Semestinya tokoh-tokoh senior yang berkecimpung dalam dunia politik itu memahami dengan benar ungkapan Ki Hajar Dewantara “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”, yang artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun kehendak, dari belakang turut memberi daya atau semangat.
Sifat dan sikap-sikap demikianlah yang seharusnya tertanam dalam diri seorang politikus atau pemimpin, pemuka masyarakat, orang tua, terlebih guru. Tapi apa yang sering terjadi, mereka tak melakukan teladan dengan mengadopsi ucapan Ki Hajar Dewantara dengan baik. Kemenangan Jokowi Ahok sudah jelas, 2 kali putaran menang cukup telak tanpa perlu kampanye bernuansa SARA, ini sudah bukti bahwa rakyat kita SUDAH MUAK dengan black campaign yang menjurus ke fitnah dan adu domba belaka, cara-cara Setan selalu digunakan oleh mereka yang mengaku beragama, sungguh mengenaskan.
Sinisnya Amien Rais Simak saja pernyataan SINIS si Amien Rais yang mengatakan : “Saya ini orang Solo. Ini yang saya heran, kalau Solo itu menjadi kota terbaik atau Walikota-nya menjadi terbaik, berarti saya gagal memahami hal itu. Saya sudah melakukan perjalanan ke banyak kota setaraf Solo, seperti di Timur Tengah, Eropa Timur, Eropa Barat, Rusia, Amerika dan Australia,” papar Amien. Betul pak Amien Rais, Anda memang SERING GAGAL MEMAHAMI banyak hal hingga tidak tahu ada kemajuan di kotanya sendiri. Beginikah cara pandang seorang tokoh reformasi, yang diam tak ada aksinya sama sekali ketika duduk sebagai ketua MPR RI dulu? Rumput tetangga lebih hijau dibandingkan rumput sendiri, seperti itulah cara Amin Rais memandang kotanya, apa karena beliau SUDAH UZUR hingga pandangannya LAMUR BLABUR?
Illustasi : ciricara.com,Facebook.com “Solo itu masih agak kumuh, agak gelap, agak miskin. Sebenarnya saya tidak boleh mengungkap hal ini karena masa kampanye sudah lewat. Tetapi karena anda tanya, ya saya jawab saja. Saya tegaskan Solo itu angka kemiskinannya tertinggi di Jawa Tengah,” cetusnya. Saya maklum kalau Amien Rais berusaha keras mengesampingkan prestasi Jokowi dalam mengelola kota Solo, bahkan cenderung menjelek-jelekkan Jokowi dan kotanya sendiri tanpa data yang pasti, sebab si Amien ini kan koalisinya Demokrat dan Foke, jadi harus gembar-gembor berusaha keras menjatuhkan Jokowi dalam setiap kesempatan. Tapi tetap saja si Amien BUKAN SEORANG TOKOH yang patut jadi teladan sesuai ungkapan dari Ki Hajar Dewantara itu. Amien Rais tokoh reformis yang GAGAL dan salah memberikan dukungan, apalagi pernyataannya ibarat ESUK DHELE SORE TEMPE sudah banyak diketahui umum alias PLIN-PLAN plintat plintut atau TEMBUNGE MENCLA-MENCLE. Kalau orang cerdas yang harus dijadikan pembanding adalah “Solo sebelum Jokowi memerintah” dengan “Solo setelah Jokowi memerintah”, bagaimana tingkat kemajuannya. Pak Amien yang terhormat tanpa mengurangi rasa hormat,ngomentarin kekurangan orang memang mudah,sebaiknya Anda koreksi diri sendiri dulu, sebab terlalu banyak ngomong membuat Anda terlihat tidak berisi. Apa karena faktor UMUR?
Kapolri Berkumis Tebal itu Ikut Kesal Satu lagi tokoh dari kepolisian Kapolri Jendral Timur Pradopo mengatakan bahwa Jokowi tak menghargai POLRI karena menolak diberi pengawalan pengamanan dari pihak kepolisian. Kapolri juga mengatakan pengawalan pengamanan seperti vorijder dari Polri dianggap tidak merugikan, karena fungsi Polri untuk melindungi masyarakat. Ini Kapolri mau cari sensasi atau tidak mengerti apa yang dikatakannya itu? Seorang pemimpin yang ingin dekat dan membaur dengan masyarakat tak perlu memberikan kesan angker dengan pengawalan aparat berseragam seperti polisi, semua itu ada waktunya tersendiri, dimana perlu pengawalan dan tidak perlu dikawal aparat berseragam. Jangan berpikir sempit jenderal, bukannya TIDAK MENGHARGAI tapi bisa jadi takutnya malah menyusahkan to? Seharusnya tanpa perlu minta izin, kalau memang fungsi polsi MELINDUNGI MASYARAKAT, bukankah bisa langsung mengawal Jokowi tanpa harus menonjolkan diri dengan prosedur resmi? Lalu mengawal masyarakat yang bagaimana maksudnya? Masyarakat yang harus setor sejumlah biaya untuk sebuah pengawalan? Illustrasi :komisikepolisianindonesia.com
Mengenai kawalan vorijder, polisi bisa menyebar anggotanya yg tidak berseragam dan mengawasi dari dekat di radius 5-10 meter supaya beliau tetap bisa berbaur dengan warga. jangan sampai pengawalan yang berlebihan membatasi ruang gerak Jokowi. Jokowi bukan tidak menghargai bapak Kapolri tapi beliau tidak pernah merepotkan pihak lain, pernah denger cerita jokowi kasih penghargaan buat polisi yg nilang jokowi tapi tidak mau dibayar? Polisi itu dari luar kota dan tidak tahu status sosial Jokowi. Begitulah beliau selalu penuh kejutan dan tidak ingin memanfaatkan jabatan yg beliau emban. Ah pak Kapolri ini memang tak beda jauh kumisnya dengan Foke, mendingan Anda urusin SIMULATOR SIM yang kabarnya entah sampai dimana? Jangan LEBAY deh!
Illustrasi : kabarnet.wordpress.com Ruhut Sitompul Meragukan Jokowi Ahok Sementara politisi dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan : “Pak Fauzi Bowo itu pengalaman 32 tahun jadi pegawai di DKI Jakarta jadi dia pengalaman urusan seperti ini. Kalau Jokowi dan Ahok, bagaimana bisa berpengalaman KTP DKI Jakarta saja bukan.” “Tidak kebayang Jokowi-Ahok pasti tidak bisa tidur. Apa yang membuat Jokowi-Ahok sukar tidur? Karena janji pasangan ini untuk segera mengatasi kemacetan dan banjir Jakarta bukan perkara mudah.” Kata Ruhut kepada tribunnews/21/9/12. Kalau semua penduduk Jakarta berpikir seperi Ruhut Sitompul ini kapan Jakarta bisa maju? Sepertinya OPTIMISME seorang poltak tenggelam bila jagoannya keok. Makanya banyak pendukung FOKE yang BELAGU dan mengakibatkan rakyat muak untuk mendukungnya. Bang Ruhut, jangan-jangan bang Foke molor terus hingga banyak proyeknya yang macet tak segera dieksekusi dan dikawal dengan baik. Pengalaman Foke 32 tahun tak mampu mengatasi MACET dan BANJIR, apa yang tak punya pengalaman terus dianggap tidak mampu? Sekarang ini bukan zamannya PENGALAMAN tapi PEMBUKTIAN bang! Jangan meremehkan orang lain dah bang, ape abang berani nyalonin jadi Walikota atau Gubernur, bisa dipilih rakyat nggak tuh? Masalah DKI Jakarta sebenarnya bukan hanya masalah MACET dan BANJIR, melainkan BIROKRASI. Dan Jokowi adalah pakar Birokrasi. Ini yg akan pertama sekali dikerjakan Jokowi, maka masalah lainnya DIHARAPKAN akan terselesaikan dengan baik. Jokowi-Ahok sangat mewakili keheterogenan Masyarakat Jakarta. Sehingga kedepannya semua kepentingan kelompok masyarakat akan dapat terlayani. Yang jelas Jokowi dan Ahok mempunyai niat baik untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dalam memperbaharui Jakarta. Tujuan yang baik harus kita apresiasi dan dukung dengan prasangka dan niat kita yang baik pula, dan juga kita harus bersama-sama bekerja dan berusaha dengan keras dan jujur agar hasilnya menjadi baik. Selamat bekerja dan selamat berkarya Untuk Jakarta Jokowi-Ahok. Illustrasi lainnya dari : Facebook.com,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H