Mohon tunggu...
Royyan Muhammad Hasbi
Royyan Muhammad Hasbi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Umur Tidak Membatasi Sebuah Perjuangan, Sosok Ini Menjelaskannya

10 Desember 2021   14:10 Diperbarui: 10 Desember 2021   18:49 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Mbah Hari saat membuat dawet

Yogyakarta - suasana riuh pikuknya Pasar Beringharjo, banyaknya pengunjung baik masyarakat maupun wisatawan menambah suasana ramai sekaligus rasa sesak berdempetan. Saat itu Minggu siang terik matahari sedang panas-panasnya menyengat hampir seluruh badan. Di saat itu banyak masyarakat yang sedang berkunjung sekaligus mencari cendera mata untuk dibawakan pulang ke rumah. Menariknya di salah satu sudut paling timur, ada sosok wanita tua yang menarik perhatian. Sosok tersebut terlihat duduk dengan senyum tipis sambil menunggu salah satu pengunjung pasar untuk menjajakan jualannya. Sosok tersebut ialah Mbah Hari, penjual dawet khas Jogja yang selalu riang dihadapan orang-orang yang lalu lalang di depannya.

Mbah Hari, seorang pedagang es dawet di Pasar Beringharjo yang berasal dari Sewon, Bantul. Ia sudah berjualan sejak duduk dibangku sekolah dasar,mulai usia 13 tahun hingga saat ini usianya sudah menginjak 75 tahun. Bahkan ketika beliau sudah memiliki banyak cucu, tidak menghentikan semangatnya untuk tetap berjualan dawet. "Kulo ket masih kelas SD kelas 6 kulo ikut mbok saya jualan dawet." ungkap Mbah Hari. beliau juga mengatakan bahwa biasanya beliau akan berjualan ke pasar Beringharjo yang lokasinya sejauh 7 km dari rumahnya, biasanya jarak tempuh dari rumah hingga tempat beliau berjualan bisa mencapai 15 menit perjalanan. 

Walaupun beliau sudah memiliki 3 anak dan 4 cucu, yang sudah barang tentu bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, namun begitu hebatnya sosok Mbah Hari yang tetap ingin berjualan dawet karena tidak mau merepotkan anak-anaknya. Selain itu menurut Mbah Hari berjualan dawet juga dapat mengisi waktunya dimana jika beliau bergantung dengan anak dan cucunya dia hanya akan berdiam diri di rumah tanpa melakukan apapun. 

Setiap harinya sosok wanita tua tersebut, mulai berjualan dari subuh. Ia diantar suaminya sampai di Pasar Beringharjo. Meskipun jauh dari rumah, semangat dan rasa bahagia tidak mengurangi perjuangan Mbah Hari untuk berjualan dawet. Meskipun, tak jarang jualannya tidak habis dalam sehari, apalagi ketika pandemi Covid-19 melanda. "Kulo meniko pandemi, mboten jualan mas. Dua bulan tutup, kalau jualan masih ya saya masukin kulkas," ujar sosok penjual dawet tersebut.

Dengan berjualan dawet ini terkadang juga membuat Mbah Hari senang karena beliau dapat bertemu dengan banyak orang dengan berbagai macam karakter. Tidak jarang juga beliau mendapati seorang wisatawan asing yang tertarik membeli dagangannya. Meskipun hanya diam di satu titik pasar bringharjo, namun dagangan Mbah Hari tampak ramai pembeli, karna selain dawetnya memiliki rasa yang unik dan lezat, sosok Mbah Hari juga menjadi pusat perhatian, karna tekad dan usahanya yang luarbiasa mematahkan statement bahwa yang tua sudah pasti lemah dan yang muda sudah pasti kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun