Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... -

Berjuang!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menghemat Tanpa Menaikan (Bagian Pertama..)

11 November 2014   18:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simulasi Perhitungan Harga Keekonomian BBM

Oleh: Edy Burmansyah

HEBOH di layar kaca televisi, terkadang bikin mengernyitkan dahi. Lagi-lagi soal kenaikan harga BBM. Baru-baru ini Rieke Diah Pitaloka, Anggota DPR RI, menyebutnya dengan istilah “lagu lama, kaset baru”. Rieke bermaksud mengajak wakil rakyat dan pemerintah untuk mempertimbangkan keputusan strategis ini. Defisit anggaran 2014 pada pemerintahan lama dipertanyakannya. Hingga dua soal mengemuka, pencabutan subsidi BBM, dan menyusuri hutang baru. Dalam Undang-Undang, hutang baru tak boleh lebih dari Rp. 10 triliun. Rieke menolak kenaikan harga BBM, berangkat atas pernyataan pidato presiden, atas kehendak rakyat & konstitusi.

Di sini penulis ingin menandaskan pengehematan anggaran, yang solusinya tentu saja bukan menaikan harga BBM. Problemnya, acapkali rencana kenaikan BBM muncul, maka alasan pemerintah selalu menyangkut beban subsidi yang sangat besar, sehingga sudah saatnya subsidi dibatasi, bahkan dialihkan kepada sector lain. Untuk itu harga BBM harus dinaikan agar beban anggaran negara dapat berkurang.

Namun dewasa ini, subsidi seringkali dianggap menjadi beban Negara, padahal sejatinya subsidi adalah salah satu instrumen kebijakan fiscal yang dilakukan pemerintah dalam rangka menjaga pemerataan terhadap akses ekonomi dan pembangunani, sehingga dapat berfungsi menjadi sebagai alat koreksi terhadap ketidaksempurnaan pasar atau market imperfections. Karena itu subsidi dapat menjadi stimulus produksi, sekaligus juga menjamin terwujudnya proses konsumsi. Sehingga subsidi diharapkan dapat memainkan peran untuk menutupi ketidaksempurnaan pasar[1]

Di Indonesia kebijakan subsidi sudah merupakan bagian utama dari kebijakan fiskal. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran negara untuk program-program subsidi, yang dibagi menjadi subsidi energy dan subsidi non energy :

A. Subsidi Energi:

1.Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM);

2.Subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN);

3.LPG tabung 3 kg;

4.dan LGV, serta

5.Subsidi Listrik.

B. SubsidiNon-Energi:

1.Subsidi Pertanian ( Subsidi Pangan, Subsidi Benih, dan Subsidi Pupuk )

2.Subsidi Bunga Kredit Program;

3.Public Service Obligation (PSO);

4.Subsidi Pajak/DTP;

5.Subsidi lainnya.

Subsidi BBM

Subsidi BBM termasuk kedalam belanja subsidi energy. Subsidi energy adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak[2] (BBM), bahan bakar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Subsidi adalah selisih antara harga BBM yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden (harga eceran) dengan harga patokan BBM atau harga keekonomian.

Besarnya subsidi BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak dunia dan merosotnya nilai tukar Rupiah akan mendorong meningkatnya harga keekonomian BBM yang tentu berimbas terhadap besarnya subsidi yang harus ditanggung. Kenaikan harga jual BBM bersubsidi akan berdampak luas terhadap masyarakat.

Sejak era orde baru Indonesia telah melakukan penyesuaian harga BBM dan besaran subsidi yang harus ditanggung seiring dengan perkembangan minyak dunia dan nilai tukar rupiah. Dalam 34 tahun terakhir ( 1980-2013 ) pemerintah telah melakukan sekitar 16 (enam belas) kali perubahan harga BBM bersubsidi (bensin premium, minyak tanah, dan minyak solar). Dari 16 kali perubahan tersebut, terjadi 12 (dua belas) kali berupa penaikan harga dan 4 (empat) kali penurunan harga (lihat table dibawah)

Tabel Perkembangan Kenaikan Harga BBM

Tahun dan Bulan

Bensin Premium

Minyak Tanah

Minyak Solar

Presiden

Harga

RP/Ltr

Kenaikan

(%)

Harga

RP/Ltr

Kenaikan

(%)

Harga

RP/Ltr

Kenaikan

(%)

1980

250

52,2

Soeharto

1991

550

300

8/1/1993

700

280

380

5/5/1998

1.200

71,43%

350

25%

600

57,90%

15/5/1998

1.000

-16,67%

280

-20.00%

550

-8,33%

1/10/2000

1.150

15%

350

25%

600

9.10%

Abdurrahman Wahid

16/6/2001

1.450

26,09%

400

14,28%

900

50%

17/1/2002

1.550

6,90%

600

50%

1.150

27,78%

Megawati Soekarno Putri

2/1/2003

1.810

16,77%

700

16.67%

1.890

64,35%

1/3/2005

2.400

32,6%

2.200

214,3%

2.100

11,11%

Susilo Bambang Yudhoyono

1/1/2005

4.500

87,5%

2.000

-9,1%

4.300

104,8%

24/5/2008

6.000

33,3%

2.500

25%

5.500

27,9%

1/12/2008

5.500

-8,33%

2.500

0%

5.500

0%

15/12/2008

5.000

-9,10%

2.500

0%

4.800

-12,7%

15/1/2009

4.500

-10%

2.500

0%

4.500

-6,25%

21/6/2013

6500

44,44%

2.500

0%

5.500

22,22%

Sumber: website Kementerian ESDM data diolah

Jika pemerintahan Jokowi-JK merealisasikan rencanannya menaikan harga BBM dalam waktu dekat ini, maka ini merupakan kenaikan yang kenaik 13 kali dalam 34 tahun terakhir.

Rencana Kenaikan

Sebagaimana kenaikan-kenaikan sebelumnya, rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintahan Jokowi-JK belakangan ini dilatarbelakangi soal beban subsidi yang sudah terlalu besar dan dianggap sangat memberatkan. Mulanya alasan kenaikan yaknistok BBM bersubsidi yang menghadang pemerintah yang belum lama terbentuk. Stok dikabarkan tidak mencukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2014 atau kurang dua bulan (November dan Desember). Namun alasan ini segera terbantahkanmenyusul konsumsi BBM hingga Oktober yang mencapai 38.4 juta kilo liter[3] atau masih tersisas sebesar 7.6 juta kilo liter dari alokasi kuota sebesar 46 jutakilo liter, demikian maka sampai akhir 2014 stok BBM bersubsidi dalam negeri diproyeksi akan aman.

Alasan kedua karena APBN 2015 yang menambah dana alokasi BBM bersubsidi sebesar 31 triliun, dari sebelumnya 245 triliun (2014) menjadi Rp 276 triliun (2015), untuk kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 triliun. Peningkatan dana subsidi tersebut, dikhawatirkan akan membuat APBN jebol, serta ruang fiscal bagi pemerintahan Jokowi menjadi sempit, sehingga membuat pemerintahan baru itu tidak dapat bermanuver agar menjalankan program-program yang dijanjikannya pada masa kampanye. Karena itu guna membuka ruang fiscal menjadi lebih lebar, pemerintah berencana menaikan harga jual BBM eceran antara Rp 2.000/liter hingga Rp 3.000/liter.

Sebelumnya kita menghitung berapa sesungguhnya harga keekonomian BBM dan berapa besar pula biaya subsidi yang ditanggung pemerintah sebenarnya? Baiknya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa BBM dalam negeri berasal dari dua (2) sumber yang berbeda,yaitu dari produksi minyak dalam negeri dan dari impor. Menurut Direktur Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Naryanto Wagimin, seperti dikutif Tempo (8/1/2014), untuk memenuhi kouta BBM subsidi tahun 2014[4], separuhnya dipenuhi melalui impor[5]. Demikian sisanya 23 juta/kl dipenuhi dari produksi minyak dalam negeri. Pasokan minyak dari dalam negeri ini sudah termasuk 25% kewajibanDMO (Domestik Market Obligation) dari bagian KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.22/2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas). Secara sederhana alur BBM di Indonesia tergambar dalam diagram dibawah.

Flowchat Pengelolaan Sektor Hilir

Sumber: Edy Burmansyah 2014

Namun perlu diketahui dari 23 juta/kl impor minyak tersebut, tidak sepenuhnya merupakan minyak olahan (bensi, solar, minyak tanah), sebagaian lagi adalah minyak mentah yang harus diolah lagi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang priode Januari-Agustus 2014 impor minyak mentah sebesar 11.094 ribu/kl, sementara impor minyak olahan sebesar 18.093 ribu/kl.

Sumber: BPS, September 2014

Sementara itu, untuk tahun 2015, sebagaimana diusulkan dalam RAPBN 2015 alokasi belanja subsidi BBM sebesar Rp 276 triliun. Dari angka itu subsidi untuk premium sebesar Rp 108,3 triliun, solar Rp 80,2 triliun dan minyak tanah Rp 6,1 triliun. Kendati terdapat kenaikan alokasi subsidi BBM pada RAPBN 2015 dari APBN 2014, namun kuota BBM bersubsidi tidak berubah yaitu 46 juta kiloliter, terdiri dari premium 29,48 juta kilo liter, minyak tanah 850 ribu kilo liter, dan solar 15,76 juta kilo liter[6].

Data-data diatas merupakan data-data makro, sampai hari ini, tidak pernah diketahui dengan pasti, berapa sesungguhnya ongkos produksi BBM perliter dan berapa pula harga keekonomi BBM per liternya? Pemerintah dan pertamina seringkali dituduh tertutup terhadap ongkos produksi BBM per liter sesungguhnya. Hal ini pernah dipertanyakan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, namun Noorsy justeru selalu mendapatkan data yang berbeda-beda[7]

Dalam kaitan itu, guna menemukan harga sesungguhnya dari BBM, paper singkat ini mencoba untuk membuat simulasi perhitungan harga keekonomian dan subsidi perliter BBM. Karena ketidak seragamaan penggunaan metode dan formula, maka simulasi ini menggunakan dua metode dan formula yang biasa digunakan pemerintah yaitu metode perhitungan berdasarkan harga pasar (market price) dan metode berdasarkan biaya produksi (uplift cost) tapi formula ini kerap digunakan oleh Kementerian ESDM dalam menghitung harga keekonomian BBM bersusidi, karena itu beberapa orang menyebutnya metode ESDM[8].

Metode perhitungan berdasarkan harga pasar (market price) sesungguhnya merupakan metode yang resmi dan telah diatur dalam peraturan presiden No.71 tahun 2005 tentang penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu, pasal 1 ayat 4. Guna memudahkan perhitungan, simulasi ini menggunakan satu jenis bbm saja yakni bensin[9].

1.Simulasi Market Price

Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Pepres) No.1 Tahun 2005, pasal 1 ayat 4 bahwasubsidi jenis BBM tertentu[10] per liter adalah pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara harga jual eceran per liter jenis BBM tertentu setelah dikurangi pajak-pajak, dengan harga patokan per liter jenis BBM tertentu[11]. Sementara pada ayat 6 dinyatakan harga patokan adalah harga yang dihitung setiap bulan, berdasarkan MOPS (mid Oil Platt’s Singapore)[12] rata-rata pada priode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin

Flowchat Harga Patokan BBM

Untuk harga MOPS tahun 2015, harga MOPS[13] ditetap mengalami perubahan metode dari harga rata-rata menjadi harga terendah satu tahun terakhir, namun menurut Satya W Yudha, anggota Banggar dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) seperti dikutif Sinar Harapan[14] (23/9/2014) kemungkinan harga minyak dunia diprediksi tidak akan berubah banyak, sehingga secara subtansi harga MOPS tidak akan jauh berbeda dengan harga MOPS yang dipatok pada APBN 2014 yaitu sebesar USD 99,6/bbl. Sementara Alpha bensin 2015,sesuai Keputusan Kepmen Menteri ESDM No 2187/2014, yaitu 3.32% MOPS + Rp 484/ltr[15].

Demikian rumusan dalam penghitungan subsidi BBM bersubidi sebagaimana diatur dalam Pepres 71/2005 adalah :

Subsidi = volume BBM x ( harga patokan – harga jual eceran – pajak 15%)

Sebelum menghitung besarnya subsidi, pelu diketahui terlebih dahulu besaran harga patokan. Untuk mencari harga patokan digunakan rumus:

MOPS + Alpha (a)

Keterangan

·Karena tahun 2014 dan harga MOPS belum diketahui maka simulasi ini menggunakan harga MOPS 2014 yakni USD 99,6/bbl atau Rp 7.517/liter ( USD 99.6 : 159 liter x Rp 12.000).

·Sementara Alpha yaitu 3.32% x Rp 7.517 =Rp 249/ltr

=Rp 249 + Rp 484 = Rp 733/ltr

·Demikian Harga Patokan yaitu Rp 7.517 + Rp 733 = Rp 8.250/liter

·Harga eceran – 15% pajak= 6.500 -15% = Rp 5.525/ltr

·Pajak =Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5%.

·Maka biaya subsidi BBM per liter adalah (harga patokan – harga eceran ) atau ( Rp 8.250 – Rp 5.525 = Rp 2.725/ltr

Demikian Total Dana Subsidi Sesungguhnya Yang Ditanggung Dalam APBN adalah

46 juta Kilo Liter x Rp 2.725= Rp 125.350.000.000.000

(Seratus dua puluh lima triliun, tiga ratus lima puluh milyar rupiah)

Bila alokasi dana BBM 2015 yang dipatokan dalam APBN 2015 adalah Rp 276 triliun, sedangkan subsidi sesungguhnya berdasarkan harga ekonomian adalah Rp 125,35 triliun, maka terdapat selisih lebih dana subsidi BBM di dalam APBN 2015 sekitar Rp 150.650.000.000.000 (276 triliun – Rp 125,35 Triliun).

Mengapa terdapat selisih subsidi BBM yang begitu besar antara subsidi dalam APBN dengan Formula perhitungan Pepres 71/2005? Kemungkinan selisih subsidi tersebut berasal dari besaran subsidi yang berada dalam APBN yang tidak mencerminkan biaya sesungguhnya. Dengan menggunakan rumus:

Subsidi per liter BBM APBN 2015 = Alokasi Dana Subsidi : volume/kuota BBM

( Rp 276 triliun : 46 juta Kilo Liter = Rp 6.000/liter )

Jika subsidi perliter sebagaimana simulasi perhitungan APBN sebesar Rp 6.000/liter, sedangkan subsidi menurut perhitungan formulasi diatas sebesar Rp 2.725, maka terdapat selisih/kelebihan sebesar Rp 3.725/liter ( Rp6.000 – Rp 2.725).

Harga keekonomian adalah pertambahan antara harga eceran – pajak ditambah biaya subsidi per liter, demikian harga keekonomian BBM dalam APBN adalah Rp 5.525 + Rp 6.000 = Rp 11.525/ltr (sebelum pajak). Namun harga keekonomian setelah pajakyaitu sebesar Rp 12.500 (Rp 6.000 + 5.525 + Rp 975)

Pemerintah mendapat penerimaan dari pajak sebesar Rp 975 dari tiap liter BBM yang dijual kepada masyarakat atau sekitar Rp 44.850.000.000.000,- yang berasal dari 10% PPn atau sekitar Rp 650 dari tiap penjualan per liternya atau sekitar pajak Rp 29.900.000.000.000,- dan PBBKB sebesar 5% atau sekitar Rp 325 per liter atau sekitar Rp 14.950.000.000.000,- .Demikian, dana yang dapat dihemat oleh pemerintah adalah Rp 195,5 triliun (Rp 150,65 triliun + Rp 44,85 triliun)

Karena pajak adalah uang yang dibayarkan warga negara/masyarakat yang kemudian dicatatkan sebagai penerimaan negara, maka sebagain ahli keuangan/ekonom menilai subsidi rill yang ditanggung negara adalah Rp 1.750/liter, yang berasal dari subsidi yang ditanggung negara sebelum pajak Rp 2.725/ltr dikurangi dengan penerimaan negara dari pajak yang dibayar oleh masyarakat dari tiap liter BBM yang dibeli, sebesar Rp 975/ltr.

Dengan kata lain, harga eceran BBM yang digunakan dalam perhitungan adalah harga BBM setelah pajak yakni sebesar Rp 6.500/ltr. Bila besaran subsidi setelah pajak yakni Rp 1.750/ltr diaplikasikan untuk menghitung total subsidi tahun 2015, maka angka subsidi rill yang ditanggung oleh APBN adalah Rp 80,5 triliun

46 juta Kilo Liter x Rp 1.75o= Rp 80.500.000.000.000

(Delapan puluh triliun, lima ratus milyar rupiah)

Demikian terdapat selisih lebih antara subsidi rill dengan subsidi dalam APBN 2015 sebesar Rp 195,5 triliun (Rp 276 – Rp 80,5 triliun)

Mengikut formulasi diatas, pada perhitungan scenario kenaikan harga BBM, maka simulasi perhitungan akan menggunakan harga eceran setelah pajak yakni sebesar Rp 6.500/ltr

[1] Martinez, C., Javier. 2006. dikutif dari Prakarsa, Subsidi dalam penguatan kebijakan fiskal pro kemiskinan, policy Brief. 14 juni 2013

[2] Pada saat ini, subsidi BBM hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu (minyak tanah/kerosene, minyak solar/gas oil, dan premium).

[3]http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2149390/oktober-2014-konsumsi-bbm-bersubsidi-384-juta-kl#.VFt97TSsXfI

[4] APBN-P 2014 menurunkan kuota BBM bersubsidi menjadi 46 juta/kl dari sebelumnya 48 juta/kl pada APBN 2014

[5]http://www.tempo.co/read/news/2014/01/08/090543168/Pemerintah-Masih-Impor-Minyak-24-Juta-Kiloliter

[6]http://katadata.co.id/berita/2014/09/23/subsidi-bbm-2015-disepakati-rp-276-triliun

[7]http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/09/130741626/Biaya.Produksi.Tak.Pernah.Transparan.Kenapa.Premium.Harus.Naik.

[8]http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/5593-penjelasan-perhitungan-subsidi-bbm-1.html

[9] Pertimbangan menggunakan bensin karena bensi merupakan bahan bakar yang paling besar dikonsumsi masyarakat dibandingkan bbm bersubsidi lainnya (solar, minyak tanah dan lpg)

[10] Jenis BBM dimaksud terdiri dari Premium, Solar dan Minyak Tanah

[11] Pada perhitungan ini harga patokan sama dengan harga keekonomian

[12] Harga pada bursa minyak Singapura

[13] MOPS sudah termasuk biaya distribusi yang terkait dengan MOPS, biaya angkut (bahan bakar) tanker, truk, dan losses

[14]http://sinarharapan.co/news/read/140923075/apbn-2015-subsidi-bbm-dan-elpiji-rp-276-triliun-span-span-

[15] Sementara Alpha minyak tanahyaitu 2.49% MOPS + Rp 263/ltr, dan Alpha Minyak solar dan Bio Solar yaitu 2.17 MOPS + Rp 512/ltr.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun