Mohon tunggu...
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I'm a Political Science Student at Udayana University. I have big interests with Post Studies notably Post Colonial Studies, Global South Studies, Technology Studies, Geopolitics, and Feminist Studies. And also, i'm interest with Ecologies Studies especially related with Third World countries

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Separatisme Minoritas Muslim Pattani di Thailand: Studi Teori Hegemoni Antonio Gramsci

22 Januari 2024   17:19 Diperbarui: 22 Januari 2024   17:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada saat yang sama, pemerintah Thailand terus berusaha untuk menjaga supremasi budaya Thai dan integritas wilayahnya. Untuk menghentikan gerakan separatisme, kekuatan politik, kontrol media, dan teknik keamanan yang keras digunakan. Dalam analisis yang lebih luas, teori Hegemoni Gramsci menunjukkan betapa pentingnya konflik politik untuk membentuk dinamika sosial, di mana perjuangan politik mencakup pertempuran fisik selain pertempuran ideologis, identitas, dan kekuasaan. Ini menunjukkan bahwa perubahan hegemoni di ruang politik dan budaya dapat menjadi bagian penting dari upaya perubahan sosial. Salah satu elemen penting dalam penyelesaian konflik Pattani adalah pengakuan terhadap pluralitas budaya, mengakui identitas lokal, dan mendukung keadilan sosial. Dalam menangani konflik dan ketidaksepakatan, pendekatan yang memberdayakan dan inklusif yang mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal mungkin lebih berhasil.

Sebuah gerakan separatis di Pattani, Thailand, telah dikaitkan dengan berbagai peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata yang berusaha memisahkan wilayah itu dari pemerintah Thailand. Konflik ini telah berlangsung selama beberapa dekade dan memiliki hubungan yang kompleks dengan diskriminasi lokal terhadap kebijakan pemerintah Thailand. Salah satu faktor pendorong utama gerakan separatisme adalah rasa diskriminasi yang dirasakan oleh komunitas Muslim Malay di selatan Thailand. Mereka merasa diabaikan oleh pemerintah pusat yang didominasi oleh mayoritas etnis Thai-Buddha dalam hal pembangunan ekonomi, peluang pendidikan, dan pembagian sumber daya. Penduduk lokal sangat tidak puas dengan kebijakan-kebijakan tersebut.

Serangkaian serangan terhadap pemerintah, penegak hukum, dan warga sipil Thai-Buddha telah dilakukan oleh kelompok bersenjata separatis, termasuk Barisan Pembebasan Nasional Pattani (BRN) dan kelompok lainnya. Dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan separatisme, mereka menggunakan taktik kekerasan seperti pengeboman, serangan bersenjata, dan pembunuhan.

Pemerintah Thailand telah mengambil tindakan tegas terhadap tindakan ini. Pemerintah menanggapi serangan-serangan tersebut dengan melakukan operasi militer yang intensif, meningkatkan kehadiran militer di wilayah selatan, dan kadang-kadang menggunakan kekerasan melampaui batas untuk memerangi kelompok separatis. Namun, tanggapan tegas pemerintah telah mendapat kritik dari banyak pihak karena pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan tuduhan bahwa tidak ada proses hukum yang adil terhadap warga sipil yang diduga terlibat atau terkait dengan gerakan separatisme. Terdapat hubungan yang kompleks antara diskriminasi yang dirasakan masyarakat Pattani dan aktivitas teroris. Meskipun kelompok separatis menggunakan kekerasan dalam upaya mereka untuk memisahkan wilayah tersebut dari Thailand, dorongan mereka juga berasal dari keinginan untuk memperoleh pengakuan ekonomi, politik, dan budaya dari pemerintah pusat yang telah diabaikan.

Di Pattani, Thailand, gerakan separatisme telah menyebabkan konflik yang rumit dengan pemerintah pusat. Dalam konteks ini, terorisme adalah salah satu cara perlawanan bersenjata terhadap hegemoni budaya dan politik yang diterapkan pemerintah Thailand. Diskriminasi yang telah lama dirasakan oleh penduduk lokal di wilayah tersebut adalah faktor lain yang memengaruhi konflik ini. Pemerintah Thailand telah mendiskriminasi masyarakat Pattani sejak lama. Mayoritas orang di wilayah tersebut adalah Muslim Malay, tetapi mayoritas orang di pemerintah pusat Thailand adalah Thai-Buddha. Kebutuhan dan hak-hak masyarakat lokal telah diabaikan oleh kebijakan pemerintah Thailand dalam hal bahasa, pendidikan, agama, dan kebijakan ekonomi, yang menyebabkan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang signifikan.

Penduduk Pattani mengalami diskriminasi sistemik dalam berbagai hal, seperti ketidakadilan sistem hukum, peluang ekonomi yang adil, dan akses pendidikan yang layak. Ketidaksetaraan ini menimbulkan ketegangan sosial yang dalam, yang kemudian menjadi faktor pendorong utama gerakan separatis Pattani. Kekerasan adalah sarana utama dalam gerakan separatis yang dilakukan oleh kelompok bersenjata seperti Barisan Pembebasan Nasional Pattani (BRN) dan kelompok lain. Gerakan ini menggunakan serangan bom, serangan bersenjata, dan upaya lain untuk menimbulkan kekacauan.

Namun, ada beberapa komunitas Pattani yang menentang tindakan terorisme ini. Banyak orang lebih suka pemisahan secara damai, otonomi politik dan budaya yang diakui, dan transformasi struktural yang adil dan inklusif.

Jadi, gerakan separatisme dan terorisme di Pattani adalah hasil dari konflik lama yang disebabkan oleh diskriminasi sistemik yang dirasakan masyarakat lokal. Pemerintah Thailand harus mengambil pendekatan yang lebih inklusif dan adil, mendengarkan aspirasi orang Pattani, dan membuat solusi politik yang mempertimbangkan keberagaman budaya dan memberikan keadilan sosial tanpa diskriminasi kepada semua orang di Thailand. Untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lama ini, penyelesaian yang damai dan berkelanjutan sangat penting.

Daftar Pustaka

Arismunandar, A., Afriantoni, A., & Asmuni, A. (2019). Melayu Pattani Thailand: Muslim minority religion expression in the middle of non Muslim majority. Journal of Malay Islamic Studies, 3(1), 63-74.

CIVIL SOCIETY & ETHNIC CONFLICT - A Comparative Case Analysis of Civil Society & Ethnic Conflict in Thailand & Malaysia Authors: Pierre Nikolov, Daniel Sem

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun