1. THK dalam Perspektif Sejarah
Tri Hita Karana (THK) adalah konsep filosofis yang lahir dari budaya dan spiritualitas masyarakat Bali. Secara etimologis, "Tri" berarti tiga, "Hita" berarti kebahagiaan atau kesejahteraan, dan "Karana" berarti penyebab. THK mengajarkan tiga penyebab utama kesejahteraan dan kebahagiaan, yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan lingkungan alam (Palemahan).
Sejarah THK dapat ditelusuri kembali ke masa kerajaan-kerajaan Bali di mana agama Hindu memainkan peran sentral dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip THK diterapkan dalam sistem sosial, keagamaan, dan lingkungan, dan terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali seperti arsitektur, pertanian, dan upacara keagamaan. Salah satu contoh konkret adalah sistem irigasi subak, yang mencerminkan kerjasama dan keseimbangan antara manusia dan alam.
2. Makna Kesejahteraan/Kebahagiaan pada THK
Kesejahteraan atau kebahagiaan dalam konteks THK melampaui aspek material. Ia mencakup keseimbangan dan harmoni antara Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
- Parahyangan: Hubungan yang baik dengan Tuhan dicapai melalui praktik keagamaan yang khusyuk dan ikhlas, seperti sembahyang, upacara, dan ritual yang memperkuat spiritualitas individu dan komunitas.
- Pawongan: Hubungan yang baik dengan sesama manusia diwujudkan melalui interaksi sosial yang positif, gotong royong, toleransi, dan rasa saling menghormati.
- Palemahan: Hubungan yang baik dengan alam melibatkan perlindungan dan pelestarian lingkungan, serta sikap yang bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam.
Makna kesejahteraan dalam THK menekankan pentingnya hidup sederhana, penuh rasa syukur, dan menciptakan kebahagiaan batin yang berasal dari keseimbangan hidup.
3. THK sebagai Filsafat Hidup dan Kearifan Lokal
Tri Hita Karana sebagai filsafat hidup mencerminkan kearifan lokal yang mendalam di Bali. Ini bukan hanya sekadar konsep, tetapi panduan yang mengarahkan cara hidup masyarakat Bali.
- Arsitektur: Bangunan tradisional Bali dirancang dengan prinsip THK, menciptakan keseimbangan antara manusia, alam, dan unsur spiritual. Contoh ini terlihat dalam tata ruang pura yang harmonis dengan alam sekitarnya.
- Pertanian: Sistem subak adalah contoh nyata penerapan THK, di mana petani bekerja sama dalam mengelola air irigasi dengan prinsip gotong royong, yang memastikan kesejahteraan bersama.
- Seni dan Budaya: Seni tari, musik, dan upacara keagamaan Bali juga mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas, yang merupakan inti dari THK.
4. THK dan Prinsip Multikrasi
Prinsip multikrasi dalam THK mengedepankan penghargaan terhadap keberagaman dan pluralitas. THK mengakui bahwa setiap individu memiliki peran dan kontribusi dalam menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan mengedepankan harmoni antara Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan, THK mengajarkan pentingnya hidup bersama dalam perbedaan, saling menghargai, dan bekerja sama untuk kesejahteraan bersama. Prinsip ini memperkuat kohesi sosial dan mengurangi konflik antar kelompok.
5. THK sebagai Etika Kepemimpinan
Dalam konteks kepemimpinan, THK menawarkan kerangka etika yang menekankan keseimbangan dan keharmonisan. Pemimpin yang mengadopsi prinsip THK akan menekankan pentingnya kesejahteraan semua pihak, termasuk Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan.
- Parahyangan: Pemimpin harus memastikan bahwa kebijakan dan tindakan mereka selaras dengan nilai-nilai spiritual dan agama, menjaga integritas dan moralitas.
- Pawongan: Pemimpin harus berinteraksi dengan masyarakat secara adil dan transparan, mendengarkan aspirasi, dan mendorong partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.
- Palemahan: Pemimpin harus bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, memastikan lingkungan tetap lestari bagi generasi mendatang.
6. Esensi Kepemimpinan dan Etika Kepemimpinan dalam THK
Esensi kepemimpinan dalam THK adalah melayani dan melindungi kesejahteraan semua anggota komunitas. Etika kepemimpinan dalam THK mengharuskan pemimpin untuk selalu menjaga hubungan baik dengan Tuhan, manusia, dan alam. Pemimpin harus bertindak dengan integritas, adil, bijaksana, dan selalu mempertimbangkan dampak keputusan mereka terhadap keseimbangan tiga elemen utama THK. Kepemimpinan yang efektif menurut THK adalah yang mampu menciptakan lingkungan yang harmonis, produktif, dan berkeadilan.
7. THK, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika
Tri Hita Karana sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, yang terdiri dari lima sila, menekankan:
- Ketuhanan yang Maha Esa: Selaras dengan Parahyangan.
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Sejalan dengan Pawongan.
- Persatuan Indonesia: Menggemakan semangat multikrasi dalam THK.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Mendukung etika kepemimpinan dalam THK.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Sesuai dengan tujuan THK untuk kesejahteraan bersama.
Bhineka Tunggal Ika, yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu," mencerminkan keberagaman budaya, agama, dan suku bangsa di Indonesia. Prinsip ini sejalan dengan THK yang mengakui dan menghormati keberagaman sebagai kekayaan yang harus dihargai dan dipelihara.
8. THK, Dharma Negara, dan Dharma Agama
Dharma Negara (tanggung jawab terhadap negara) dan Dharma Agama (tanggung jawab terhadap agama) adalah dua aspek penting yang harus dijaga keseimbangannya. THK mengajarkan bahwa kewajiban terhadap negara dan agama harus dijalankan dengan integritas dan rasa tanggung jawab. Pemimpin dan warga negara yang baik adalah mereka yang mampu menjalankan kedua dharma ini secara seimbang, demi tercapainya kesejahteraan dan harmoni.
9. THK dan Empat Pilar Kebangsaan
THK berkontribusi pada penguatan empat pilar kebangsaan Indonesia: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Dengan menekankan harmoni dan keseimbangan, THK mendukung implementasi nilai-nilai dasar negara dan memperkuat persatuan serta kerukunan dalam keberagaman. Prinsip THK mendorong masyarakat untuk hidup dalam harmoni, saling menghargai, dan menjaga keutuhan negara.
10. THK: Nilai Fundamental Agama dan Solusinya
Sebagai nilai fundamental, THK sejalan dengan ajaran agama-agama yang mengedepankan keseimbangan, harmoni, dan kesejahteraan. THK menawarkan solusi bagi berbagai masalah sosial dan lingkungan dengan pendekatan yang holistik dan berbasis kearifan lokal. Melalui prinsip THK, masyarakat diajak untuk hidup dalam keseimbangan dan harmoni, yang pada akhirnya akan menciptakan dunia yang lebih sejahtera dan bahagia.
THK mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara spiritualitas, hubungan sosial, dan lingkungan alam. Dengan menerapkan nilai-nilai THK, masyarakat dapat menghadapi tantangan modern dengan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif, menciptakan dunia yang lebih adil, harmonis, dan sejahtera.
Kesimpulan
Tri Hita Karana adalah konsep yang kaya akan nilai-nilai kebijaksanaan yang relevan dengan kehidupan modern. Dengan mengedepankan harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan, THK menawarkan sebuah kerangka hidup yang dapat menginspirasi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Mengintegrasikan nilai-nilai THK dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan dan kebijakan publik, dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, harmonis, dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H