Dog....dog...dog...crek...crek...creek...! Langit kelap-kelap katon, bumi gonjing-ganjing kayak Kucing kawin, blencong dihidupkan, layar dikembangkan, Wayang Mbeling Kompasiana siap dimainkan di tengah pasar yang hiruk pikuk ini. Dog dog crek gung ning nang ning gung, ning nang ning gunggg.......! Astina tengah menghadapi problem yang cukup rumit. Pasalnya semua warga Astina melakukan demontrasi besar-besaran menentang kelakuan semua pejabatnya yang sudah lepas kendali. Para pejabat Astina, selagi punya kekuasaan menggunakan aji mumpung, korupsi, manipulasi, KKN ,selingkuh dan perbuatan lainnya yang tidak menyenangkan hati rakyatnya, dilakukan dengan membabi-buta. Unjuk rasa itu semakin hari semakin panas. Pentungan dan gas airmata tak mampu membubarkan mereka. Justru mereka semakin nekat melakukan perlawanan. Kejadian tersebut membuat hati penguasa Astina yaitu Prabu Duryudana pusing bukan main. Apalagi para pengunjukrasa minta supaya pejabat-pejabat Astina yang curang, seperti Dursasana, Harya Sengkuni, Citraksi, supaya dipecat! Kebanyakan dari pejabat yang terlibat itu dari keturunan Kurawa. Padahal marga Kurawa itu masih saudara dari Prabu Duryudana. Inilah yang membuat beliau pusing tujuh keliling kali tujuh keliling! Lebih-lebih Sang Prabu mendapat laporan ajudannya bahwa sang istri yakni Dewi Banowati dan putrinya Dewi Lesmanawati telah menghilang dari istana.
"Bagaimana jalan keluar menghadapi kemelut seperti ini bapa penasihat?" tanya sang Prabu kepada Durna, penasihatnya. "Sabarlah nak Prabu, jangan-jangan semua ini karena hasutan Pandawa," mulailah jurus mencari kambing hitam dilontarkan sang penasihat. "Mengapa kita selalu mencurigai Pandawa bapa? Bukankah Pandawa itu orangnya baik?" Durna tertawa ngakak. "Siapa lagi kalau bukan Pandawa yang menghasut para rakyat Astina? Bukankah mereka musuh besar kita? Dan siapa tahu yang menculik istri paduka adalah Arjuna, karena Arjuna masih cinta kepada Dewi Banowati, istri paduka? Sedangkan Dewi Lesmanawati, tentu yang menculik adalah Abimanyu, karena sudah lama Abimanyu ingin mempersuntingnya? Memang bapak dan anak itu sama-sama play boynya!" Prabu Duryudana termenung. Suasana di luar Istana semakin gaduh. Pejabat-pejabat yang bersangkutan dengan kemelut itu bingung mencari perlindungan. Kenekatan rakyat Astina yang unjuk rasa itu semakin berani. Mereka kini mulai memasuki Istana. Untunglah rakyat Astina yang demontrasi itu tidak membawa-bawa Agama dalam jargonnya, sehingga tidak membingungkan para pengamat. Melihat itu Prabu Duryudana kebingungan. Apalagi Durna, mau lari jalan keluar sudah buntu, dipenuhi para demonstran. Bahkan para pejabat yang mereka benci pun sudah pada tertangkap dan langsung dibawa kehadapan Prabu Duryudana untuk diadili, karena perbuatannya yang banyak merugikan rakyat. Tapi Prabu Duryudana kesulitan untuk mencari hakim yang benar-benar qualified. Hakim yang ada sudah banyak kena kasus suap sampai main perempuan sundal. Siapa lagi hakim yang bisa mengadili mereka? Yang jujur dan track recordnya tidak tercela. Di saat yang genting itu, tiba-tiba muncullah Dewi Banowati dan Dewi Lesmanawati menggandeng Prabu Puntadewa, dengan anggun mereka melangkah ke ruang sidang. "Inilah yang menjadi hakimnya. Semoga semuanya setuju," kata Dewi Dewi itu dengan tenang. "Setuju!! Setuju!!!" teriak pengunjung sidang dengan gaduhnya.
Illustrasi :Â hafismuaddab.wordpress.com,lemmasoft.renai.us, koranjitu.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H