Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Agama Membuat Cinta Bernoda Darah

14 Oktober 2011   01:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:59 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://2.bp.blogspot.com/_lMSQ7r5CyI8/TMguel0mqpI/AAAAAAAAACE/mmXD2qGjUN8/s1600/2-8818.jpg

Fanatik terhadap ajaran suatu kepercayaan atau Agama apakah sebagai salah satu KELEMAHAN manusia yang terbesar? Bukankah kehidupan ini sejatinya membutuhkan CINTA, cinta yang apa adanya terhadap Agama apakah bisa diartikan fanatik buta bila tanpa menggunakan akal budinya? Yang jelas, lepas dari semua pendapat itu ada KEMATIAN, artinya pada waktunya kita harus mati, namun mati demi membela suatu keyakinan yang berdasarkan sebuah tulisan yang terdapat pada Kitab Suci apakah sudah bisa memerlihatkan watak kita yang sebenarnya? Dada Adam naik turun, berulangkali nafasnya ditarik pelan-pelan. Sesekali ia menyeka keringat yang mengalir di dahi. Matanya menatap bangga pada perempuan di depannya, telinganya mendengarkan dengan seksama pidato sang protokol. Acara pertunangan di rumah Meirina, calon pengantin perempuan, berjalan khidmat. Alunan gending jawa memenuhi segenap ruangan, menambah suasana semarak. Memang tak sia-sia Adam meminang Meirina, gadis cantik lulusan SMU  yang lembut berambut sebahu. Pacaran hanya beberapa bulan saja keduanya mantap untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Begitu ortu Rina, Meirina biasa dipanggil, memberi lampu hijau, langsung ia mengajukan lamaran. Meski ada nada agak sumbang kedengarannya, ketika ortu Rina mengatakan : "Nak Adam kan belum lulus kuliah to?" Pertanyaan ini yang membuat Adam sedikit jengkel. "Tinggal selangkah lagi kuliah saya selesai, pak. Memangnya kenapa?"jawab Adam menatap tajam ke arah ortu Rina. "Apa tidak lebih baik nak Adam selesaikan kuliah dulu baru kemudian tunangan dilangsungkan, bagaimana?" Maksud ortu Rina memang baik. Tapi Adam tidak bisa menerima, ia punya rencana sendiri. Kawin dulu baru memikirkan pekerjaan. Toh ijazah S1-nya tak mungkin terlantar begitu lama. Kemudian ia utarakan rencana dan prinsip hidupnya kepada ortu tersebut. "Kalau begitu terserah nak Adam. Orangtua hanya bisa mengarahkan yang baik. Tetapi kalau nak Adam kecewa di kemudian hari, tentu jangan menyusahkan orang lain," begitu kata ortu Rina seraya menghela nafas berat.

http://l.yimg.com/jj/image-4bff69bc8242a-DISTRONIKAH2_620.JPG
http://l.yimg.com/jj/image-4bff69bc8242a-DISTRONIKAH2_620.JPG
Meirina memang tak banyak rewel, barangkali ia patuh pada nasehat bijak orang-orang tua, bahwa wanita harus nurut kepada suaminya. Maka rencana panjang Adam yang telah diutarakan beberapa waktu lalu ia terima saja. Meski hati kecilnya lebih cocok seperti nasihat orangtuanya, namun cinta kadang bisa mengalahkan segalanya. Dan mereka berdua pun asyik berbincang menggelar rencana dan acara perkawinannya kelak. "Mas Adam, acara pertunangan yang mas sodorkan kemarin, setelah saya rundingkan bersama keluarga, mereka kurang puas dengan acara yang teramat singkat itu. Keluargaku menginginkan acara yang benar-benar "Jawi Jangkep". ujar Rina suatu kali. "Wah kok bertele-tele amat. Apa tidak lebih enak cara nasionalis saja?" "Itu keinginan keluargaku." "Aku kurang menyukainya." "Tapi mas Adam harus menuruti." "Apa orangtuamu tidak memperhitungkan biayanya, terlalu besar, Rin." "Orangtuaku siap mengeluarkan biaya. Asal mas Adam juga ikut meringankan biayanya." Adam terdiam. Ada sesuatu yang tengah ia pikirkan. Soal biaya? Ya, soal biaya! "Aku hanya bisa memberimu cincin emas 5 gram dan uang satu juta rupiah!" ujar Adam setengah bergumam. "Aku tak keberatan," jawab Rina pelan. "Tapi orangtuamu?" tanya Adam memandang kekasihnya tajam. "Aku kira mereka tidak mementingkan itu. Kesungguhanmu adalah keyakinan mereka." "Ah, orangtuamu selalu membuat batinku tidak tenang. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan." "Jangan berprasangka yang tidak-tidak mas." "Tapi mimpi itu selalu menghantuiku." "Mimpi apa mas?" Meirina mengerutkan dahinya. "Ah tidak apa-apa. Mimpi biasa saja." jawabnya seraya memegang tangan Rina, berusaha mengalihkan pembicaraan. Rina pun hanyut dalam suasana.
http://2.bp.blogspot.com/_8mSWlbGNtv8/SQLYikcf53I/AAAAAAAAAEo/vJy1YZVIP_8/s320/baju-pengantin-jawa.jpg
http://2.bp.blogspot.com/_8mSWlbGNtv8/SQLYikcf53I/AAAAAAAAAEo/vJy1YZVIP_8/s320/baju-pengantin-jawa.jpg
http://2.bp.blogspot.com/_lMSQ7r5CyI8/TMguel0mqpI/AAAAAAAAACE/mmXD2qGjUN8/s1600/2-8818.jpg
http://2.bp.blogspot.com/_lMSQ7r5CyI8/TMguel0mqpI/AAAAAAAAACE/mmXD2qGjUN8/s1600/2-8818.jpg
Adam merebahkan tubuhnya di kamar. Acara pertunangan yang ia tunggu pastinya melelahkan. Ah sebentar lagi Rina bebas kupeluk sesukaku, batinnya tersenyum.  Inilah impian semua bujangan yang siap punya pendamping. Undangan yang ia minta dari Rina cuma untuk 25 orang,  hanya untuk kerabat dekatnya saja. Adam pun berusaha memejamkan mata, menyimpan tenaga buat esok hari yang pasti sangat melelahkan. "Tok! Tok! Tok!" Ketukan pintu di kamar mengagetkan Adam. Ia membuka pintu, sang ibu menyerahkan sepucuk surat sambil berkata : "Dari Meirina!" Dan tergesa-gesa Adam merobek sampul putih itu dan segera membacanya. Tulisannya memang pendek, tapi Adam terlihat membacanya berulangkali. Dahinya mengkerut, bahkan semakin dalam kerutnya. Adam seakan tak percaya dengan isi surat itu. Mendadak ia meloncat dari tempat tidur, mengambil HP dan menghubungi kekasihnya itu. Tapi tidak ada jawaban. Diulanginya berkali-kali, toh tetap tak ada yang menjawabnya. Beberapa nomor yang dihubungi pun tak ada respon. Lalu ia keluar kamar mencari orangtuanya. "Ibu! Bapaaak! Ini surat apa-apaan?" tanya Adam setengah berteriak ketika menjumpai kedua orangtuanya  yang tengah berbincang di teras belakang. "Saya sudah tahu Dam," jawab sang bapak datar. "Lho, lalu apa tindakan kita pak?" "Besok kita ke sana untuk minta penjelasan lebih lanjut!" sang bapak menjawab dengan tegas, sambil mengelus-elus kumisnya yang panjang kayak si Jampang itu. Keesokan harinya, Adam bersama sang Bapak meluncur ke arah rumah sang kekasih. Sesampainya di sana, mereka disambut tanpa senyum oleh ayah Rina doang. "Silahkan duduk, apa surat kami itu kurang jelas?" tanya  bapaknya Rina tanpa basa-basi. "Anda dapat pikiran darimana kok bisa menuduh Adam pasti masuk neraka? Dapat ilham dari Hongkong? Atau dapat wangsit  mbah Dukun dari kayangan?" "Pelajari dengan baik apa yang dikatakan Alkitab." "Tidak perlu. Anda terlalu sensitif mengkaitkan masa lalu dengan masa kini. Apa hubungannya Adam dalam Alkitab dengan Adam nama anakku?" "Aku tidak ingin masa depan anakku suram. Hidup sudah dibuat susah oleh anakmu yang belum dapat pekerjaan, kalo mati diajak sekalian masuk neraka, apa tidak celaka itu hah?" "Anda benar-benar mempermalukan diri sendiri! Dan juga menginjak-injak harga diriku, kamu memang orangtua yang tidak pantas untuk hidup!!" "Sabar dulu pak...." cegah Adam ketika bapaknya berdiri dengan emosi. "Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi Dam! Mereka menghina keluarga kita dan calon istrimu pun rupanya tidak mencintaimu! Buktinya dia menyetujui untuk memutuskan hubungan denganmu, pikir itu pakai otakmu, apa ini ajaran agama yang benar hah?!!" kata sang bapak geram. Adam terdiam. Ada bimbang mulai merayapi hatinya. Benarkah agama bisa juga membatalkan cinta anak manusia selain menyatukan sebuah cinta? Tapi apa yang kuhadapi sungguh diluar akal sehatku, mengapa semua ini terjadi dan agama sebagai landasan justifikasi kebenarannya? Apakah tidak ada yang benar di luar Agama itu? Adam sudah tak bisa berpikir panjang lagi karena tanpa diduga sang bapak telah mengeluarkan sebilah pedang dan siap diayunkan dengan penuh emosional. Namun bapaknya Rina dengan sigap menendang dada orangatuanya  hingga terjengkang jatuh ke lantai. Adam yang bengong pun kena tinju hingga jatuh tersungkur.

Adam pun ikut kalap, spontan ia ambil pedang ayahnya dan diayunkan ke arah dada orangtua Rina dengan membabi buta. Cinta pun bernoda darah dalam balutan amarah yang menganga dan agama tak memperdulikannya, ia tetap diam dalam lembar-lembar buku yang disebut Kitab Suci, diam menerima 1001 macam tafsir pembacanya.

Sekian Illustrasi : Digital Art By M.R.M is sharing photos on My Opera,baju-pengantin.blogspot.com,motekarsalon.blogspot.com, archive.reactivaperu.combanaspati.web.id,bodaksone.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun