Mohon tunggu...
Ronald Reagen
Ronald Reagen Mohon Tunggu... Freelancer - Ayah dari 2 orang anak

memiliki tinggi 170 cm. berat badan 67 kilogram..mata sipit, hidung gede, mulut lebar plus tebal,kulit putih bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Publik Obligasi atau Konstitusi?

16 Desember 2019   11:13 Diperbarui: 16 Desember 2019   12:02 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar Arus

Obligasi adalah istilah dalam pasar modal untuk menyebut surat pernyataan utang penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. ringkasnya, penerbit obligasi adalah pihak yang berutang dan pemegang obligasi adalah pihak yang berpiutang. Dalam obligasi, dituliskan jatuh tempo pembayaran utang beserta bunganya (kupon) yang menjadi kewajiban penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Jangka waktu obligasi yang berlaku di Indonesia umumnya 1 hingga 10 tahun.

Diterbitkannya obligasi dilatarbelakangi upaya menghimpun dana dari masyarakat yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan. Bila ditinjau dari sudut pandang pebisnis, obligasi bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan dana segar demi berjalannya usaha. Sementara Negara memandang obligasi sebagai sumber pendanaan untuk membiayai sebagian defisit anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sedangkan Konstitusi adalah keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat (Miriam Budiardjo)

kedua defenisi diatas didalam konseptual sangatlah bertentangan. obligasi walaupun ada keterlibatan publik, tetapi tetap pada aspek bisnis untuk bisnis sedangkan konstitusi adalah pijakan awal dalam meletakkan keharusan berjalannya suatu negara yang memuat seluruh sektor, baik publik maupun private

Legitimasi

Dalam meletakkan defenisi, seorang insan tidak diharuskan untuk bergantung pada hal yang telah ada! apalagi menyangkut pada teori sosial, dimana negara ada didalamnya! kerangka absolut harus di pugar, didekonstruksi sedemikian rupa, agar legitimasi tidak berakhir pada penyesatan dengan pengakuan suatu pemahaman dan defenisi tunggal.

Seorang Derrida pun menginginkan kebenaran tidak mesti tunggal, absolut, dan universal. Oleh karenanya Derrida selalu bergairah untuk mendekonstruksi pemikiran modern. Proyek dekonstruksinya diawali dengan memusatkan perhatiannya pada bahasa karena ide, gagasan, dan konsep diungkapkan melalui bahasa. Dalam bahasa terdapat prioritas dan kepentingan.

Bahkan seorang Paul Payerebend, yang dianggap tokoh pembunuh sain, melalui bendera Anarchism Epistemologinya, sangat menentang kesan monolog didalam methodelogi, dia beranggapan bahwa tidak ada hal yang baku yang dapat mengatur perkembangan sains dan pengetahuan.

oleh karena itu, bagi saya, hal yang tidak mungkin bisa di ikat didalam satu ruang, didalam ruang lain bisa jadi adalah satu kesatuan

jadi dengan meletakkan Publik Obligation = konstitusi bukanlah kecacatan! pembacaannya dimulai dari membangun relasi dalam kerangka pemenuhan hak dan kewajiban, memberi dan menerima. dekonstruksinya dengan memperluas makna obligasi kedalam persoalan negara dan rakyatnya.

Unifikasi

Membiarkan/Meletakkan Konstitus agar bisa dimaknai sebagai publik obligation! Yakni pemberian surat hutang oleh warga negara terhadap pengelola negara! Dimana proses pembayarannya melalui kebijakan-kebijakan yang populis, mengakomodir kebutuhan hidup sehat! Kehidupan yang sejahtera! Serta terlepas dari berbagai macam ancaman yang mengganggu ruang social. adalah sesuatu yang memungkinkan.

Rasionalisasi diatas, adalah dengan mengangkat makna delegitimasi defenisi, kemudian meletakkan ulang dua persoalan Publik obligasi = Konstitusi. Penempatannya melalui analogi, bahwa kekuasaan di ibaratkan sebagai hutang. dimana Kekuasaan dianggap sebagai pokok hutang yang harus dibayarkan, oleh siapapun yang diberikan mandat untuk menjalankan kekuasaan rakyat!

Beban biaya/ permodalan serta keuntungan yang ingin didapatkan oleh warga negara bisa di temukan didalam pasal-pasal yang ada didalam konstitusi! Jangan tanya kalau untuk akses modal! Tidak terhingga bagaimana pembebanan modal ini kepada masyarakat! Misalnya melalui pajak! Melalui pelepasan hak eigendom atas nama kepentingan publik!

Sifat pajak dsb, bisa juga dianggap akses modal yang unlimited yang dijamin oleh rakyat terhadap negara! Belum lagi modal yang sifatnya limitatif, seperti pengelolaan insustri-industri ekstraktif, bisnis perkebunan monokultur atas nama HGU! Atas nama ini, selaku pemilik modal, rakyat rela kekurangah tanah pertanian atau berstatus petani gurem!

Angka-angka produksi dari industri produktif rakyat selalu berjalan walaupun seret! Misalnya pada produksi pertanian! Walaupun berhadapan dengan hukum pasar! demi membiayai negara, petani selalu melakukan proses produksi. Kajian pada pemenuhan nilai lebih dari produk, tidak terlalu diprhitungkan. Malahan kecendrungan petani mendapatkan beban ganda dari produksi barang mentah. Prosesi ini dilakukan demi memenuhi harapannya, agar negara tidak wanprestasi nantinya!

Hutang ini berlaku selamanya! Selama masih ada kesepakatan untuk utuh didalam satu negara! Jika negara wanprestasi, maka warga negara pun berhak untuk mencabut mandat, atau bersepakat untuk melakukan pembubaran tanpa ada tuduhan yang bertendensi mengancam kesatuan atau tindakan sparatis!

Harapannya, ada kurasi dimana Rakyat sebagai kurator dengan tugas yang diperluas dalam menghitung nilai valuasi dari investasi yang telah dilakukan! Tentu makna investasi selalu berhubungan dengan valuasi dan ada nilai profit disana! Sebagai investor tunggal! Tentu rakyat tidak mau dirudung kerugian permanen yang berakhir pailit?

Pada umumnya, setiap kongsi dagang yang tidak memiliki prospek untung, kongsi kemungkinan akan dibubarkan! Pada kasus investor tunggal, Jika prospek laba tidak ditemukan , maka investasi akan dihentikan!

Konsekuensi logis dari pembubaran dan penghentian investasi adalah hal biasa, selama pihak manajemen tidak bisa memastikan kemunculan angka profit!

Jadi sebaiknya pihak manajemen/pemerintah harus memastikan angka profit dan pengembalian modal disetiap kebijakannya ! Agar jangan sampai si pemberi hutang/rakyat, menyatakan posisi hutang telah Jatuh tempo dan diangap pailit! .

11

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun