Gagasan Hari Santri Nasional yang akan diperingati setiap 22 Oktober sebagai sebuah ceremonial (upacara) baru yang sebelumnya orang akan mengenangnya di tanggal kalender Nasional pada tanggal 22 Oktober 1945 bagi santri Nahdlatul Ulama akan menapaktilasi keluarnya Fatwa berperang (jihad) melawan Kompeni Belanda perlu disambut positif.
Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober menjadi sebuah rutinitas ceremonial (upacara) kenegaraan baru namun perlu disambut dengan positif thinking. Diharapkan dengan peringatan hari Santri, santri Indonesia bisa menapaktilasi Hari keluarnya Fatwa Jihad, sebagai titik awal mempersatukan anak bangsa.
Setiap 22 Oktober 2016 pada kalender Nasional ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Wacana Hari Santri pertama kali ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan lewat Keputusan Presiden (Keppres) No 22 Tahun 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta patut disambut dengan positif thingking. Kenapa hari ini dipilih sebagai hari santri? Keppres tersebut telah diteken oleh Presiden Jokowi 15 Oktober. Penetapan Hari Santri sendiri telah dijanjikan Jokowi saat berkampanye di Pilpres 2014. Alasannya adalah untuk menghargai jasa santri yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bertepatan dengan 71 tahun yang lalu dikeluarkankan fatwa Jihad oleh AlHadratus Syaikh Hasyim Asy’ari al Basyaiban. Dengan demikian 22 Oktober 1945 bagi santri Nahdlatul Ulama pada saat itu pada saat itu keluarnya Fatwa berperang (jihad) melawan Kompeni Belanda.
Keluarnya berperang melawan segala bentuk penjajahan dunia sebelumnya sebenarnya sudah dilakukan oleh AlHadlaratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sejak pertama kali Asyaikh membuka pesantren. KH. Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari merupakan putra dari pasangan Kyai Asy’ari dan Halimah, Ayahnya Kyai Asy’ari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. KH. Hasyim Asy’ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang) dari Ayah dan Ibunya KH. Hasyim Asy’ari mendapat pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh.
Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA Nedherland (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut.
Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi).
Keluarnya fatwa jihad ini sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan semangat perlawanan. Perang melawan penjajah dianggap jihad fi sabîlillah, yakni perang suci atau perang sabil demi agama. Ajaran perang suci ini muncul di Aceh paling awal abad ke-17, dibangkitkan oleh para guru agama pada masa krisis, yang terparah pada akhir abad ke-19. Salah satu guru agama di tengah medan perang, Syaikh Abbas Ibnu Muhammad, mengatakan dalam Tadhkirat ar-Rakidin—ajaran utama tahun 1889—bahwa Aceh merupakan Dar-al-Islam, kecuali daerah yang diperintah Belanda dan menjadi Dar-al-Harb. Jihad merupakan kewajiban moral (fardu ain) orang Islam, termasuk wanita dan anak-anak, berperang untuk mengembalikan tanah yang dikuasai orang kafir kepada Dar-al-Islam. Padahal pada waktu Muktamar HBNO (Hoolfbestuur Nahdlatoel Oelama) 1928 di Banjarmasin Kalimantan, HBNO telah menyebut sebuah konsep Negeri Darussalam (sebuah negeri yang penuh aman, sehat, adil makmur, sejahtera dan penuh keselamatan).
Mengenang hari santri pada hari ini tanggal 22 Oktober 2016 setidaknya mengenang jasa perjuangan salah seorang pejuang dan founding father bangsa ini KH Hasyim Asy’ari. Setidaknya dimana rekam jejak KH Hasyim dari kurun waktu 1899 sampai 1913 dalam membangun pesantren Tebuireng tidak mudah. Pesantren Tebuireng sempat dibakar Belanda pada tahun 1913 karena perlawanan halusnya kepada pemerintah. Namun saat itu KH Hasyim menasehati santrinya agar tidak melakukan perlawanan terbuka kepada Belanda. Soalnya waktunya dianggap belum tiba.
Kemahasabaran seorang ulama dan pejuang, AlHadratus Syaikh sampai menggadaikan pesantren Tebuireng Jombang untuk membiayai pesantren. AlHadratusSayaikh seorang enterpreuner yang sukses, jatuh bangun namun berkat kesabaran, semua rintangan beliau lalui dengan sukses. Akan tetapi model pendidikan pesantren yang saat itu juga bersamaan dengan cikal bakal sistem pendidikan Islam modern di Sumatra Barat yaitu Dinniyah School dan Sumatra Tawalib School KH Hasyim Asy’ari juga menjalankan sistem yang modern. Ia menerapkan sistem madrasah klasikal dipesantrennya pada 1916.
Pelajaran umum seperti membaca dan menulis huruf latin , ilmu bumi , sejarah dan bahasa Melayu diajarkan di Tebuireng. Pesantren pun dilengkapi dengan dengan bangku dan meja. Pembaruan dan pembaharuan ini sempat menimbulkan reaksi cukup hebat, sehingga sejumlah orang tua memindahkan anak-anaknya ke pesantren lain karena Tebuireng dianggap terlalu modern.