Mohon tunggu...
2_Ginanjar dwi setyawan
2_Ginanjar dwi setyawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi bermusik dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Problematika Sistem Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Membuat Sebuah Dilematika

30 September 2022   23:42 Diperbarui: 1 Oktober 2022   01:31 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya tidak semua kondisi pemutusan hubungan kerja akan memperoleh pesangon sebanyak 32,2 bulan upah. Untuk ulasan pemutusan hubungan kerja diluar pasal -- pasal yang telah disebutkan sebelumnya, koefisien tetap sebesar 1 (satu) menjadi (1x9) + 10 = 19 bulan upah. Dan ditambahkan sebesar 15% menjadi 19 + (15%x19)= 21,85 bulan upah. 

Dan didalam Uu Ciptaker Bab IV ketenagakerjaan pasal -- pasal yang mengatur koefisien pengalihan sebesar 2 yang disebutkan sebelumnya pasal 163, 164. 166, 167, dan pasal 169 dihapus ketentuan penambahan 15% (pasal 156 ayat 4c) diubah menjadi ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja Bersama -- sama sehuingga penghitunganya menjadi 9+10=19 bulan upah. 

Kemudian ditambahkan dengan jaminan kehilangan pekerjaan (UU Ciptaker bagian Ke Tujuh, pasal ditambahkan dengan jaminan kehilangan pekerjaan ( UU Ciptaker Bagian Ke Tujuh, pasal 46D ayat 2) paling banyak 6 (enam) bulan upah. Total mencapai 19+6=25 bulan upah.

Selain itu penunggakan gaji juga masih terjadi adanya pennyimpangan padahal sanksi didlam UU ketenagakerjaan pun sudah jelas bahwa perusahaan yang terlambat membayar gaji karyawan dikenakan denda pengenaan denda tersebut tidak menghilangjan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja atau buruh. 

Didalam pasal 93 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaanb (UUK) menjelaskan bahwa pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaianya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan presentase tertentu dari upah pekerja atau buruh. Selain itu didalam pasal 88 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Penulis:

  • Ginanjar Dwi Setyawan (Mahasiswa S1 llmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
  • Dr. Ira Alia Maerani, SH., MH. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun