Mohon tunggu...
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I'm a Political Science Student at Udayana University. I have big interests with Post Studies notably Post Colonial Studies, Global South Studies, Technology Studies, Geopolitics, and Feminist Studies. And also, i'm interest with Ecologies Studies especially related with Third World countries

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Separatisme Minoritas Muslim Pattani di Thailand: Studi Teori Hegemoni Antonio Gramsci

22 Januari 2024   17:19 Diperbarui: 22 Januari 2024   17:20 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tulisan ini akan menjelaskan tentang Gerakan separatisme terhadap minoritas muslim di Thailand. Muslim Pattani merupakan golongan muslim melayu yang tinggal di Selatan Thailand, yaitu di Provinsi Pattani, Yala, dan Narathiwat. Jumlah populasi muslim melayu yang tinggal di sana mencapai 80 persen yang membuat dimensi kehidupan di Thailand Selatan memiliki karakteristik yang berbeda dibanding wilayah lain di Thailand yang dihuni oleh mayoritas etnis Thai dan beragama Buddha. Ketiga Provinsi tersebut dianggap memiliki ikatan historis melayu yang sangat kuat sehingga dalam praktiknya tata kehidupan sosial dan religi Masyarakat Pattani memiliki perbedaan fundamental dengan bangsa Thai.

Sebagai salah satu minoritas terbesar kedua setelah etnis China, kelompok muslim Pattani sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah Thailand dalam aspek social dan urusan politik. Sejarahnya, sejak abad ke-12 Agama Islam mulai masuk ke daerah Pattani dan kemudian diadopsi oleh Masyarakat sekitar dan menjadi agama oleh mayoritas populasi di sana. Pattani kemudian masuk dan terintegrasi ke dalam wilayah Kerajaan Pattani Pattani, seiring berkembangnya waktu Pattani masuk sebuah wilayah yang saat ini menjadi bagian dari Thailand selatan, memiliki sejarah yang kaya dan kompleks dalam hal integrasinya ke dalam wilayah Kerajaan Siam (sekarang dikenal sebagai Thailand). Wilayah ini memiliki sejarah yang panjang sebagai sebuah kerajaan yang mandiri sebelum akhirnya menjadi bagian dari Siam.

Meskipun menjadi bagian dari Kerajaan Siam, Pattani tetap mempertahankan identitas, budaya, dan agama Islam yang kuat. Pemerintah Siam pada masa itu membiarkan Pattani mempertahankan otonomi dalam hal urusan lokal, termasuk sistem pemerintahan dan hukum Islam.

Namun, seiring berjalannya waktu, terutama pada abad ke-20, kebijakan sentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat Thailand cenderung mengurangi otonomi yang telah diberikan kepada wilayah-wilayah seperti Pattani. Hal ini menciptakan ketegangan politik, sosial, dan budaya di antara penduduk Muslim di wilayah tersebut dengan pemerintah pusat di Bangkok.

Sejak terintegrasi ke dalam wilayah Siam atau yang sekarang dikenal dengan nama Thailand, kelompok muslim Pattani mulai kehilangan kultur mereka akibat adanya kebijakan asimilasi yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand. Asimilasi yang dilakukan bersifat penetrasi yang dipaksakan sehingga menimbulkan pergolakan oleh kelompok Pattani. Menurut Soebandi (2011;40) Resistansi yang paling kuat yang dilakukan oleh pemerintah Thailand yakni ketika berusaha menghancurkan kekuatan struktur lokal yang dianggap oleh Masyarakat Pattani sebagai asimilasi yang menghancurkan dan membahayakan islam serta budaya melayu. Penghapusan ponoh atau pondok, sekolah keagamaan, adalah salah satu sumber resistensi terhadap pemerintah nasional Thailand. Ponoh adalah lembaga penting yang mempertahankan identitas bangsa. Kepala guru atau disebut sebagai Tok Guru menjadi pemimpin komunitas secara faktual, menjaga keyakinan, dan mengangkat identitas Melayu ketika penguasa Thai mengganti elit tradisional dengan orang Budha beretniskan Thai. Hasilnya, muncul organisasi gerakan orang Pattani seperti PULO (Pattani United Liberation Organization) dan BRN, munculnya gerakan perlawanan yang mengusung identitas politik yang bertentangan dengan pemerintah Budha Thailand mengakibatkan efek domino berkepanjangan akibat keinginan kelompok Pattani untuk memerdekakan diri dari wilayah territorial Thailand.

Pemerintahan Thailand sering menggambarkan Thai Muslim, atau lebih dikenal sebagai Muslim Patani, sebagai kelompok Muslim yang sering melakukan gerakan perlawanan bersenjata serta menentang sikap dan perlakuan diskriminatif pemerintah Thailand. Berita media juga menggambarkan kekerasan yang sering terjadi dan diwarnai dengan aksi balas dendam, yang mengakibatkan banyak korban, baik dari komunitas Muslim maupun dari masyarakat Thai.

Isi

Tulisan ini mencoba untuk melihat kasus Gerakan Separatisme Pattani ini melalui konsep dan Teori Hegemoni yang diperkenalkan oleh Antonio Gramsci dapat memberikan wawasan yang penting terkait gerakan separatisme di Pattani, Thailand, terutama dalam konteks upaya pemerintah Thailand untuk memaksa wilayah ini untuk mengikuti budaya Thai. Pattani, bersama dengan wilayah-wilayah di selatan Thailand, telah mengalami ketegangan sejarah antara pemerintah pusat yang didominasi oleh mayoritas etnis Thai-Buddha dan penduduk lokal yang mayoritas adalah Muslim Malay. Konflik ini tercermin dalam upaya pemerintah Thailand untuk memaksakan budaya Thai dan identitas Thai-Buddha ke wilayah Pattani melalui berbagai kebijakan yang bersifat memaksa dan berpengaruh terhadap keutuhan kultur Islam Melayu yang menjadi karakteristik mereka. Dalam teori Hegemoni Gramsci, konsep utama adalah hegemoni, yang mengacu pada dominasi kelompok atau kelas tertentu atas kelompok lain melalui penguasaan budaya, politik, dan institusional. Penguasaan ini tanpa sadar akan menarik orang lain untuk masuk ke dalam hegemoni tersebut sehingga menormalisasi bentuk hegemoni tersebut dengan menumbuhkan kesadaran palsu ke masyarakat.

Pemerintah Thailand menggunakan hegemoni untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan membuat budaya Thai menjadi norma di wilayah Pattani. Ini dilakukan dengan berbagai strategi, seperti penggunaan bahasa Thai di sekolah, promosi agama Buddha, dan penekanan pada identitas Thai. Ini dilakukan untuk menguasai wilayah tersebut, menghilangkan identitas lokal, dan membatasi kebebasan mereka untuk beragama dan berbudaya. Namun, dominasi dalam teori Hegemoni tidak stabil. Gramsci menekankan bahwa kelompok yang dikuasai tidak hanya menerima hegemoni secara pasif dari kelompok yang mengontrol mereka. Mereka juga memiliki kemampuan untuk melawan hegemoni.

Ada kemungkinan bahwa gerakan separatisme Pattani adalah reaksi terhadap dominasi pemerintah Thailand. Untuk menghindari upaya pemerintah untuk memaksa budaya Thai, kelompok separatis berusaha mempertahankan identitas dan kebebasan budaya mereka. Mereka menuntut otonomi budaya dan politik, menentang dominasi pemerintah pusat, dan berjuang untuk pengakuan identitas yang berbeda. Dengan mempertimbangkan teori Hegemoni Gramsci tentang gerakan separatisme di Pattani, Thailand, penting untuk memahami bahwa konflik ini juga menunjukkan dinamika sosial yang lebih kompleks, yang mencakup elemen historis, ekonomi, dan politik..

Sejarah Pattani penuh dengan identitas budaya yang berbeda dari mayoritas Thai-Buddha di seluruh Thailand. Di bawah pemerintahan sentral, kekuatan ekonomi, politik, dan sosial di wilayah ini telah merasakan ketidaksetaraan dalam pembagian sumber daya dan kesempatan. Pemerintah pusat Thailand sering mengabaikan kemajuan dan kesejahteraan wilayah selatan, yang menyebabkan ketidakpuasan rakyat. Dalam perspektif Hegemoni Gramsci, konflik ini dapat digambarkan sebagai perjuangan untuk mendapatkan hegemoni alternatif. Tujuan gerakan separatisme Pattani adalah untuk menciptakan identitas budaya dan politik yang lebih inklusif yang menerima dan menghargai identitas lokal sambil menantang dominasi pemerintah pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun