Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Selamet tapi Tidak Selamat

3 Januari 2013   17:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:33 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/u/prf/tyti_994998353.JPG

Setiap ada berita kecelakaan, apa yang Anda pikirkan saat itu? Barangkali gumam kita akan sama, "Kasihan." Cukupkah kita dengan  berguman demikian? Bisa jadi masih ada tanya yang lain, masih ada komentar yang lain, lebih-lebih yang kena musibah anak tokoh atau pejabat tinggi dengan rakyat biasa, bertambah panjang cerita yang tertuang. Tapi ada yang aneh bila berita kecelakaan menyangkut pejabat tinggi, asuransi dari Jasa Raharja dengan cepat diberikan dengan hitungan tidak sampai 3 hari, coba kalau yang terkena musibah rakyat biasa dengan rakyat biasa, bisa sebulan klaim baru diberikan oleh Jasa Raharja, Anda merasa heran? Padahal tidak mengherankan bukan? Ketika saya nongkrong di Rumah Turi bersama Kompasianer dari Jakarta yang datang ke Solo Hai Hai, tiba-tiba ada telpon masuk ke HP-ku, o ternyata Kompasianer cewek dari Jakarta juga sudah berada di Solo. Belum sempat tak angkat telpon sudah putus, buru-buru saya telpon balik. "Halo apa kabar mbak Tytiek?" "Baik, kok SMS saya nggak dijawab?" "Wah belum tak buka mbak!" Begitulah penyakit saya, kadang tidak buru-buru membuka SMS yang masuk, bahkan lupa kalau dapat SMS. "Maaf mbak, ternyata ada di Solo ya? Posisi dimana?" "Saya ada di Manahan nih, nggak tahu ini jalan apa, pokoknya jalan-jalan saja!" "Oh kalo gitu langsung aja ke Rumah Turi, dekat kok,naik becak saja," "Oke lah kalau begitu," dan saya memberikan ancar-ancarnya. Ternyata.....harusnya sudah sampai kok belum nyampe juga, langsung saja saya telpon, ah rupanya kesasar ampe ke Kalitan, Istananya pak Harto (mantan Presiden RI). Daripada makin jauh, karena tukang becaknya kagak tau alamat Hotel yang bernama Rumah Turi ini, saya pun menjemputnya. Ini merupakan KOPDAR pertama saya dengan Kompasianer Tytiek, dan Rumah Turi menjadi saksi betapa kami langsung akrab, dan mbak Tytiek saya kenalkan dengan pemilik Rumah Turi serta beberapa blogger yang datang pada malam itu.

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/u/prf/tyti_994998353.JPG
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/u/prf/tyti_994998353.JPG

Tytiek www.kompasiana.com/tyti

TERVERIFIKASI

Mengamati, mencerna, mem... mem... mem... lalu tiduuuuur... Kompasianer sejak: 3 October 2010

Survey ke Gunungkidul

Dan mbak Tytiek saya tawari untuk ikut kami melakukan survey ke Desa Planjan Gunung Kidul dalam rangka menindaklanjuti bantuan yang akan kami berikan. Rupanya mbak Tytiek tidak menolak, walau besok ada acara ke Yogya untuk kopdar dengan teman maya yang lain, saya pun tak keberatan untuk mengantarkan ke Yogya bila mau ikut. Pagi hari kami pun berangkat menuju Gunungkidul lewat Cawas, dan di sana kami bertemu dengan rombongan dari Klaten, Semarang, Salatiga, dengan tujuan yang sama. 4 mobil rombongan kami berjalan beriringan menembus jalan berbukit dan melingkar dengan pemandangan yang menyejukkan mata, hingga tak terasa tujuan sudah sampai. Saya sungguh terharu dengan rombongan dari Salatiga yang dipimpin bapak YE Daryono, banyak anak kecil yang ikut, rupanya mereka anak-anak asuhnya yang diasramakan di Pondok Paidia, pondok apa itu pak? "Pondok paidia bukan panti asuhan atau mengadopsi anak, tetapi merupakan rumah singgah bisa juga rumah penitipan bagi anak yg mau sekolah, tanpa pandang suku agama." Ah sungguh pekerjaan yang mulia, satu lagi saya bertemu orang yang tanpa pamrih membantu kehidupan anak-anak dari berbagai pelosok tanpa banyak bekoar di media namun bertindak nyata, walau dalam kondisi yang seadanya, toh pondok tersebut cukup layak buat anak-anak tersebut. Bahkan ada anak usia PAUD, saat masuk pondok masih berusia 6 bulan karena ditinggal ibunya pergi ke ARAB SAUDI sebagai TKW, sementara bapaknya pergi entah ke mana alias MINGGAT tak bertanggungjawab!

Keterangan Foto : Sebagian anak-anak Pondok Paidia dalam mobil yang membawanya piknik setahun sekali.  Foto paling kiri anak yang ikut ke pondok sejak usia 6 bulan.

Kedatangan mereka ke Gunungkidul memang mau piknik setahun sekali karena ada donatur yang baik hati membiayainya. Kami pun tak ragu-ragu untuk membagi bingkisan yang ada buat anak-anak itu.

Inilah salah satu bukti, TANPA PANDANG SUKU dan AGAMANYA, anak-anak Paidia itu ternyata dari berbagai kota, ada yang dari Pekalongan, Purwokerto, Semarang, Salatiga, dan lain sebagainya, berkumpul dalam persaudaraan untuk mengecap pendidikan yang layak. Dan mereka nampak akrab satu dengan lainnya, layaknya saudara kandung saja, layaknya bersama orang tuanya sendiri, punya rasa berbagi yang luar biasa antar anak satu dan lainnya, sungguh pemandangan yang mampu membuat haru bagi mereka yang tahu riwayatnya. Dan pak Daryono, Ibu Erna istrinya, pak Atang yang sering memberikan donasi, serta pak Purnomo yang sangat perduli memberikan berbagai solusi, mereka seperti keluarga besar yang penuh kasih tanpa harus berlebihan.

13572338931487281130
13572338931487281130
Keterangan Foto : Bu Slamet (kedua dari kiri) dan kedua anaknya.

Kiamat 12-12-12

Sebuah kecelakaan di Gunungkidul menjadi berita di beberapa koran daerah, mobil Avanza menabrak motor bermuatan bensin, tepatnya di Baron Km.2 Dusun Gumuk, Desa Karangrejek, Wonosari. Mobil dan sepeda motor ludes terbakar, kedua belah pihak mengalami luka bakar dan beritanya bisa di baca di sini. Membaca berita itu, tidak sekedar bergumam kasihan, tapi kami ingin tahu keluarga korban yang naik sepeda motor itu, sebab kami yakin korban yang dikabarkan kritis itu, pasti dari keluarga yang tidak berkecukupan. Dan ketika orang sibuk menuliskan tentang KIAMAT yang tidak terjadi pada tanggal 12-12-12, menjadi kiamat yang sesungguhnya bagi pengendara sepeda motor yang bernama Slamet itu, nyawanya tak tertolong, ia meninggal tepat pada tanggal tersebut. Selamet tetapi TIDAK SELAMAT, itulah yang terjadi. Saya dan beberapa teman akhirnya menemukan alamatnya di dusun Planjan, setelah di pandu pak Ngatimin seorang guru SD dan ketua RT di wilayah tersebut. Pak Slamet ternyata meninggalkan satu orang istri dan 2 orang anak, yang bungsu kelas 7 SMP, kakaknya yang bekerja jaga warung di Semarang terpaksa dipanggil pulang untuk membantu rumah. Semasa hidupnya pak Slamet mempunyai warung kelontong dan berjualan bensin eceran, ketika pulang kulakan bensin itulah musibah terjadi. Dan kini sang istri tidak mampu meneruskan warung sederhananya.

1357234044429560635
1357234044429560635
Keterangan Foto : Rumah Alm. pak Slamet tampak depan dan Kompasianer Johan sedang masuk.

Informasi yang saya peroleh lebih akurat dari teman-teman yang mewawancari keluarganya, entah mereka tidak mau berterus terang atau biar tidak kelihatan ngganggur, sang istri mengatakan pekerjaannya masih buka warung! Padahal, informasi dari beberapa tetangganya, juga dari pak RT, bu Slamet sudah tidak punya warung lagi. Ini lebih masuk akal, sebab sepeninggal pak Slamet tidak ada lagi yang bisa mencari dagangan ke kota, apalagi motor satu-satunya habis terbakar, dan bu Slamet tidak diajari cara dan tempat kulakannya, jadi dagangannya lama-lama habis untuk kebutuhan sehari-hari. Begitulah faktanya. Bu Slamet sekarang tinggal bersama 2 anaknya, satu neneknya, dan ada mbakyunya yang sering berada di rumahnya. Lantas apa yang mesti kami berikan untuk mereka? Memberikan kail yang tepat, membiayai anaknya yang masih sekolah hingga tuntas dengan mencarikan donatur, atau urunan di antara kami. Sementara klaim dari Jasa Raharja katanya belum ia terima, nah begitulah kalau rakyat kecil yang tertimpa musibah, respon dari Jasa Raharja banyak telatnya, apa Anda masih heran? Dan perjalanan kami lanjutkan dengan mengunjungi dari rumah ke rumah dengan pak Ngatimin sebagai nara sumbernya sekaligus pemandu kami. Ternyata di desa ini masih banyak anak yang perlu diperhatikan tingkat pendidikannya. Banyak dari keluarga yang tidak mampu, hanya bisa menyekolahkan anaknya hingga tamat SD, selanjutnya disuruh merantau untuk bekerja. Sebab ketiadaan biaya itulah yang menjadi kendalanya.

13572342551622300780
13572342551622300780
Keterangan foto : Rumah-rumah penduduk seperti inilah yang kami datangi.

Sekarang ini, secara keseluruhan, kondisi ekonomi di desa-desa Gunungkidul sudah baik, tidak ada lagi GAPLEK atau TIWUL menjadi menu sehari-hari, mereka sudah mampu membeli beras dan hampir setiap rumah ada hewan peliharaan, kalau tidak Kambing dan Sapi. Ada yang milik sendiri ada yang NGGADUH dari orang lain, dengan perjanjian bagi hasil dari keuntungan penjualan hewan ternak tersebut.

Pemerintah mestinya tanggap dengan kondisi pendidikan di daerah-daerah pedesaan, apalagi di daerah terpencil, di pulau-pulau yang tersebar di seluruh Indonesia ini, saya kira kondisi pendidikan dasarnya sangat, sangat perlu diperhatikan. Pemerintah mestinya memberi gaji tinggi pada guru-guru SD ini, mereka ujung tombak anak bangsa menuju pintar. Tidak mudah mengajarkan anak-anak yang kosong daripada mengajar anak-anak sekolah lanjutan. Kapan pemerintah membebaskan biaya pendidikan buat seluruh SD di daerah-daerah minus atau warga yang kurang mampu, baik di sekolahan negri maupun swasta dengan merata?

1357234405137457587
1357234405137457587
Ada keindahan di rumah gubuk ini dan saya menikmati warnanya.

Kampung Baron

Setelah perjalanan yang melelahkan ini, berjalan naik turun jalanan berbatu, untung cuaca mendukung, tidak hujan seperti biasanya. Kami pun berpisah dengan pak Ngatimin, kami ingin membahas hasil survey dan menentukan langkah berikutnya. Kampung Baron menjadi tempat nginap kami. Rombongan wanita nginep di kamar, saya dan 2 orang Kompasianer lainnya cukup tidur di pendopo, berteman angin malam, berkasur kayu empuk, dan saya tertidur pulas sambi mendengarkan suara Iwan Fals yang mengalun dari Androidku.

Aku Menyayangimu Lirik: KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) Lagu: Iwan Fals Aku menyayangimu karena kau manusia Tapi kalau kau sewenang wenang kepada manusia Aku akan menentangmu Karena aku manusia Aku menyayangimu karena kau manusia Tapi kalau kau memerangi manusia Aku akan mengutukmu Karena aku manusia Aku menyayangimu karena kau manusia Tapi kalau kau menghancurkan kemanusiaan Aku akan melawanmu Karena aku manusia Aku akan tetap menyayangimu Karena kau tetap manusia Karena aku manusia Aku akan tetap menyayangimu Karena kau tetap manusia Karena aku manusia Aku akan tetap menyayangimu Karena kau tetap manusia Karena aku manusia Aku akan tetap menyayangimu Karena kau tetap manusia Karena aku manusia

http://4.bp.blogspot.com/-yxlhSrc7CvE/TypTw_y1P9I/AAAAAAAAAAc/Pa5FcHp_lIQ/s1600/benmae29.jpg
http://4.bp.blogspot.com/-yxlhSrc7CvE/TypTw_y1P9I/AAAAAAAAAAc/Pa5FcHp_lIQ/s1600/benmae29.jpg
SEKIAN

Illustrasi : Koleksi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun