Islam dan liberalisme kerap dianggap sebagai dua gagasan yang saling berlawanan. Islam sering dipersepsikan sebagai ajaran yang bersifat konservatif dan tradisional, sementara liberalisme identik dengan konsep kebebasan dan modernitas. Namun, benarkah keduanya tidak dapat berjalan beriringan? "Sejarah menunjukkan bahwa Islam telah mengusung nilai-nilai seperti keadilan, kesetaraan, dan kebebasan yang selaras dengan prinsip-prinsip liberalisme"(Fauzi, 2015). Tulisan ini bertujuan untuk mengulas harmoni dan perbedaan antara Islam dan liberalisme, sekaligus mencari titik temu guna menciptakan masyarakat yang adil dan damai. Dalam konteks keagamaan dan ideologi modern, Islam sering diidentikkan sebagai agama konservatif dan tradisional yang menekankan pentingnya syariah dan nilai-nilai spiritual. Sebaliknya, menurut Atho Mudzhar liberalisme dipandang sebagai ideologi yang mengutamakan kebebasan individu, toleransi, dan hak asasi manusia(M. Atho Mudzhar, 2011). Namun, pertemuan antara keduanya sering menimbulkan kritik dan kontroversi terkait nilai-nilai dan tradisi. Oleh karena itu, dialog dan pemahaman antar kedua pihak sangat penting untuk mengatasi kesalahpahaman dan mencari titik temu yang konstruktif(Kholid Syamhudi, n.d.). Â
     Dalam perspektif Islam memiliki prinsip dasar yang sejalan dengan nilai-nilai liberalisme, seperti keadilan (al-'adl), kesetaraan (al-musawat), kebebasan (al-huriyyah) dan toleransi (al-tasamuh). Konsep ini mendukung kesetaraan dan keadilan bagi semua manusia, tanpa memandang ras, agama atau status sosial. Dengan demikian, Islam memungkinkan sinkronisasi antara ajaran agama dan pemikiran modern, menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Hal ini sesuai dengan semangat Al-Qur'an yang menekankan pentingnya keadilan, kebijaksanaan dan kesabaran. Penerapan nilai-nilai Islam yang liberal dan toleran telah terbukti efektif dalam sejarah, seperti kebijakan Khalifah Umar bin Al-Khattab yang melindungi kebebasan beragama, serta kontribusi Ibnu Sina dalam memperjuangkan kebebasan intelektual dan kesetaraan. Peradaban Islam di Andalusia dan Kesultanan Ottoman juga menciptakan masyarakat harmonis dan berkeadilan, menunjukkan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembangunan masyarakat yang moderat, toleran dan berkeadilan.
     Disisi lain dalam perspektif liberalisme berakar pada prinsip kebebasan individu, hak asasi manusia, toleransi, kesetaraan dan demokrasi. Filosof seperti John Locke, Immanuel Kant dan John Stuart Mill memperkuat konsep ini, menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan, keadilan, keterbukaan dan perlindungan minoritas. Meskipun kritik dan kontroversi muncul, liberalisme tetap menjadi landasan penting bagi masyarakat yang berkeadilan, berkebebasan dan berkesetaraan. Implementasinya membutuhkan keseimbangan antara kepentingan individu dan umum, serta penghormatan terhadap perbedaan(Batubara et al., 2021). Liberalisme sering dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama absolut karena menekankan kebebasan individu, toleransi dan kesetaraan yang dianggap mengancam otoritas agama. Konflik ini muncul dalam isu-isu seperti hak LGBTQ+, aborsi dan euthanasia. Namun, dialog terbuka dan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai agama dan liberal dapat mencari titik temu antara kebebasan individu dan kepentingan agama, menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.
      Islam dan liberalisme memiliki titik temu dalam prinsip keadilan, kesetaraan, kebebasan dan toleransi, seperti tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits. Konsep Maqasid Syariah, Istihsan dan Syura juga mendukung nilai-nilai liberal(Sulaiman, 2019). Meskipun perdebatan tentang interpretasi dan penerapan masih berlangsung, dialog terbuka dan pemahaman yang lebih dalam dapat menciptakan masyarakat yang harmonis, berkeadilan dan menghormati perbedaan. Tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh dan Nurcholish Madjid telah memperjuangkan pemikiran liberal Islam yang seimbang dan moderat(Maslan, 2024). Islam dan liberalisme memiliki titik temu dalam keadilan sosial, hak asasi manusia, toleransi dan demokrasi, namun berpotensi berbenturan dalam kebebasan individu versus hukum syariah, hak perempuan, kebebasan beragama dan peran agama dalam negara(Naldo, 2019). Dialog terbuka dan pemahaman yang lebih dalam tentang interpretasi Al-Qur'an dan Hadits dapat menciptakan sintesis yang harmonis dan berkeadilan(Kholid Syamhudi, n.d.). Negara seperti Indonesia, Tunisia dan Malaysia berhasil menggabungkan nilai-nilai Islam dan liberalisme melalui konsep seperti Pancasila, Islam Hadhari dan demokrasi religius. Tokoh seperti Nurcholish Madjid, Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman juga memperkaya pemikiran Islam liberal. Organisasi seperti Nahdlatul Ulama dan Partai Keadilan Sejahtera menunjukkan bahwa Islam dan liberalisme dapat berjalan berdampingan, menciptakan masyarakat yang harmonis, berkeadilan dan menghormati perbedaan(Farizi, 2019).
       Islam dan liberalisme dapat berjalan berdampingan melalui sintesis yang harmonis, menggabungkan nilai-nilai keadilan sosial, hak asasi manusia, toleransi dan demokrasi, sehingga menciptakan masyarakat yang berkeadilan, demokratis, menghormati perbedaan dan memperkuat kebersamaan. Keduanya memiliki tujuan sama, yaitu menciptakan masyarakat yang adil, berkeadilan dan menghormati perbedaan. Namun, perlu diakui bahwa perbedaan interpretasi dan penerapan masih menjadi tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H