimal merupakan langkah penting untuk mempersiapkan generasi mendatang menghadapi tantangan masa depan.

Studi kasus:

Harahap, K. S., Sintia, L., & Siagian, E. A. (2024). Solusi Atas Kesulitan Guru dalam Mengajarkan Materi PKN di SD. Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan, 2(4), 428-431.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun