Tahun ini adalah tahun kelima untukku sebagai seorang perantau dari tanah Sumatera di sini. Â Kota Pendidikan yang berpredikat Yogyakarta berhati nyaman.
Setelah aku menamatkan sekolahku di sebuah sekolah Kader di sebuah Gang yang terkenal dengan toko aksesoris bernama Ciko. aku melanjutkan mimpiku untuk sekolah ke luar negri lebih tepatnya ke Mesir. aku ingin sekali melanjutkan sekolah di sana. barangkali karena aku ingin mendapatkan laki-laki seperti Fahri dalam Novel  Ayat-ayat Cinta. sungguh keinginanku sangat polos dan bahkan sangat naif.
selama satu tahun terakhir aku sangat serius menghafalkan Al-Qur'an. sebuah keharusan bagi mereka yang ingin melanjutkan studinya di Al Azhar untuk bisa memiliki hafalan setidaknya 1 juz. semua itu entah bermula dari mana aku tidak tahu. yang jelas aku ingin sekali menginjakkan kakiku di negeri para Nabi itu.
keinginanku ke sana bermula dari keinginanku untuk menyusul salah seorang Imam Masjid di kampung Halamanku yang tanpa kusadari telah aku cintai dalam diam dan dalam tindakanku.
saat itu, saat aku masih berstatus sebagai siswa madrasah. aku pulang kampung mengunjungi kakekku yang sudah sakit-sakitan. salah seorang adik ibuku berujar bahwa telah datang seorang PNS yang hendak meminangku, bahkan ia bersedia dan tidak keberatan untuk menungguku sampai aku selesai kuliah.
hatiku bergemuruh, lazimnya seorang anak perempuan di kampung halamanku apabila datang seorang laki-laki meminang dengan kesiapan dan kesejahteraan yang ia miliki tentu akan disambut dengan tangan terbuka. dan hati gembira.
tapi tidak denganku, aku justru sebaliknya. hatiku teramat marah dan kesal. mengapa demikian. karena aku merasa dipermainkan. ya aku merasa dipermainkan.
begini kisahku, Aku adalah cucu kedua dari keluarga Nyonya Leman. keluarga Nyonya Leman memanggilku Alisa. Nyonya Leman adalah Nenekku dari garis Ibu.
Nyonya Leman seorang perempuan kaya di perkampungan Jawa di Tanah Sumatera. Nyonya Leman masih bergaris  keturunan Bangsawan Kesultanan Solo  dan Melayu Kalimantan melalui jalur Ibunya. Nyonya Leman menguasai banyak perkebunan cengkeh, kelapa, kakau, lada, pala dan beraneka kebutuhan rempah lain yang diminati oleh para Irlander.
Namun kekayaan Nyonya Leman seiring waktu tidak bertahan lama. Nyonya Leman harus menyekolahkan ke enam anaknya di perguruan tinggi. Nyonya Leman sadar ia menikahi seorang suami yang baik perilaku tapi sedikit harta bendanya. ia lakukan itu hanya demi tidak disakiti.
Nyonya Leman lebih memilih Bapak Sukaca yang berprofesi sebagai guru. sudah barang tentu seorang guru akan selalu mengutamakan pendidikan dari pada yang lain. Pendidikan bagi pribumi sesuatu yang mewah. jika memilih pendidikan itu artinya siap berkorban untuk kehilangan harta. itulah mengapa bapak Sukaca tidak berada tapi disegani dan dihormati karena kehalusan Budi pekerti.
Ibuku adalah satu-satunya anak yang tidak berkuliah dari 6 saudaranya. bukan karena tidak memiliki uang untuk membayarnya. Ibuku tidak mampu mendengar dengan baik sejak kecil. meski orang-orang di kampung halamanku menganggap keluarga Ibuku, Nyonya Leman cukup mapan tapi ternyata tidak. Keluarga ibuku tidak mampu membayar pengobatan untuk Ibuku. atau mungkin kesehatan belum secanggih sekarang. Ibuku adalah anak kembar. kepercayaan di kampung halamanku, anak kembar yang memiliki status 'jelek' harus dirawat oleh orang tuanya sendiri dan kembaran yang memiliki kualitas yang lebih bagus harus dirawat oleh pihak nenek.