Di bagian inilah peran agrogeofisika hadir untuk menjawab permasalahan atas solusi tersebut. Ditilik dari definisinya, agrogeofisika merupakan salah satu bidang ilmu yang mempelajari pertanian dan perkebunan menggunakan metode geofisika. Metode geofisika adalah pengukuran sifat fisik tanah/batuan di bawah permukaan menggunakan metode fisika. Dalam hal ini, pengukuran fisik yang dilakukan berfokus pada pengukuran resistivitas, atau sederhananya adalah mengukur besarnya kemampuan suatu tanah atau batuan untuk dapat menghambat aliran listrik. Pengunaan metode ini dinilai efektif untuk mencari distribusi air tanah, kelembapan tanah, aliran drainase, hingga keberadaan polutan atau zat yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karet.
Salah satu metode geofisika yang dipakai dalam pertanian atau agrogeofisika adalah Electrical Resistivity Tomography (ERT) dan Self-Potential (SP). Dengan metode ini, kita dapat memetakan variasi spasial/lokasi tanah sehingga area yang kurang optimal tetap dapat diidentifikasi dan diolah sedemikian rupa untuk mendukung pertumbuhan karet. ERT memungkinkan identifikasi karakteristik tanah berdasarkan resistivitas, yang dapat memberikan gambaran tentang kelembaban, kedalaman lapisan tanah, dan kondisi drainase. SP, di sisi lain, dapat mendeteksi pergerakan aliran air tanah yang penting dalam menentukan tingkat kelembapan tanah. Dengan pemetaan geofisika ini, petani dapat memfokuskan penggunaan pupuk atau modifikasi tanah hanya di area tertentu, mengurangi risiko pertumbuhan yang tidak optimal akibat kondisi tanah yang tidak sesuai.
Selain tantangan ketersediaan lahan yang ideal, perkebunan karet juga menghadapi ancaman penyakit gugur daun yang kerap kali dikaitkan dengan defisiensi air. Penyakit ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi karet secara signifikan. Dengan metode ERT dan SP, kita bisa mengidentifikasi daerah-daerah di perkebunan yang rentan terhadap defisiensi air, yang sering kali memicu kemunculan penyakit tersebut. Pengukuran ERT dapat membantu dalam mendeteksi ketidakseimbangan kadar air tanah, sementara SP dapat mengidentifikasi pola aliran air bawah permukaan yang tidak merata. Dengan informasi ini, pengelolaan irigasi atau intervensi lainnya bisa lebih tepat sasaran, sehingga kondisi tanaman tetap optimal dan risiko penyakit dapat ditekan.
Pemanfaatan metode geofisika seperti ERT dan SP memberikan perspektif baru dalam pengelolaan perkebunan karet, terutama di lahan yang kurang ideal. Ini merupakan solusi praktis dan berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas tanpa perlu mencari lahan baru yang sesuai. Di tengah keterbatasan lahan dan risiko penyakit, teknologi ini memungkinkan petani karet untuk memaksimalkan potensi tanaman dengan lebih efektif. Pendekatan ini bukan hanya mendukung ketahanan ekonomi petani, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lahan dengan memaksimalkan area yang sudah ada.
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik karet Indonesia 2022 / Indonesian rubber statistics 2022 (Volume 16). Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan.
Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik karet Indonesia 2020 / Indonesian rubber statistics 2022 (Volume 15). Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan.
Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik karet Indonesia 2018 / Indonesian rubber statistics 2022 (Volume 14). Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan.