Mohon tunggu...
Salsabila Dyan
Salsabila Dyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/PKN STAN

Saya suka bermain duo lingo dan saya ambiviert

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengupas Percepatan Restitusi Pajak : Apakah Benar Menguntungkan Wajib Pajak?

29 Desember 2023   10:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   10:41 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak memiliki porsi besar dalam mendorong kemajuan bangsa. Dalam APBN tahun 2024, pemerintah sudah mencanangkan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.988,9 Triliun yang artinya tumbuh sebesar 9,4% dari tahun sebelumnya. Dalam mencapai tujuan tersebut tentunya terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah permasalahan compliance cost.

Compliance cost merujuk pada suatu nominal tertentu yang harus dibayar wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Biaya ini antara lain untuk menyetorkan pajak, malaporkan SPT, sampai membayar honor konsultan pajak. Compliance cost ini sudah menurun secara signifikan sejak Dirjen Pajak mengubah proses bisnisnya secara elektronik. 

Namun, ada permasalahan lain yang masih perlu diperhatikan terkait dengan post-compliance cost atau biaya yang harus dibayar wajib pajak setelah pembayaran pajak. Salah satu permasalahan tersebut adalah panjangnya proses restitusi atau pengembalian lebih bayar pajak.

Status SPT lebih bayar terjadi ketika pajak terutang untuk suatu tahun pajak memiliki Jumlah yang lebih kecil daripada kredit pajaknya. Dengan begitu, wajib pajak dapat menerima kembali lebih bayarnya dengan jalur restitusi.

Menurut Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan, restitusi pajak dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pemeriksaan sesuai Pasal 17B atau penelitian sesuai Pasal 17D. 

Pemeriksaan berdasar pasal 1 poin 25 UU KUP adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan penelitian berdasar pasal 1 poin 25 UU KUP adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Permasalahan yang kerap ditemui dalam restitusi adalah menumpuknya kasus dengan proses pemeriksaan (17B) yang memakan waktu hingga 12 bulan. Untuk meningkatkan efisiensi proses bisnis, Direktur Jenderal Pajak meluncurkan PER-5/PJ/2023 terkait Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pada 9 Mei 2023. Regulasi ini mempermudah pengembalian pendahuluan lebih bayar untuk SPT Pajak Penghasilan wajib pajak perorangan dengan nominal sampai Rp100 juta hanya dalam 15 hari saja.

Alur pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan mekanisme percepatan adalah sebagai berikut. Pertama, wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak. Selanjutnya, DJP akan melakukan penelitian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018. Kedua, apabila ditemukan lebih bayar dalam SPT maka DJP akan menindaklanjuti dengan ketentuan pasal 17D UU KUP. Ketiga, DJP menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dan meminta wajib pajak menyampaikan rekening dalam negeri untuk mengembalikan lebih bayar pajak. Proses tersebut berlangsung dalam lima hari kerja sejak SPT disampaikan secara lengkap. Keempat, DJP menerbitkan SKPPKP paling lama 15 (lima belas) hari kerja.

Wajib pajak yang mengajukan restitusi dengan pemeriksaan (Pasal 17B) atau penelitian (Pasal 17D) akan diproses secara default dengan Pasal 17D. Namun, hal ini tidak menutup kesempatan bagi wajib pajak untuk menghendaki proses pemeriksaan. Wajib pajak dapat menyatakan ketidaksetujuan atas tindak lanjut dengan pasal 17D sesuai Pasal 2 ayat 7 PER-5/PJ/2023. Tanggapan tersebut harus disampaikan sebelum dirjen pajak menerbitkan SKPPKP. Atas ketidaksetujuan tersebut, Dirjen Pajak akan melakukan proses restitusi dengan pasal 17B UU KUP.

Sesuai ketentuan, apabila di kemudian hari ditemukan kurang bayar dalam SPT pajak yang telah diterbitkan SKPPKP, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi sebesar 100%.  PER-5/PJ/2023 merelaksasi sanksi tersebut dengan mekanisme pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP sehingga sanksi yang dikenakan hanya sebesar pasal 13 ayat 2 UU KUP saja. Sanksi ini merupakan Jumlah sanksi bunga bulanan yang didasarkan pada suku bunga acuan ditambah dengan uplift factor sebesar 15% untuk maksimal 24 bulan.

Setelah peluncuran PER 05 ini, Direktorat Jenderal Pajak menerima permohonan restitusi dari 21.285 wajib pajak perorangan yang memiliki lebih bayar maksimal Rp100 juta dengan total Rp89 miliar. Dari 21.285 permohonan WP OP tersebut, 18.398 telah diselesaikan dengan total Rp 79 miliar. Sampai pada 24 November 2023, DJP telah menerbitkan 8000 Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).

Menurut hemat penulis, Peluncuran PER 5/JP/2023 yang merupakan produk hukum dibawah UU KUP ini telah mendorong kemudahan untuk kedua belah pihak, baik bagi wajib pajak maupun fiskus. 

Dari sisi wajib pajak, percepatan pengembalian lebih bayar ini dapat mendorong WP OP untuk menjaga cashflow dan melakukan ekspansi bisnis. Selain itu, pengurangan bunga yang dikenakan apabila ditemukan kurang bayar pada SKPPKP dapat mengurangi biaya admnistrasi yang merupakan compliance cost. 

Selanjutnya dari sisi fiskus, percepatan pengembalian lebih bayar dapat mempermudah fiskus untuk menyaring kembali apakah suatu kasus lebih bayar harus diproses secara pemeriksaan atau penelitian. PER 5/JP/2023 juga mengurangi tunggakan pemeriksaan sehingga fiskus dapat meningkatkan efisiensi kinerja.

Dengan begitu, PER 5/JP/2023 telah mempermudah salah satu permasalahan praktik seputar Undang Undang Ketentuan Umum Pepajakan. Produk hukum tersebut disambut oleh berbagai pihak karena mendorong layanan restusi yang lebih sederhana, mudah, dan cepat. Selain itu, proses yang dikehendaki oleh peraturan tersebut mendorong proses bisnis yang less intervention dan less face to face sehingga mampu meningkatkan fleksibilitas dalam ranah perpajakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun