Mohon tunggu...
2Aji Setiawan
2Aji Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.ajisetiawan1.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

4 Februari 2018   10:29 Diperbarui: 4 Februari 2018   10:39 7600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bagaimana pemerintah akan menerapkan kebijakan pengembangan perikanan bila tidak didukung dengan data-data yang akurat. Apakah ada jaminan pemerintah mampu  membongkar sistem penangkapan ikan yang carut-marut dan tiap-tiap daerah yang mempunyai bentuk dan pola yang berbeda-beda. Keadaan sistem yang mampu memonitor setiap aktivitas penangkapan di daerah-daerah menjadi satu kelemahan yang terpelihara sejak dulu. Celah kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terkait untuk memperkaya diri dari hasil perikanan tangkap. Sehingga isu kebocoran devisa dengan adanya pencurian ikan menggambarkan kelemahan sistemmanajemen pengelolaan perikanan nasional.

Tanpa mengetahui karakter atau pola/jaringan bisnis penangkapan ikan yang dilakukan masyarakat atau para nelayan yang bermodal diberbagai daerah atau sentra-

sentra penangkapan ikan, maka kebijakan perijinan ulang terhadap usaha penangkapan ikan ini akan terdapat peluang korupsi dan kolusi. Ditengarai dengan pola/jaringan bisnis perikanan tangkap sudah terbiasa dengan budaya KKN, maka mekanisme kolusi dan korupsi di dalam bisnis penangkapan ikan ini harus diatasi secara sistematis. Kebijakan pembangunan perikanan pada masa yang akan datang hendaknya didasarkan pada landasan pemahaman yang benar tentang peta permasalahan pembangunan perikanan itu sendiri, yaitu mulai dari permasalahan mikro sampai pada permasalahan di tingkat makro yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat nelayan.

Permasalahan mikro yang dimaksudkan adalah pensoalan internal masyarakat nelayan dan petani ikan menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Aspek ini yang mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat nelayan dan petani ikan. Sifat dan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengolahan hasil perikanan. Kelompok masyarakat ini memiliki sifat unik berkaitan dengan usaha yang dilakukannya. Karena usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar.

Gagasan tentang pembangunan ekonomi (local economic development) berdasarkan sumberdaya lokal atau dalam bahasanya Dawam Rahardjo sebagai "pembangunan ekonomi setempat", dikemukakan oleh beberapa pemikir pembangunan yaitu Helena Norberg dan Hodge, David Morris dan Satish Kumar dalam sebuah buku kumpulan tulisan yang berjudul "The Case Against the Global Economy and for a Turn Toward the Lokal" dan di edit oleh Jerry Mander dan Edward Goldsmith (2040). Halena Norberg dan Hodge dalam tulisan mereka yang berjudul "Shifting Direction from Global Dependence to Local lnterdependence",menggambarkan bahwa ciri dan pengembangan ekonomi lokal yang merupakan sebuah kebijakan ekonomi baru yang berbasis masyarakat (new community -- Cased economic).

Dengan demikian akan tercipta interdependesi ekonomi lokal dalam konteks ekonomi global. Untuk mengembangkan kegiatan ekonomi lokal tersebut,menekankan perlunya tiga landasan utama yang mendukung yakni (i) adanya kewenangan (authority), (ii)pertanggungjawaban (responsibility), dan (iii) kapasitas produksi masyarakat (productive capacity) yang menjamin keberdayaan masyarakat dalam menentukan masa depan kebijakan ekonomi.Sehingga arah dan tujuan pengembangan ekonomi lokal diharapkan agar mampu menciptakan peningkatan semangat masyarakat (community spirit), hubungan masyarakat (community relationship) dan kesejahteraan masyarakat (well-being).

Sumberdaya Kelautan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan ekonomi nasional menyongsong abad 21, namun demikian pemanfaatannya harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan ekosistemnya seperti yang terjadi pada sumberdaya daratan. Dalam rangka menjadikan bidang kelautan sebagai sektor unggulan dalam memperkokoh perekonomian nasional, maka diperlukan suatu formulasi kebijakan kelautan (ocean policy) yang integral dan komprehensif yang nantinya menjadi payung politik bagi semua institusi negara yang memperkuat pembangunan perekomian kelautan (ocean economy).

Pengembangan formulasi kebijakan tersebut tidak terlepas dengan sejarah kemajuan peradaban bangsa Indonesia yang dibangun dari kehidupan masyarakat yang sangat tergantung dengan sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian dari era kemerdekaan sampai dengan saat ini belum ada kebijakan mengelola sumberdaya kelautan secara terpadu dibawah satu koordinasi lembaga Negara yang sinergis. 

Diketahui bahwa fokus pernbangunan bidang kelautan cukup luas yaitu terdiri dari berbagai sektor ekonomi. Namun selama ini pembangunan yang memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan tidak dilakukan oleh satu koordinasi lembaga negara tetapi dilakukan secara parsial oleh beberapa lembaga negara seperti departemen pertahanan, dalam negeri, luar negeri, perhubungan, energi, pariwisata, industri dan perdagangan, lingkungan hidup, kelautan dan Perikanan.

Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).  Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.  

Kedua, Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu.  Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun