Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Tak Sebatas Pandang Mata

30 September 2011   00:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:29 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://3.bp.blogspot.com/_98mmvJSXVdc/TBCflRzbC5I/AAAAAAAABOg/KNeLIYNd9bQ/s1600/0511-0809-0312-4612_blind_heart_depicting_love_is_blind_clipart_image-jpg.png

Ada yang mengatakan cinta itu KRIYIP-KRIYIP artinya MEREM-MEREM NGAMPET, ngampet itu menahan sesuatu yang ada di dalam hati. Di dalam hatimu mana aku tahu yang kamu AMPET? Pairot dan Sirina dua siswa Sekolah Tunanetra yang saling mempunyai ketertarikan setelah sering bertemu dalam kelas yang sama. Mereka saling mengenal dari intonasi suara mereka, mereka bisa membedakan satu sama lainnya dari pita suaranya yang saling berbeda. Pairot di kelas cukup pintar dalam pelajaran matematika dan ekstrakurikulernya main gitar. Sementara Sirina berbakat menjadi guru, dan ia ingin mendedikasikan ilmunya setelah lulus nanti untuk mengajar di tempat saat ini ia belajar. Walaupun tidak bisa melihat wajah kekasih hatinya, tapi Pairot pintar mengambil hati, bila ia merayu cukup memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu-lagu cinta, suaranya memang merdu, itu diakui oleh semua teman-temannya. Sirina pun sangat menyukai suara Pairot yang indah itu. "Dik Rina, nanti malam minggu aku pengin main ke rumahmu, boleh ndak?" ujar Pairot ketika istirahat kelas. "Boleh saja, aku tunggu, tapi kamu sekalian bawa gitarmu ya, aku pengin kamu ajarin main gitar," sahut Rina berbunga hatinya, karena setelah sekian tahun bergaul, baru kali ini Pairot mengutarakan niatnya untuk bermain ke rumahnya. Dan ia pun memberikan alamat rumahnya, tentu dengan huruf braille. Di rumah Pairot berteman akrab dengan Agus, seorang guru SMU yang sering diajaknya ngobrol tentang banyak hal. "Bagaimana kabarnya pacarmu, Pai?" tanya Agus di suatu sore yang cerah, rumah mereka memang berdampingan, jadi setiap hari selalu saja ada perbincangan atau sekedar bermain gitar bersama. "Baik-baik saja pak hehehehe.....Menurut pak Agus, pacaran itu bagaimana? Soalnya besok malam minggu aku janji pengin ke rumahnya." "Wah sudah ada kemajuan nih, bagus bagus. Pacaran itu sebetulnya BERLATIH MENGERTI Pai. Maksudnya berlatih mengerti lawan jenis. Tetapi pacaran itu termasuk kelas KATA BENDA, tetapi pada waktu bermalam minggu berubah menjadi KATA KERJA AKTIF hehehehe....." "Ah,pak Agus ini ada-ada aja." "Yang pasti Pai, pacaran itu harus disertai TANGGUNG JAWAB, bukan tanggung jawab pada siapa atau untuk siapa, yang sering dapat mempersempit keluasan gagasan, tetapi ke tanggung jawab yang bagaimana dan bagaimana bertanggung jawab yang dapat membukakan berbagai gagasan baru." kali ini pak Agus mengatakan dengan serius, khas seorang guru. "Karena Pai, selama ini tanggung jawab selalu digunakan untuk menyatakan tugas, sesuatu yang dibebankan kepada seseorang yang menerima tugas. Pengertian ini bisa memelosokkan ke dalam lubang KEKUASAAN ATAS dan WEWENANG UNTUK sejumlah hal yang dimiliki dan bukan sesuatu yang menjadikan atau menumbuhkan sesuatu.Kekuasaan itu membuat ia merasa memiliki wewenang untuk mengatur sikap dan tingkah laku orang yang ditanggungjawabi. Akibat dari semua, orang yang menerima tanggung jawab akan selalu menganggap orang yang ditanggungjawabi sebagai obyek benda atau hak milik semata-mata." "Tanggung jawab menurut  guruku bersifat menumbuhkan dan mengembangkan watak seseorang, bukan menguasai seseorang dengan sejumlah DOGMA." "Benar itu, tanggung jawab sendiri adalah sikap, orientasi watak terhadap kebutuhan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat lingkungan." tandas pak Agus. Dan Pairot manggut-manggut tanda mengerti. "Pak, kalo aku minta tolong boleh ndak?" "Minta tolong apa?" "Besok malam minggu antarkan aku ke rumah Sirina." "Ha ha ha ha....boleh boleh, tapi aku tidak perlu menunggu kan?" "Hahaha...ndak usah pak, nanti kalo pulangnya aja, pak Agus tak bel." "Wokee...tapi kamu pulang jam berapa? Kamu kan nggak tau jam ha ha ha ha..." "Pak Agus yang ngebel saya kalo pas jam 21.00," jawab Pai polos. "Halah, katanya kamu yang ngebel aku, kok malah kebalik?" "Aku lupa kalo buta ha ha ha ha....." Dan keduanya tertawa bersama dengan akrabnya.

http://i.mobavatar.com/i-m-in-love/cinta-itu-buta.jpg
http://i.mobavatar.com/i-m-in-love/cinta-itu-buta.jpg
Di rumah Sirina tengah bercengkerama dengan Ajeng, tetangga dekatnya yang seusia dengannya. Tapi ajeng tumbuh sebagai gadis normal, sementara Sirina memang mengalami buta sejak dilahirkan, walau tidak buta total. "Mbak Rina, kamu nggak salah milih pacar yang juga tunanetra?" tanya Ajeng ketika ngobrol di teras pada malam minggu yang cerah itu. Memang hari ini Sirina tengah menunggu pujaan hati yang mau apel pertamanya itu. "Aku menyadari kekuranganku Jeng, tapi pilihanku rasanya tidak keliru." "Apa mbak Rina nggak takut nanti punya keturunan yang buta juga?" tanya Ajeng terus terang. "Menurut guruku, hal ini jarang terjadi. Bukankah aku lahir dari kedua orangtuaku yang normal? Lagian punya pacar yang tunanetra itu ada enaknya lho, Jeng." "Lho, kok bisa?" "Iya, dia enggak cerewet ngelarang aku untuk bergaul dengan siapa aja. Sering kan, pacaran kok sukanya ngelarang ini, ngelarang itu, seakan-akan pacarnyalah yang paling berhak menentukan segala YANG BOLEH dan YANG JANGAN dilakukan. Alasannya agar tidak sesat dalam bergaul, atau supaya bisa menjadi calon ibu rumah tangga yang baik.Maksudnya sih baik, tapi sering arahnya yang salah." Belum selesai mereka berbincang, ada sepeda motor berhenti tepat di pagar depan rumah Sirina. "Oh itu pasti pacarmu!" bisik Ajeng. "Kok kamu tau? Kamu kan belum kenal Jeng?" "Hihihihi.... kan pacarmu pasti bawa tongkat merah putih?" jawaban itu membuat Sirina ikut terkekeh, Ajeng memang selalu bisa, batinnya. Ajeng pun mohon diri sambil membukakan pagar rumah dan mempersilahkan Pairot yang baru datang itu. Ajeng segera menuntun Pairot ke tempat duduk di teras yang asri itu. "Terima kasih pak Agus, jangan lupa nanti dijemput ya?!" teriak Pairot kepada pak Agus yang mengantarnya. "Oke!" jawab pak Agus tersenyum lucu. "Silahkan kalian berbincang-bincang, aku pamit dulu ya mbak RIna." Sirina membalas dengan lambaian. "Mas Pai mau minum apa?" tanya Sirina mengawali perbincangan. "Yah, apa aja mau deh, pokoknya yang manis  seperti kamu hihihi..." pinter juga Pairot ngerayu ya, padahal dia nggak tau pacarnya manisnya kayak apa? Begitulah, cinta tak harus memandang dengan mata, kalo hati bicara, semua nampak indah saja.  Sirina masuk ke dalam untuk mengambilkan minuman, saat itu ortunya memang lagi keluar untuk belanja dan pembantunya juga ikut, ia sendirian di rumah, namun itu bukan hal yang aneh, karena memang sudah terbiasa melakukan segala sesuatunya tanpa harus selalu dibantu. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara ledakan cukup keras, Pairot tersentak dan memanggil-manggil nama Sirina. Ledakan itu ternyata dari arah dapur, kobaran api langsung membesar, Sponta Pairot berteriak memanggil Sirina, namun tak ada jawaban, untunglah para tetangga  berdatangan dan dengan sigap mereka bahu membahu untuk segera memadamkan api yang rupanya berasal dari tabung gas 12 kg yang bocor. Sirina rupanya tidak mengalami cidera parah, saat ledakan terjadi ia baru melangkah keluar dari dapur dan suara ledakan itu hanya membuatnya terjatuh dan para tetangga berhasil menyelamatkan dari kecelakaan yang lebih parah lagi. Orangtua Sirina yang dikabari segera pulang dan memeluk anak satu-satunya yang selamat dari bencana itu dengan haru. "Saya tidak apa-apa, cuma kepalaku agak pusing dan pandanganku kabur," katanya pelan. "Pandanganmu kabur?" tanya sang ayah mengerutkan keningnya. "Sepertinya begitu ayah, mana mas Pairot yah?" "Oh iya, ia masih duduk mencemaskanmu tuh di ruang tamu," Sirina segera bangkit dan berjalan menuju ruang tamu. "Aku gemetar, kamu tidak apa-apa Rin?" Sirina memandang sang pacar dengan senyum merona, memegang tangan Pairot dengan erat. "Sepertinya ada perubahan pada mataku mas," "Maksudmu?" "Ketika terjatuh tadi, seperti ada perubahan pada pandang mataku, tidak cuma remang-remang seperti biasanya. Aku bisa melihat wajahmu, ada cahaya lebih terang dalam pandanganku, tidak segelap yang lalu-lalu," "Oh ada keajaiban dalam setiap musibah. Rin, seandainya aku bisa melihat juga wajahmu, ahh betapa inginku memandangmu...." "Mas, biarlah aku yang jadi matamu kelak bila aku memang bisa melihat dengan lebih baik dan biarlah kamu ada di hatiku walau tak bisa melihat. Cinta kita tak sebatas pandang mata," bisik Rina, tak terasa air matanya menitik. Begitulah kodrati manusia tetap bergantung pada pribadi yang lain, ia membutuhkan kehadiran dan pengertian mendalam dari realitas dunia. Dimensi kreativitas cinta terletak pada kesanggupan seseorang memberi daya hidup, mengobarkan semangat juang, meningkatkan kecerdasan dan kewaspadaan serta mampu melihat masa depan secara pasti. Karena itu, segala aktivitas cinta yang diekspresikan dalam tindakan-tindakan tertentu harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis. Dalam cinta manusia tidak hanya menentukan tindakannya tetapi juga dalam tindakan manusia MENGAMALKAN CINTA. 11022010-28092011
http://3.bp.blogspot.com/_98mmvJSXVdc/TBCflRzbC5I/AAAAAAAABOg/KNeLIYNd9bQ/s1600/0511-0809-0312-4612_blind_heart_depicting_love_is_blind_clipart_image-jpg.png
http://3.bp.blogspot.com/_98mmvJSXVdc/TBCflRzbC5I/AAAAAAAABOg/KNeLIYNd9bQ/s1600/0511-0809-0312-4612_blind_heart_depicting_love_is_blind_clipart_image-jpg.png

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun