Dewasa ini, kehidupan manusia modern erat kaitannya dengan pemanfaatan sumber energi. Sebut saja LPG yang digunakan ibu kita untuk memasak daging qurban atau Bahan Bakar Minyak (BBM) yang biasa kita beli sampai rela antre puluhan meter di pom bensin. Sumber energi tersebut pada akhirnya menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi secara terus menerus, bahkan ketika sifatnya tidak terbarukan.
    Sumber energi tak terbarukan dieskpoitasi secara masif setiap tahun demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu contohnya adalah batu bara. Rata rata produksi batu bara setiap tahun adalah 600 juta ton dengan sisa cadangan sebesar 38,84 miliar ton. Sebagai bahan bakar utama untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), batu bara mencetak prestasi sebagai "tulang punggung" supply listrik di Indonesia. Statistik PLN pada tahun 2023 menunjukkan bahwa PLTU menyediakan energi listrik sebesar 114.598,55 Gwh. Angka ini tentu sangat timpang dengan ketersediaan listrik dari pembangkit listrik lainnya dari tenaga air, bayu, gas dan uap.
     Sumber energi tak terbarukan lain yang terus dieksploitasi tiap tahunnya adalah minyak bumi. Minyak bumi tercipta dari pelapukan organisme yang terjadi selama jutaan tahun.  Proses ini tidak dapat diulang dalam waktu singkat sehingga ketersediaan minyak bumi yang terbatas akan habis pada suatu saat nanti. Badan Pusat Statistik memperkirakan bahwa cadangan minyak bumi akan habis 18 tahun yang akan datang. Hal ini tentu mengundang kekhawatiran berbagai kalangan tentang pemenuhan kebutuhan energi di masa depan.
     Hingga saat ini, SKK migas sebagai pengelola eksplorasi hulu minyak bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS) terus berupaya untuk mengebor sumur sumur baru. Namun hal ini juga menimbulkan PR besar bagi SKK Migas karena lifting minyak pada tahun 2023 masih di angka 605.500 barel per hari, jauh dari target APBN 2023 di angka 660.000 barel per hari. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keterlambatan beberapa proyek dan hasil eksplorasi yang kurang dari target.Â
     Upaya perbaikan dilakukan oleh SKK migas bersama dengan KKS pada awal tahun 2024. Optimalisasi eksplorasi digalakkan dengan pembangunan proyek migas lapangan gas Jambaran Tiung Biru, pemberian tambahan kondensat pada proyek lapangan BD Madura, dan optimalisasi proyek Lapangan Tangguh 3 yang telah mampu menghasilkan LNG.
     Optimalisasi sumber energi sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merangkum tingginya Konsumsi Energi Nasional (KEN) pada Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2023. Sisi permintaan energi melonjak hingga 6,29% pada tahun 2023. Lonjakan ini merupakan peningkatan konsumsi energi tertinggi dalam enam tahun terakhir. Tingkat konsumsi energi tertinggi ada pada sektor industri (45,60%), disusul oleh sektor transportasi (36,74%), sektor rumah tangga (12,35%), sektor komersial (4,44%) dan sektor lain (0,87%).
     Kendati terdapat lonjakan dari sisi demand pada Konsumsi Final Energi (KEN), ada sebuah kondisi kontradiktif terkait supply kelistrikan di Indonesia. Sebuah grafik digunakan untuk menjelaskan tingkat energi listrik yang diproduksi dan dibeli oleh PLN, yang dijual, serta yang dipakai PLN sendiri atau susut energi pada tahun 2023.
     Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023 PLN memproduksi dan atau membeli listrik sebesar 323,3 ribu gigawatt-hour (GWh). Sementara itu, listrik yang dijual ke pelanggan adalah sebesar 288,4 ribu GWh dan listrik yang dipakai sendiri atau susut adalah sebesar 28,8 ribu GWh. Kondisi ini menyebabkan oversupply energi listrik sebesar 6,1 ribu GWh.
     Persoalan oversupply listrik apabila dirunut dari penyebab masalah terjadi karena kesalahan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik. Infrastruktur kelistrikan dibangun secara masif dengan menggunakan perkiraan tahun 2015. Selama ini, asumsi pertumbuhan konsumsi listrik dihitung 1,3 kali dari asumsi pertumbuhan ekonomi. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1% pada tahun 2023, maka PLN memperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi listrik sebesar 7% - 8% di Pulau Jawa. Namun, sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa korelasi pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan konsumsi listrik turun dari 1,3 menjadi 0,87 saja. Informasi tambahan juga mengoreksi bahwa pertumbuhan ekonomi tidak 6,1%, melainkan 5.1%. Hal ini tentu saja menyebabkan celah yang cukup besar dalam supply dan demand kelistrikan Indonesia.
     Persoalan oversupply listrik pada akhirnya sangat membebani PLN. Diketahui bahwa PLN melakukan kontrak secara TOP dengan swasta. TOP sendiri mengacu pada mekanisme 'take or pay' atau 'ambil atau beli' dimana PLN diharuskan untuk membeli kelebihan supply listrik yang telah disetujui atau akan dikenakan penalti. Direktur PLN pada Februari 2023 menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan renegoisasi dengan pihak ketiga sehingga dapat memangkas beban sebesar 40 triliun rupiah.
     Berbagai persoalan terkait sumber energi semakin rumit dan kompleks seiring berjalannya waktu. Ketersediaan sumber energi berbasis fosil yang terbatas, tingkat ekspolitasi yang tinggi, serta masih banyak permasalahan lain yang membutuhkan perhatian khusus. Disinilah peran pemerintah diperlukan. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sehingga mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dengan menandatangani Paris Agreement. Pemerintah Indonesia sendiri juga menargetkan peningkatan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025. Selanjutnya, diperlukan suatu regulasi di dalam negeri yang dapat mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sehingga sumber energi dapat terjamin dalam jangka panjang dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini, DPR mengajukan inisiatif terkait RUU EBT. RUU EBT akan bertindak sebagai regulasi sebagai payung hukum, penguatan lembagan dan tata kelola investasi serta sumber EBT untuk pembangunan.
     Kendati demikian, proses perundang undangan RUU EBT mengalami banyak kendala sampai saat ini. Beberapa hal kontroversial muncul dari pembahasan RUU EBT. Diantaranya adalah potensi masuknya energi nuklir di Indonesia serta terminologi yang dapat menyebabkan kesalahan alokasi dana di masa depan.
     Pengaturan tentang Nuklir dalam RUU EBT disoroti banyak pihak karena melibatkan banyak pasal, dalam hal ini pasal 10 -- pasal 15. Dalam artian, pembahasan nuklir dalam RUU EBT ini bahkan lebih rinci daripada UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Kesan yang ditunjukkan adalah seakan akan nuklir dijadikan sumber energi andalan di masa depan. Tujuan utama dari RUU EBT adalah untuk menurunkan emisi karbon. Alangkah lebih baik ketika pembahasan yang ada dalam RUU EBT mengatur tentang potensi EBT Indonesia yang tertinggal dari negara negara lain.
     Terminologi yang digunakan dalam RUU EBT juga menuai persoalan. Dalam RUU EBT dikenal dua sumber energi, yakni sumber energi baru dan sumber energi baru terbarukan. Sumber energi baru dalam hal ini masih mencakup olahan batu bara dan beberapa sumber daya fosil lainnya. Dengan digabungkannya dua sumber energi tersebut dalam RUU EBT, dikhawatirkan aliran dana justru mendorong eksploitasi sumber daya fosil daripada mendorong pengembangan potensi EBT di Indonesia.
     Segala persoalan terkait sumber energi perlu ditangani dengan serius karena mencakup pemenuhan kebutuhan masyarakat luas. Konsumsi yang semakin tinggi setiap tahunnya mendorong eksploitasi sumber daya yang sifatnya terbatas. Kendati demikian, asumsi yang handal perlu diterapkan dalam menangani fenomena ini. Penanganan sumber daya secara optimal akan jauh lebih efektif daripada mendorong produksi sumber daya secara masif. Salah satu penerapannya adalah pada kasus oversupply listrik PLN. Selain itu, diperlukan regulasi yang mendorong terciptanya sumber energi baru terbarukan dengan payung hukum yang kuat. Regulasi ini kedepannya diharapkan dapat betul betul fokus dalam pengembangan potensi EBT Indonesia alih alih mengatur sumber energi lain yang dapat diatur dengan mekanisme lainnya.
Referensi
Â
Afriyadi, A. D. (2023, February 8). PLN Pangkas Beban Take or Pay Rp 40 Triliun, Apa itu? Detikfinance. https://shorturl.at/fOEne
Ahdiat, A. (2024, May 31). Listrik PLN Masih Oversupply sampai 2023. Katadata. https://shorturl.at/gxwCp
Grahanusa Mediatama. (2024, January 8). Menilik Pengoperasian Pembangkit Baru dan Persoalan Oversupply Kelistrikan. kontan.co.id. https://industri.kontan.co.id/news/menilik-pengoperasian-pembangkit-baru-dan-persoalan-oversupply-kelistrikan
https://www.facebook.com/CNNIndonesia. (2022, October 11). Menyoal Energi Terbarukan di RUU EBT Rasa Nuklir. Ekonomi. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221011071850-85-858823/menyoal-energi-terbarukan-di-ruu-ebt-rasa-nuklir
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (n.d.). HANDBOOK OF ENERGY & ECONOMIC STATISTICS OF INDONESIA 2023 (ISSN 2538-3464). Retrieved June 23, 2024, from https://www.esdm.go.id/en/publication/handbook-of-energy-economic-statistics-of-indonesia-heesi
Narasi Newsroom. (2021, September 20). RUU EBT Dikritik: Belum Move On dari Sumber Energi Fosil | Narasi Newsroom [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=uhzM4A1U66U
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H