Mohon tunggu...
Ananda Merlyna Anggraini
Ananda Merlyna Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

halo, saya Ananda Merlyna Anggraini, saya mahasiswa hubungi internasional, saya suka menari dan mendengarkan musik. terkadang kita harus membuat keputusan yang dimana tidak kita sukai, tapi itu adalah yang terbaik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perpecahan Dinamika Politik Identitas Pasca Pemilu: Menimbulkan Perpecahan di Dalam Negeri Indonesia

1 Januari 2024   00:39 Diperbarui: 1 Januari 2024   09:00 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang pemilu 2024, kemungkinan akan dinilai memunculkan banyak isu yang menarik bagi sebagian besar masyarakat indonesia. Hal ini berkaitan dengan kampanye pemilu yang akan datang dimana berpotensi memiliki dinamika dan persaingan yang cukup kuat. Politik identitas menjadi salah satu topik yang  banyak dibicarakan dan sering diangkat. Sebab, politik identitas yang berdasarkan kesamaan identitas seringkali menjadi akar penyebab konflik politik, terutama terkait ketegangan antara kelompok atasan dan bawahan atau antara kelompok mayoritas dan minoritas.

Jika berkaca pada dinamika pemilu di tahun 2019, salah satu hal yang akan terjadi pada pemilu 2024 yaitu politik identitas. Hal tersebut terlihat bahwa banyak sekali kondisi yang terjadi pada masa kampanye, salah satunya adalah munculnya politik identitas sebagai alat propaganda politik oleh beberapa calon untuk mendapatkan suara.

Menurut pandangan pakar politik, Donald L. Morowitz, politik identitas bukan hanya sekadar memberikan keputusan tegas tentang siapa yang diterima dan ditolak. Lebih dalam dari definisinya, politik identitas mencakup penekanan pada perbedaan yang menghasilkan pola-pola perilaku yang meliputi intoleransi, kekerasan kelompok, konflik etnis, bahkan potensi pecahnya persatuan sosial berdasarkan pada aspek Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Dalam praktiknya, politik identitas menciptakan suatu dinamika di mana prioritas diberikan pada perbedaan yang memunculkan ketegangan antaridentitas, menciptakan celah bagi konflik, dan merangsang sikap yang tidak toleran terhadap kelompok lain. Hasilnya, hal ini dapat merusak keutuhan sosial serta mengancam stabilitas kesatuan bangsa secara keseluruhan.

Secara pemaknaan, politik identitas yang terjadi pada pemilu memiliki tujuan untuk mendulang suara dari salah satu identitas atau golongan di Indonesia. Tentu saja itu akan membuat golongan lainnya yang tidak menjadi bagian dari identitas tersebut akan dimanfaatkan oleh calon lain. Kondisi itu berpotensi menyebabkan perpecahan antar golongan atau identitas yang ada di Indonesia. Apabila berkaca pada pemilu di tahun 2019, politik identitas pada pemilu tersebut sangat kuat dan dampak yang terjadi adalah terciptanya perselisihan antar golongan dan pada akhirnya semangat persatuan yang selama ini telah dibangun dapat dipastikan akan tergerus.

Berdasarkan fakta tersebut, tentu saja politik identitas yang dibawa oleh para calon tidak membawa kepentingan masyarakat akan tetapi membawa kepentingan identitas atau salah satu golongan saja. Hal tersebut karena isu yang dimainkan oleh para calon pada politik identitas ini yaitu perbedaan agama, suku, dan perbedaan-perbedaan lain yang berpotensi memicu emosional masyarakat. Hal ini membuktikan bahwasanya pertarungan gagasan yang dibawa oleh para calon tidak untuk membuat sebuah perubahan atau solusi dari permasalahan masyarakat. Fenomena tersebut cukup disayangkan karena pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali seharusnya membawa kepentingan masyarakat agar menjadi lebih baik, akan tetapi justru menjadi jalan beberapa golongan atau identitas untuk berkuasa.

Politik identitas tidak membawa kepentingan masyarakat sebab politik identitas yang dibawa oleh para calon justru akan mengancam masyarakat Indonesia, adapun beberapa ancaman apabila politik identitas masih digunakan pada pemilu 2024 antara lain yaitu:

  • Hilangnya keutuhan bernegara bukanlah sekadar sebuah potensi, melainkan sebuah ancaman yang mungkin akan mengikis pondasi negara kita. Politik identitas, dengan kecenderungannya untuk memprioritaskan identitas spesifik atas semangat kebersamaan, menjadi sebuah kekuatan yang merongrong esensi persatuan. Dalam konteks ini, politik identitas tidak hanya sekadar menciptakan perpecahan, tetapi juga mengancam keberlangsungan harmoni sosial yang sudah terbina sebelumnya.
  • Dampaknya tak hanya terbatas pada perpecahan, tetapi juga menimbulkan adu domba yang merusak hubungan antaranggota masyarakat. Politik identitas, dengan menekankan identitas tertentu, dapat membawa implikasi serius berupa permusuhan antarkelompok. Jika politik identitas ini terkait dengan isu-isu sensitif seperti SARA, dampaknya bisa menjadi jauh lebih merusak karena menciptakan ketegangan yang tak terduga.
  • Lebih dari sekadar perpecahan, politik identitas mengancam eksistensi toleransi dalam masyarakat. Pemilihan umum yang didominasi oleh politik identitas dapat menghasilkan ketidakmampuan untuk menerima perbedaan serta menyebabkan beberapa kelompok mengklaim superioritas dan kebenaran atas kelompok lainnya. Dalam konteks ini, ancaman terhadap toleransi bukanlah sekadar dugaan, tetapi potensi keretakan yang bisa menggoyahkan fondasi kesatuan kita sebagai bangsa.

Pada dasarnya, politik identitas yang terjadi pada pemilu tidak membawa kepentingan dari masyarakat akan tetapi membawa kepentingan salah satu golongan atau identitas saja. Oleh karena itu, jangan sampai pemilu 2024 politik identitas kembali terulang karena berpotensi menjerumuskan masyarakat ke dalam kondisi permusuhan yang akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Politisasi isu Hak Asasi Manusia (HAM) kerap menjadi instrumen yang sangat penting dalam ranah politik identitas, di mana tujuannya tidak jarang berkisar pada upaya memperoleh dukungan yang kuat dari segmen-segmen spesifik di tengah masyarakat. Strategi ini terkadang dilakukan dengan merujuk pada elemen-elemen identitas seperti agama, suku, dan lapisan identitas lainnya, bertujuan untuk memperoleh kepercayaan serta dukungan yang lebih besar dari segmen-segmen tersebut.

Dalam konteks pelaksanaan pemilihan umum, seringkali terlihat bahwa politik identitas menjadi strategi yang umum digunakan oleh para calon politik dengan tujuan untuk memperoleh dukungan sebanyak mungkin dari kelompok-kelompok tertentu. 

Mereka melibatkan diri dalam upaya untuk menunjukkan komitmen atau kepentingan yang sejalan dengan identitas khusus dari kelompok tersebut, sehingga menciptakan keterhubungan emosional dengan pemilih potensial. Meskipun demikian, dampak dari pendekatan ini tidak selalu positif, karena seringkali justru memunculkan polarisasi di antara berbagai kelompok yang terlibat. Oleh karena itu, perlu adanya refleksi kritis terkait penggunaan politik identitas dalam proses pemilihan umum agar dapat menghindari potensi risiko terhadap kohesi sosial dan stabilitas politik.

Politik identitas dalam politisasi isu Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan strategi yang berpotensi mengubah pilihan politik secara substansial. Saat calon pemimpin menggunakan politik identitas, mereka mampu menarik dukungan dari segmen tertentu dalam masyarakat dengan menggarisbawahi isu-isu yang menjadi sensitif secara identitas bagi kelompok tersebut. Namun, walaupun terciptanya keterikatan emosional dan dukungan kuat dari kelompok-kelompok ini, pendekatan semacam itu seringkali berakibat pada penguatan pembelahan di antara warga masyarakat. 

Dalam ranah politik identitas yang serba kompleks, ketika isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM) dihadapkan pada kenyataan polarisasi yang semakin menguat serta perpecahan yang muncul dari sudut pandang politik yang berbeda, dampak jangka panjangnya dapat merusak kerja keras dalam mewujudkan penegakan HAM secara menyeluruh. Dalam hal ini dapat mengurangi kapasitas kita untuk mengatasi dan menangani berbagai permasalahan HAM secara adil dan merata bagi semua lapisan masyarakat yang terlibat.

Dalam menjaga kesatuan dan kesejahteraan masyarakat dari berbagai ancaman yang mungkin muncul, terdapat kebutuhan yang krusial untuk mengutamakan gagasan dan program yang tidak hanya menekankan pada kepentingan individu, tetapi juga pada kepentingan bersama saat proses pemilihan umum. Pentingnya pemahaman akan dampak politik identitas terhadap hak asasi manusia (HAM) dan keseluruhan struktur masyarakat menjadi landasan yang tak terbantahkan dalam upaya membangun sebuah sistem pemilu yang lebih inklusif, adil, dan bertanggung jawab. Dengan memperkuat kesadaran akan implikasi politik identitas ini, kita dapat merancang dan menerapkan strategi serta kebijakan yang memungkinkan partisipasi yang lebih luas dari seluruh lapisan masyarakat, menjaga keadilan dalam proses pemilihan, serta memastikan tanggung jawab yang lebih besar bagi para pemimpin yang terpilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun