Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Waspadalah dengan Silent Reader di Kompasiana

27 November 2012   18:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:35 2553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemeriahan Kompasianival 2012 masih lekat terbayang di depan mataku, dekapan yang paling erat masih terasakan, betapa ketatnya Hazmi Srondol yang pake ciri khas blangkon itu memelukku ketika tahu terpilih jadi Kompasianer Terfavorite 2012. Betapa jabat erat kuat bro Arrie Budiman La Edde sesaat setelah turun dari panggung sambil memelukku dan diikuti salaman lagi dengan Pierre Barutu.

Dan dua kali saya bisa berjabat erat dengan Kompasianer yang banyak memotivasi dari artikel-artikelnya yang sarat dengan filsafat kehidupan itu, sebelum dan sesudah dari panggung saya disamperin mbak Arimbi Bimoseno yang manis itu. Benar kata sahabat pesbukku, yang pernah mengatakan kalau mbak Arimbi itu manis tapi pendiam. Dia naksir, sayang yang ditaksir diam saja, untung beliau tidak tinggal diam sama Tantenya ini, mau menghampiri dan menjabatku dengan hangat. Kini saya percaya apa kata sobatku itu, mbak Arimbi memang manis, apalagi kalau tersenyum, wow bisa koprol tuh kalau sahabatku tahu. Ya temu Kompasianer di acara itu memang penuh dengan jabat erat, salam-salaman ala pak Thamrin Dahlan, rasa penasaran tertumpahkan dalam tawa riang penuh canda. Namun ada yang hilang tapi tak terasakan, mereka yang membaca tulisan-tulisan kita dengan diam-diam dan mampu menaikkan ratingnya.

Silent Reader, demikianlah semua blogger menyebutnya. Ia hanyalah SESEORANG tapi bisa menjadi banyak orang tapi tetap ia datang dengan diam-diam menikmati sajian yang kita hidangkan. Banyak yang diam saja tanpa meninggalkan jejak di artikel kita, baik vote maupun komentar. Bahkan ada yang begitu fanatik dengan kita, selalu mencari tulisannya bila sedang online tanpa kita tahu kehadirannya.

Penulis mana yang tidak senang bila artikelnya dibaca beratus-ratus pembaca, bahkan bisa sampai ribuan? Kompasiner mana yang tidak suka bila dikomentari banyak pembacanya? Barangkali komentar terbanyak di Kompasiana berada di kisaran 500 komentar, itu saja kalau terjadi DEBAT SERU. Tapi riil komentar cukup banyak biasanya berkisar 200 komentar, kalau sang penulis menjawab satu persatu jadi 400 komentarnya. Kalau ngobrolnya panjang karena reunian, bisa ratusan juga, walau yang komentar itu-itu saja.

Yang jelas jumlah Silent Reader LEBIH BANYAK dari komentar yang ada, itulah yang sering terjadi. Dan banyak alasan yang membuat mereka memilih jadi Silent Reader, kita tidak bisa menyalahkan pilihannya. Di Kompasiana ini jumlah Silent Reader lebih banyak dari jumlah penulisnya, dan sudah selayaknya kita mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang diam-diam membaca karya kita di sini. Bahkan kalau Anda bernasib baik, bisa mempunyai PELANGGAN BESAR dari kumpulan Silent Reader ini. Saya sendiri cukup beruntung mempunyai pelanggan besar yang tak mau disebutkan namanya, sebab beliau lebih suka menjadi Silent Reader tanpa verifikasi akunnya, tanpa menulis satu pun artikel, bahkan tidak pernah berkomentar, namun beliau banyak tahu nama-nama Kompasianer yang silih berganti mengisi website ini.

Sekali lagi saya beruntung ada Silent Reader di Kompasiana ini yang menyukai artikel-artikel saya. Saya tahu keberadaannya setelah berkomunikasi lewat inbox dan berlanjut lewat HP hingga kini.Yang lebih mengejutkan, saking bahagianya setelah membaca tulisan saya, beliau minta nomer rekeningku.Setelah meyakinkanku, saya pun memberikan nomer rekeningnya. Apa yang terjadi?

Mungkin Anda perlu mengirim tulisan ke Freez dan dimuat 10 sampai 20 kali, saya cuma satu artikel, nilai honornya akan sama! Maka saya menyebut beliau adalah PELANGGAN BESAR tulisan-tulisanku, kalau lagi beruntung dan pas ada rejeki beliau begitu murah hati mengirimiku setelah membaca salah satu tulisanku dan mengabarkannya lewat SMS. Jadi jangan risau ketika tidak mampu menembus Freez edisi cetak yang disisipkan di koran Kompas itu, teruslah menulis walau sangat sederhana dan jauh dari kriteria sebuah tulisan. Siapa tahu ada Silent Reader yang mendaftarkan diri sebagai pelanggan besar Anda di Kompasiana ini. Saya sudah membuktikan dan merasakan sensasinya, dari mulai cindera mata hingga rupiah datang dengan tak terduga. Namun jangan melupakan, ada juga Kompasianer yang memilih jadi Silent Reader namun bukan dari kalangan "atas" juga menjadi pelanggan setia tulisan kita. Bahkan ada Kompasianer Silent Reader yang butuh uluran tangan kita, kalau kita bisa mengendus dan mengetahui keberadaannya, jangan ragu-ragu untuk memikirkannya. Nanti saya akan menceritakan dalam sambungan tulisan serial Kompasianival 2012 ini. Sekali lagi, terima kasih buat para sahabat Silent Reader yang rela meluangkan waktu berkunjung ke tulisan kita, keberadaan Anda sangat berarti dan PENTING SEKALI dalam menaikkan statistik tulisan kita.

(Bersambung)

Illustrasi :  Yusuf Dwiyono, Dwiki Setiawan, Desa Rangkat, Dian Kelana

Tulisan Kompasianival 2012 sebelumnya :

1. Ucapan Terima Kasih Paling Indah di Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun