Waktu pun berlalu hingga beberapa minggu, akhirnya Mensesneg Pratikno menghubungi NDI untuk minta nomor kontaknya AT karena AT akan diangkat jadi Menteri ESDM 5 hari lagi pada acara reshuffle jilid 2 itu. Pratikno pun menghubungi AT dan mengundangnya untuk datang di Jakarta Rabu 27 Juli 2016 karena akan dilantik sebagai Menteri ESDM.
Dalam waktu yang mepet itu, AT pontang-panting menyelesaikan segala urusan pekerjaan di Houston, termasuk masalah keluarganya, mengurusi kepindahan sekolah anak-anaknya, benar-benar membuat AT sibuk setengah mati, karena anaknya semula menolak, tapi AT memberi pengertian kalau Daddy dibutuhkan negara itu harus mau, soalnya dulu yang membiayai sekolah juga negara. Dengan pengertian tersebut sang anak luluh dan bersedia pindah ke Indonesia.
Kita sudah tahu semua cerita selanjutnya, AT hanya menjadi Menteri ESDM selama 20 hari karena soal kewarganegaraan gandanya. Apakah kita akan tetap menyalahkan AT karena tidak jujur dalam hal kewarganegaraannya itu?
Boleh saja menyalahkan AT soal ketidakjujurannya, tapi belum tentu AT tidak jujur soal itu. AT bukan seorang politikus melainkan ilmuwan yang kadang tidak memperhatikan soal itu dalam persyaratannya. Kesalahan Administrasi ini bisa jadi kesalahan fatal dari Negara, pihak pembantu Presiden yang tidak teliti dan hati-hati dalam meneliti persyaratan yang diperlukan untuk menjadi seorang Menteri. Bahkan kalau AT dituduh sebagai mata-mata Amerika, apakah BIN tidak menyadarinya? AT menetap di Amerika selama 20 tahun mungkinkah bisa lepas dari penyelidikan BIN?
Keteledoran BIN inilah yang membuat Sutiyoso dicopot dari kedudukannya sebagai Kepala BIN karena berperan melakukan kesalahan yang cukup fatal. Bagaimana dengan pembantu Presiden lainnya yang tidak teliti dan hati-hati itu? Yang jelas mereka dalam radar pengawasan yang lebih ketat.
Yang jelas walau AT sudah menetap di Amerika selama 20 tahun namun tidak pernah sekalipun melepaskan kewarganegaraan Indonesia!
Jebakan Betmen
Sebenarnya kasus AT ini tidak akan membesar kalau saja salah satu pembantu presiden tidak menyerahkan bukti kewarganegaraan AT yang dikirim "intel" Amerika itu kepada pihak ketiga, bahkan menyuruhnya untuk menyebarkannya lewat sosial media. Sebagai pembantu Presiden, bila ingin diselesaikan tanpa kegaduhan, bukti itu mestinya diserahkan dulu kepada Presiden, biar Presiden mengambil langkah-langkah berikutnya. Tapi karena ada kepentingan dari pembantu Presiden dengan posisi Menteri ESDM itulah yang membuatnya bertindak membuat kegaduhan. Singkatnya, mereka berdiri di dua kaki, kepentingan partai dan mafia migas.
Bahkan Menkumham pun turut memperkeruh suasana dengan "Jebakan Betmen" dibalik pasal-pasal hukum yang diketahuinya, dengan catatan AT diberhentikan dulu. Point pentingnya, mereka berkolaborasi memojokkan Presiden untuk memberhentikan AT secepatnya. Penafsiran pasal 23 itulah yang menjadi salah satu point kegaduhan Archandra Tahar. Dan Menkumham menggunakan pasal 30 UU Kewarganegaraan untuk menambah kegaduhan persoalan itu. Dan AT menjadi stateless akibat dari benturan 2 pasal tersebut.
Bahkan ada opsi agar AT diberikan jabatan lain yang sesuai dengan kepakarannya, inilah salah satu jurus jebakan betmen yang berusaha disodorkan kepada Presiden.