Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepi Kutikam Berkali-kali

28 Maret 2011   17:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk memahami sebuah puisi Tidak boleh hanya mengutip kata- kata itu akan merusak makna kalimat tidak boleh hanya mengutip kalimat-kalimat itu akan  merusak makna sebuah puisi Merenungkannya dengan hati jernih untuk memahami maknanya itulah yang benar . (Kitab Mengzi VA : 4:2-WanZhang ) Puisi-Puisi :

Denyut Rindu

Hatiku resah Padahal waktu tanpa kesah Nyanyiku sumbang Perasaanku bimbang Tolong raba dadaku Masih adakah denyut Yang bernada rindu?

1987

Sepi Kutikam Berkali-kali Kutikam sepi berkali-kali Dingin pisau tak perduli Kamar ini menjadi saksi Sepi telah mati berulangkali Sunyi datang menghampiri Kembali aku berkelahi Jangan kau lari Aku benci sunyi 17311

Fiksi Malam Ini

Tiba-tiba layar menjadi warna-warni dunia fiksi huruf-huruf berbunyi dalam diam menari

Kekasih ajari aku hari ini cinta kasih sejati yang bukan sekedar fiksi

180311

Saat Bersamamu Ketika aku jadi kupu-kupu jadilah sayapnya yang lembut untuk bersama terbang menuju langit-Nya Saat kau jadi merpati patuklah hatiku tempatkan aku di sarangmu untuk bersama semadi di rumah-Nya Harapanku ada padamu mari nikmati anggur cinta dalam cawan kesegaran dan ingin kucium keharumanmu Kasih mari bersama menuju cahaya-Nya 180311

13011564751904539917
13011564751904539917
Foto illustrasi : Koleksi Tante Paku dan Stefanus Toni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun