Indonesia adalah hutan simbol yang rimbun, penuh belantara keunikan sekaligus daya tarik yang menggoda. Banyak budaya sebagai bagian dari tradisi asli yang menyimpan filosofi yang tak usang di telan zaman. Hutan budaya Indonesia harus kita lihat dengan mata jernih dan kita akan melihat betapa kaya dengan percik-percik falsafah hidup yang khas daerahnya. Salah satu dari budaya itu adalah tradisi ritual dalam pernikahan dan tulisan di bawah ini tentang makna simbolis pada upacara pengantin Jawa. HAWA adalah IBU semua yang hidup, begitulah kata Kitab Suci, yang mengandung arti Hawa adalah cikal bakal kehidupan berikutnya, sudah sepantasnya kalau Hawa bisa dikatakan SANGHYANG WINIH atau SANG WINIH yakni SANG PEMBERI KETURUNAN yang melahirkan generasi berikutnya. Dalam meneruskan amanat Tuhan Allah untuk memenuhi bumi terjadilah ritual seremonial bergandengan dengan tradisi sebagai bukti sebuah generasi meneruskan sejarahnya. Sang Winih tak pernah dilukiskan dalam ujud yang menyolok, melainkan hanya disimbolkan dalam lambang yang bersahaja. Misalnya dalam adat Jawa, selain dalam PUTIH TELUR dan KUNING TELUR, BENDERA GULA KELAPA (merah putih), atau surya dengan sinar hangatnya yang memberikan sumber hayati, dan ada kalanya melalui persembahan sesaji kembang mawar dan melati, dan tak jarang desa-desa, masyarakat membuat hidangan JENANG ABANG dan PUTIH, yang dalam hal ini mengandung persenyawaan antara KEJANTANAN dan KEWANITAAN.
Itulah Sang Winih yang bisa diibaratkan sebagai KERJASAMA ABADI antara ADAM dan HAWA yang tulus. Dalam tradisi penggambaran itu sebagai simbol DEWI SRI dan RADEN SADHANA sebagai kombinasi lingkungan agraris agar menuai hasil bumi yang melimpah. Pada upacara-upacara pengantin di Jawa, UPACARA MEMECAH TELUR DENGAN KAKI pengantin pria, kemudian kaki itu dicuci oleh pengantin wanita dengan air berisi kembang setaman, sebenarnya juga berkaitan dengan pemujaan atas SANG HYANG TAPAK dan SANG HYANG WINIH yang begitu menggetarkan dan mengharukan. Itulah tradisi yang mengingatkan awal muawal dumadi atau PANCARING GESANG dalam masyarakat Jawa.
http://1.bp.blogspot.com/_cGocWqw3kGY/S9-k2KpPB6I/AAAAAAAAACE/C6kpRXhf2cM/s1600/selasa.jpg
Ketika akan melangsungkan pernikahan ada istilah sang pengantin DIPINGIT selama sepasar atau tujuh hari, biasanya disebut juga NYANTRI. Nyantri ini berasal dari perkataan SANTRI, dan di santri ini adalah penyebutan yang semakna dari SHASTRI artinya orang yang mempelajari sastra. Sedangkan pengertian sastra menurut dunia klasisme Jawa adalah ilmu pengetahuan tentang alam semesta, tentang baik dan buruk, tentang hukum sebab-akibat dan akhir hayati. Masa-masa me-nyantri itu dilukiskan sebagai masa MENAHAN DIRI,masa PENGEKANGAN HAWA NAFSU, dan MASA PENGSUCIAN BATIN. Selepas itu, ia kemudian melakukan KERAMAS (mandi dengan reramuan dan air kembang), lalu menyembah ayah bunda, baru menjelang MALAM MIDODARENI sang anak ini harus membasuh kaki ibunya dengan ASTHA BRANA MANDALIKA, yakni 8 anasir yang menggugah hasrat pribadi manusia, dan memperkaya lahiriah, yakni :
Lumpur basah, akar-akar yang bergetah, bunga, biji-bijian, manik-manik, batu kapur, batu merah, air embun malam. Kedelapan sifat dan makna yang terkandung dalam benda-benda yang sekilas nampaknya bersahaja itu merupakan benih atau winih yang menyebabkan sesuatu bergerak atau bergairah, dan ini menstimulir kehidupan. Dan benda-benda tersebut sebenarnya simbol TELAPAK KESEMESTAAN yang mendorong gerak dan aktivitas.
http://www.penganten.com/Uborampe%20Siraman.jpg
Upacara basuh kaki itu disertai pembacaan mantera permohonan restu kepada ibu, yang selama sembilan bulan lebih telah mengandungnya, sehingga benih/winih dari sang bapa selamat dilahirkan di dunia. Artinya ROH SUCI yang hendak menggunakan tubuh dalam inkarnasi di dunia ini berhasil dengan baik. Pada UPACARA PANGGIH, yakni pertemuan mempelai pria dan wanita, dengan diiringi para pengiring masing-masing, lalu saling MELEMPAR SIRIH, sebagai tanda sudah SINEDHAH SUSURUH artinya sudah sama-sama makan terpanggil oleh undangan suci dari Yang Maha Kuasa untuk dipertemukan dan dipersandingkan. Kemudian berlangsunglah UPACARA BASUH KAKI pengantin pria, dimana sebelumnya sang pengantin pria menginjak sebutir telur, lambang bertemunya winih/benih itu, yakni terkumpul serta mengkristalnya zat-zat lelaki dan perempuan (bersatunya Sperma dan Ovum), hingga menghasilkan janin dalam GUA GARBA (kandungan).
http://humorsingkat.files.wordpress.com/2012/02/kata-bijak-uji-nyali.jpg
Kuning telur lambang lelaki, putih telur lambang wanita. Lalu jemari kaki pengantin pria yang belepotan telur itu dibersihkan, dibasuh oleh pengantin wanita, dengan menggunakan AIR HARUM (air yang telah ditaburi bunga). Secara maknawi, sang pengantin putri menyadari, bahwa ia harus memuliakan TAPAK TELAPAK suaminya, sehingga dimana dan kapanpun suaminya berada, istri harus menyertai, demikian pula dalam suka dan duka.
http://st289706.sitekno.com/images/art_36908.jpg
Tapak suami ibarat suami adalah DEWA KAMAJAYA bagi istrinya, ,dimana suami sebagai pemberi cinta, dan sang istri sebagai DEWI KAMARATIH adalah penyambut dan pemelihara ASMARA SUCI dalam rumahtangga itu. Demikianlah tradisi pada pertemuan pengantin Jawa mengandung dasar-dasar yang amat luhur.
Sekian.
Diolah dari berbagai sumber falsafah hidup Jawa.
Illustrasi :tidakmenarik.wordpress.com, st289706.sitekno.com,kebayafashion.blogspot.com,lovejournal.widjanarti.com, catatansaya.wordpress.com,ncc.blogsome.com,holy.penganten.com, humorsingkat.wordpress.com, flickriver.com
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/06/13393869271090221813_300x451.76470588235.jpg
Selamat buat pasangan @Uly Hape dan @Yusep Hendarsyah yang menikah pada tanggal 8 Juli 2012 Di Museum Balaputra Dewa KM 5 Palembang
Lihat Sosbud Selengkapnya