Sebenarnya tidak ada yang berubah di atas meja kerja AKP Syamsuddin, malam itu. Tumpukan arsip yang dibungkus map, asbak dan beberapa puntung rokok di atasnya, serta ceceran kertas naskah BAP yang belum rampung diketik dan ditandatangani.
Tetapi ada satu yang hilang di meja itu. Ya, sebuah botol bermerek tapperwer eco drink dark purple. Itu hak milik sepenuhnya istri Syamsuddin.
"Jangan sampai tergores, tertukar atau hilang! Ingat itu," ujar Inna, istri Syamsuddin beberapa pekan lalu, setelah botol itu pertama kali dipinjamkan ke Syamsuddin.
Dia masih ingat betul, saat botol limited edition itu diantarkan ke rumahnya oleh kurir, bersama satu paket barang-barang bermerek tapperwer lainnya.
Saat paket itu tiba, di malam hari, Syamsuddin harus rela menunda makan malam lantaran proses "unboxing" paket tapperwer butuh waktu lama. Istrinya, Inna, harus memastikan barang-barang yang tiba itu sesuai dengan orderan. Warnanya, bentuk dan modelnya harus sesuai dengan yang terpampang di dalam gambar etalase situs online shop tempatnya membeli.
Persoalannya, Syamsuddin kini tidak tahu di mana botol tapperwer edisi terbatas itu sekarang. Botol yang seingatnya dibawa dari rumah saat berangkat sebelum waktu dhuhur. Lalu, malamnya, setelah menyelesaikan tugas di luar kantor, botol itu menghilang dari ruangannya.
Sebagai seorang polisi berpangkat perwira pertama dan bertugas di satuan reserse dan kriminal, Syamsuddin sudah menggunakan segala kemampuannya. Investigasi dengan metode analisa deduksi; mengecek semua alibi orang di sekitarnya, hingga memeriksa saksi-saksi yang pernah melihat botol itu di mejanya. Tetapi hasilnya nihil.
Syamsudidn bahkan mengecek ke toko-toko online hingga distributor tapperwer. Namun tidak ada lagi tapperwer seperti itu dijual. Dia sempat ingin menggantinya dengan botol tapperware berbeda. Tetapi dipertimbangkan ulang.
"Bukan soal harganya. Saya sudah cinta sama barang ini. Tapperwer eco drink limited edition dark purple ini gue banget," ujar Inna, beberapa pekan lalu. Jadi percuma mengganti botol yang hilang itu dengan yang baru, toh Istrinya bakal tetap marah.
***
"Kemarin siang saya lihat botol itu masih ada pak. Waktu magrib kayaknya sudah hilang," ujar Sudi, seorang office boy saat diinterogasi Syamsuddin.
Dari penjelasan Sudi, Syamsuddin mempersempit ruang lingkup penyelidikan.
"Siapa yang kamu lihat di ruanganku antara pukul 11.00 sampai pukul 18.00? Tanya Syamsuddin kepada Sudi.
"Ada beberapa orang anak buah Bapak. Pak Udin, Mamat, sama Jaya sepertinya kemarin sore di sini," jawab Sudi.
"Panggil Udin, Mamat, dan Jaya ke sini," perintah Syamsuddin.
Tiga anak buah Syamsuddin yang berpangkat brigadir itu ikut diperiksa. Tapi hasilnya tetap nihil. Satu per satu tahanan polisi yang pernah diinterogasi di ruangan Syamsuddin juga tak luput diperiksanya.
"Mungkin waktu saya periksa saksi, Komandan! Kemarin saya periksa seorang ibu saksi kasus copet, anaknya ikut, dan main-main di meja komandan. Bisa jadi botolnya dibawa anak itu," duga Jaya.
Syamsuddin bergegas ke rumah saksi itu. Demi menjaga perasaan istri, dan membuat senyum istrinya selalu merekah setiap malam, Syamsuddin memang harus melakukan segala upaya.
Sayangnya, setelah Syamsuddin dan anggotanya menggeledah segala isi rumah ibu tersebut, menginterogasinya, botol itu tak ditemukan jua. "Tolong pak. Anakku tidak mengambil apa-apa," ujar ibu itu sambil mengiba.
"Bu, botol itu adalah satu-satunya harapanku untuk menjaga keharmonisan rumah tanggaku. Plis bu," pinta Syamsuddin.
"Begini pak, anak saya ini sebenarnya kleptomania. Mungkin botol itu ada di dalam tasnya. Tapi masalahnya tas dan isinya itu sudah dijual lewat online. Langsung laku.
Pembelinya TKW yang baru saja berangkat ke Arab kemaren. Nah, tas dan isinya itu ikut dibawa. Saya juga sudah lost contact sama orang itu," jawab sang ibu berpanjang lebar.
Syamsuddin menyerah. Dia pun harus mengumpulkan segenap keberaniannya, kemudian memilih diksi yang pas untuk mengatakannya kepada Inna.
"Saya sudah menggunakan segala daya dan upayaku, tapi botol itu tidak ketemu, saya sangat menyesal sayangku," kata Syamsuddin kepada Inna, dengan degup jantung yang lebih cepat, dua hari kemudian.
"Tidak apa, mungkin sudah kehendak Allah. Semoga bermanfaat bagi yang menggunakannya. Saya ke masjid dulu ya, ada pengajian," jawab Inna.
Syamsuddin terkejut. Dia bengong mendengar jawaban istrinya yang kemudian memakai mukena lalu berlalu pergi begitu saja. Tidak biasanya Inna melontarkan kalimat seperti itu. Seharusnya dia mengomel.
Inna memang dalam beberapa pekan terakhir rutin mengikuti pengajian. Entah apa gerangan yang memikatnya. Dalam sepekan terakhir, sejak rutin mengikuti pengajian, jilbanya juga makin lebar, menjuntai hingga bagian pinggul.
Syamsuddin terkesima. Siapapun ustadz, atau ustadzah yang menggelar pengajian itu, dia telah mengubah perspektif istrinya tentang cinta dan memiliki.
Sungguh besar jasa ustadz di majelis itu, yang telah mengubah istrinya menjadi pribadi yang merelakan. Ikhlas. Sebuah nilai yang dirinya sendiri pun sulit untuk membenamkannya ke dalam diri Inna di sepanjang dekade usia pernikahannya. Tetapi ustadz di majelis taklim itu cuma butuh waktu sepekan.
Siapapun dia, Syamsuddin ingin menemuinya, dan menyampaikan terima kasih yang dalam.
Makassar, 17 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H