Indonesia yang kaya raya bumi dan lautnya ini sudah dikuasai mafia puluhan tahun lamanya secara diam-diam dan penuh intrik politik kongkalikong, akibatnya Indonesia semakin banyak utangnya dan terus berjuang melawan dirinya sendiri, dalam arti pejabat jujur disingkirkan, yang pro asing terus diberi kekuasaan. Hampir sama dengan politik pecah belah ala Belanda namun dalam suasana yang penuh slogan kemerdekaan dan kegembiraan sebagian.
Setelah 70 tahun lamanya berjuang menimbun utang dengan hasil untuk rakyatnya minimal, kini ada presiden baru yang menggebrak tatanan yang sudah mapan di era Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi kebablasan itu dengan sistem yang sesuai dengan rel yang sudah dijabarkan dalam undang-undang dasar 1945 dengan landasan Pancasila itu, namun mendapat tantangan dari para mafia di segala lini, yang berusaha menjegal dengan berbagai rekayasa liciknya dalam banyak komoditas.
Dengan kabinet kerjanya, Presiden Jokowi berharap para menterinya jangan hanya membuat ide, ide, ide saja tapi harus kerja, kerja, kerja menyelesaikan semua permasalahan dengan terkoordinasi dan cepat, bukannya malah membuat gaduh yang menghambat kinerja kabinetnya. Makanya menteri yang hanya bisa koar-koar ide doang tanpa gebrakan kerja yang jelas akhirnya diganti, diganti, diganti untuk mendapatkan pembantu yang tepat.
Sebelum Arcandra Taher dibidik mafia, sebenarnya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah terlebih dahulu menerima banyak ancaman. Hal itu diutarakan Presiden Jokowi saat mengundang beberapa Kompasianer (termasuk saya) untuk makan siang di Istana Negara dalam kloter pertama acara rutin tersebut. Dalam kesempatan tersebut disampaikan betapa Menteri Susi gentar mendapat tugas menghajar para bajak laut di perairan Indonesia itu.
"Apa yang bu Susi takutkan, ini perintah Presiden, saya akan berikan pengawalan 24 jam penuh bila Ibu merasa takut!"
Setelah mendapat kepastian tegas itu, Susi Pudjiastuti pun makin menggila. Hasilnya semakin banyak kapal asing ditenggelamkan karena ketahuan mencuri ikan di perairan Indonesia, walau yang ditargetkan presiden belum terpenuhi, karena Susi sudah kesulitan mencari kapal yang akan ditenggelamkan itu. Wanita bertato dan perokok itu pun membuat bergidik para bajak laut yang ingin memasuki daerah kekuasaannya Susi Pudjiastuti similikithi itu.
Para mafia ilegal fishing di seluruh dunia berunding ingin balas dendam pada Susi, tapi dengan cara apa agar lebih cepat menumbangkan Ibu Susi? Dengan cara kekerasan, jelas mereka akan menghadapi TNI AL dengan 221 unit kapal perangnya itu. Paling mudah dan klasik untuk membuat seorang penguasa bertekuk lutut dengan cara menyuap, cara itulah yang mereka lakukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan itu.
Ternyata Susi Pudjiastuti ditawari duit 5 Triliun rupiah agar mau mundur jadi menteri di kabinetnya Jokowi ini. Tentu saja itu uang yang sangat menggiurkan, dan berapa gaji menteri bila dikumpulkan selama 5 tahun? Tentu tak akan terkumpul senilai itu. Dan media kampret pun menggoreng wacana Susi akan mundur dari kabinet agar menjadi bola liar, nyatanya Susi lebih mencintai NKRI Raya daripada melacurkan diri demi 5 Trilliun rupiah itu!Â
Dan yang lebih penting kekayaan laut Indonesia yang jumlahnya ribuan triliun itu tetap dijaga Menteri Susi untuk bisa diwariskan ke anak cucu rakyat Indonesia. 5 Trilliun ternyata angka yang kecil bila melihat kekayaan lautan kita ini hingga para mafia ilegal fishing berani membayar sebesar itu, karena mereka tahu hasil yang didapatkannya.
Gagal menjegal Susi, cerita beralih ke mafia migas, yang kemarin diobrak-abrik Menteri ESDM Sudirman Said. Namun Sudirman Said masih lemah belum bisa mengatasi para mafia migas lainnya, malah terkesan melunak. Jelas ini membahayakan nasib migas Indonesia di masa depan. Mau tak mau harus diganti orang yang lebih nekat namun cerdas. Sebab sumber daya energi dan mineral yang tersimpan di bumi dan laut Indonesia itu juga menyimpan kekayaan ribuan trilyun rupiah nilainya, siapa tidak tergiur untuk menguasainya?
Dr. Arcandra Tahar, M.Sc., Ph.D. (lahir di Padang, 10 Oktober 1970; umur 45 tahun), ahli kilang lepas pantai atau offshore, President Direktur Petroneering di Houston, pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika dan offshore, menerima gelar Bachelor of Science di bidang Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung, Indonesia, lulusan Ocean Engineering dari Texas A & M Universitas pada tahun 2001 dengan gelar Master of Science and Doctor of Philosophy degrees in Ocean Engineering.Â