Mohon tunggu...
2Aji Setiawan
2Aji Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.ajisetiawan1.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Anggaran RUU Pesantren dan Lembaga Keagamaan

5 November 2018   15:01 Diperbarui: 5 November 2018   15:04 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Aji Setiawan

Politik alokasi anggaran terkait pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan akan menjadi salah satu poin yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. RUU tersebut ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Semua pimpinan fraksi yang ada di DPR RI sudah sepakat, penting untuk dilanjutkan karena kepentingan yang sangat mendasar itu adalah politik alokasi anggaran. Ini harus jelas berpihak pada kesejahteraan rakyat, selama ini pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan kurang diperhatikan dalam menjalankan kegiatan, khususnya mengenai alokasi anggaran. Pasalnya, anggaran bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya tidak terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Sementara ia menilai keberadaan para guru agama di pesantren dan lembaga pendidikan agama lain tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan nasional. Intinya karena eksistensi para guru mengaji, pesantren atau pendidikan keagamaan lain selama ini anggaran pendidikan di UU sisdiknas belum secara detail terakomodasi.

Mudah-mudahan dengan lahirnya UU tersebut bisa memayungi dan mawadahi semua kepentingan yang ada. Terkait mekanisme anggaran, dengan menjadi Usul Inisiatif DPR, ada dua posisi penting RUU ini. Pertama, anggaran untuk pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya dimasukkan dalam anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Kedua, melalui alokasi anggaran lain yang disalurkan melalui pemerintah daerah. Mengingat, keberadaan pesantren dan lembaga pendidikan agama berada dalam kewenangan Kementerian Agama.

Nanti mekanismenya bisa masuk dalam anggaran pendidikan yang amanat UUD hasil amandemen yang 20 persen itu atau melalui alokasi anggaran lain. Pemerintah daerah juga punya kekuatan kalau didukung dari APBN.

Selain itu keberadaan UU tersebut akan memperkuat posisi pesantren dan madrasah diniyah. Kiprah dan kontribusi Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan pesantren pada pembangunan bangsa tidak terbantahkan lagi. Negeri ini berhutang budi kepada pesantren dan madrasah diniyah takmiliyah, utamanya dalam penguatan karakter anak-anak bangsa. Regulasi akan memandu dengan baik pada penguatan program-program pengembangan MDT dan sekaligus pendanaannya. MDT menjadi lembaga yang strategis untuk mengembangkan ajaran dan tradisi assalafus sholeh dalam konteks Indonesia yang plural dan religius. 

MDT berperan strategis dalam merawat tradisi keagamaan dan membangun patriotisme di tengah-tengah bangsa yang sedang berubah.Dengan kehadiran undang-undang pesantren dan pendidikan keagamaan akan memberikan pengakuan negara atas keberadaan pesantren dan pendidikan keagamaan, termasuk Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT). 

RUU tentang pendidikan keagamaan sebaiknya berdiri sendiri karena mengundangkan penyelenggaraan pendidikan agama Islam, Kristen, Hindu, dan lainnya. Sementara, idealnya RUU tentang pesantren memberikan tiga kontribusi penting. Pertama, regulasi yang memberdayakan sistem pendidikan pesantren. Dia memisalkan, ada standarisasi pesantren secara nasional. Kedua, apresiasi pengakuan para kiai dan ustaz oleh pemerintah dengan pemberian sertifikasi, serta pemberi tunjangan kesejahteraan.

Ketiga, sudah saatnya Kemenag melakukan akreditasi pesantren. Pemerintah dapat menyiapkan instrumen akreditasi yang memungkinkan pesantren dikelola dengan manajemen modern dan kepemimpinan transformasional serta efektif.

Ada tiga peran pesantren yang dijelaskan dalam RUU tersebut, yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat.Ada 49 pasal pesantren sebagai lembaga pendidikan, dan hanya 3 pasal (14, 15, 16) yang menjelaskan pesantren sebagai lembaga penyiaran ajaran agama (dakwah) dan lembaga pemberdayaan masyarakat.

Peran pesantren yang begitu besar bagi bangsa selama ini luput dari pengakuan negara sehingga pesantren tidak mendapatkan alokasi anggaran negara, hanya bersifat bantuan temporer.

Melalui RUU Pesantren yang akan disahkan menjadi UU, pesantren akan bisa mengembangkan dirinya. Bahkan, dari pengakuan dan legalitas tersebut, pesantren menurut Waidl akan semakin menjadi rujukan Islam dunia.Namun,  RUU Pesantren jangan hanya terjebak pada formalisasi dan anggaran. Ia juga harus tetap mempertahankan kekhasan, karakteristik, dan tradisi keilmuan yang saat ini konsisten dikembangan oleh pesantren.Di tengah upaya rekognisi tersebut, RUU Pesantren jangan terjebak hanya pada formalisasi dan persoalan anggaran.

Substansi dari pasal-pasal yang ada dalam RUU Pesantren lebih banyak persoalan teknis. Belum menyentuh pada persoalan-persoalan substantif dan hal-hal mendalam lainnya seperti terkait keilmuan dan perspektif kekhasan pesantren.

Prinsipnya terkait pengesahan RUU Pesantren untuk disahkan menjadi UU sehingga pesantren yang selama ini berjasa besar mengisi kekhasan pendidikan di Indonesia dan turut memperkuat jati diri dan moral bangsa mendapat pengakuan secara formal oleh negara.

Dalam RUU Pesantren ini, selain menjelaskan tentang pengembangan peran pesantren dalam tiga hal, lembaga pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat, pesantren terkait pendiriannya juga bersifat fleksibel. Tidak dibatasi pengakuannya hanya berdasarkan legal formal semata. Karena terdapat 28.000 lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan seperti diatur dalam RUU tersebut. Kekhawatiran sejumlah pihak terkait problem pengalokasian anggaran, harus ada edukasi dan advokasi institusi keagamaan sehingga mampu menjalankan akuntabilitas dan terhindar dari potensi praktik penyimpangan adiministrasi.

RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren juga perlu didorong banyak pihak  karena menyangkut tanggungjawab negara yang hingga saat ini belum hadir di pondok pesantren dan lembaga pendidikan madrasah.Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan pemerintah wajib menjalani mandat UU, apalagi pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang sudah banyak memberi kontribusi bagi NKRI(***) Penulis adalah mantan wartawan majalah alKisah PT AnekaYess Grup tahun 2004-2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun