Mohon tunggu...
Made Dwinda Gyarini Sugiarta
Made Dwinda Gyarini Sugiarta Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

HALO

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fungsi dan Makna Perayaan Nyepi

12 Maret 2024   16:45 Diperbarui: 12 Maret 2024   16:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fungsi dan Makna Perayaan Nyepi

Made Dwinda Gyarini Sugiarta (2314091003)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Email : gyarinidwinda@gmail.com

Pendahuluan
Bali adalah sebuah pulau yang dikenal karena pesonannya yang sangat luar biasa, tidak hanya terpancar dari keindahan alamnya yang memukau tetapi juga dari kekayaan budaya yang melimpah. Pulau ini menjadi destinasi yang menarik bagi banyak orang karena keberagaman budayanya yang begitu kaya. Di tengah kekayaan budaya yang dimiliki, terdapat sebuah tradisi sakral yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Hindu. Tradisi ini menjadi salah satu penanda kuat identitas budaya Bali yang unik, dan memperkuat makna kehidupan spiritual bagi penduduk setempat. Tradisi ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin memahami lebih dalam tentang kearifan lokal dan budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali.

Dalam agama Hindu, ritual dan perayaan tahun baru (Caka) memiliki peran yang sangat penting, sebagaimana halnya dalam agama-agama lain di Indonesia. Donder mencatat bahwa umat Hindu terlihat sangat tekun dalam melaksanakan upacara, meskipun sekecil apapun, secara rutin dan turun-temurun dari generasi nenek moyang mereka hingga saat ini. Ini menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa hidup ini adalah sebuah yadnya, di mana melakukan persembahan dengan tulus sesuai kemampuan adalah inti dari perayaan tersebut. Ajaran para orang suci mengatakan bahwa untuk menjadi bijaksana, setiap tindakan, termasuk dalam ber-yadnya, harus dianggap sebagai persembahan kepada Tuhan (Ida Hyang Widhi) (Yupardhi, 2018).

Menyambut tahun baru (aka), umat Hindu di Bali umumnya merayakannya secara bersama-sama dan meneruskan tradisinya dengan perayaan Nyepi, yang selalu didahului oleh upacara mecaru. Nyepi berasal dari kata sepi atau hening. Hari raya Nyepi adalah hari raya suci dalam Agama Hindu yang diperingati berdasarkan kalender sasih atau bulan dan tahun masehi. Pada hari ini, umat Hindu merayakannya dengan penuh keheningan, menghentikan segala aktivitas yang bersifat duniawi serta menahan diri dari keinginan dan hawa nafsu.  

Hari Raya Nyepi memiliki fungsi penting sebagai waktu untuk melakukan penyucian diri dan alam sekitar. Pada hari tersebut, semua aktivitas di Bali berhenti sepenuhnya. Tidak ada kendaraan yang bergerak, penerangan malam hari dimatikan, dan masyarakat diminta untuk tinggal di rumah masing-masing. Tujuan   Nyepi   adalah   untuk keseimbangan bhuana   agung   dan bhuana  alit.

Pembahasan
Nyepi adalah upacara yang dilakukan saat masa peralihan, baik itu dalam kehidupan manusia (bhuana alit) maupun dalam alam semesta (bhuana agung). Hal ini karena masyarakat Bali meyakini bahwa masa peralihan adalah periode sensitif yang rentan terhadap bahaya atau kejadian tidak diinginkan, sehingga upacara inisiasi dianggap penting untuk dilakukan pada masa tersebut. Pelaksanaan rangkaian upacara Nyepi di Bali dipimpin dan diawasi oleh Kepala Desa Adat bersama stafnya, mengikuti pedoman umum yang ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Tingkat I Bali. Hari Raya Nyepi telah menjadi hari libur nasional yang dirayakan setiap tahun, pada saat pergantian tahun baru aka (Suwena, 2017).

Pada saat Hari Raya Nyepi, masyarakat diharuskan untuk tidak melakukan aktivitas sehari-hari seperti meninggalkan rumah (kecuali dalam kondisi sakit yang membutuhkan perawatan medis), menyalakan penerangan, ataupun bekerja. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk menciptakan suasana keheningan dan ketenangan, lepas dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari serta mengendalikan nafsu dan keserakahan manusia, sehingga proses penyucian diri (Bhuwana Alit) dan alam semesta (Bhuwana Agung) dapat berlangsung dengan khidmat.

Sebelum merayakan Nyepi, serangkaian upacara dan persembahan (upakara) dilaksanakan dengan maksud agar penyucian Bhuwana Alit dan Bhuwana Agung berjalan dengan lancar. Rangkaian upacara ini berbeda-beda, tergantung pada kearifan lokal (Genius Local Wisdom) dan hasil musyawarah di setiap daerah, serta kebijaksanaan yang ditetapkan bersama. Hari Raya Nyepi di Bali memiliki berbagai tahapan diantaranya Upacara Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan, Nyepi, dan juga Ngembak Geni.

Upacara Melasti atau Mekiis
Berasal dari kata Mala yaitu kotoran dan Asti yaitu membuang. Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan  amertha) bagi kesejahtraan manusia (Ni Nengah Cahya Prita Sari, 2015). Upacara melasti atau mekiis, bahkan ada juga yang menyebut upacara ini dengan nama upacara melis, biasanya dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum pelaksanaan Nyepi di pantai. Fungsi upacara melasti ini adalah melakukan penyucian peralatan upacara dan masing-masing umat yang akan melaksanakan ritual catur brata penyepian pada hari Nyepi.

Upacara Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan  
Upacara Pengerupukan memiliki beberapa sebutan lain, antara lain upacara Tawur Kesanga atau Tawur Agung. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ritual Pengerupukan ini diselenggarakan sehari sebelum perayaan Nyepi, tepatnya pada hari bulan mati (tilem) di bulan terakhir Sasih Kasanga, dengan tujuan melaksanakan upacara Bhuta Yadnya. Upacara ini diadakan pada saat pergantian tahun menurut perhitungan kalender Hindu Bali dengan sebutan upacara Tawur Agung Kasanga, yaitu upacara persembahan yang ditujukan kepada para bhuta kala (makhluk halus).Dengan demikian, pelaksanaan upacara Pengerupukan di Bali disebut sebagai upacara korban (mecaru) yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan alam semesta maupun diri manusia dari gangguan para bhuta kala. Selain itu pada hari pengerupukan ini juga di lakukan salah satu kegiatan yang menarik banyak perhatian yaitu pelaksanaan pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh ini yaitu mencerminkan sifat buruk dari manusia yang di jadikan sebuah karya, selain itu ogoh-ogoh juga mengekspresikan nilai-nilai yang sakral.

Hari Nyepi
Terlebih dahulu, perlu dikaji arti kata "nyepi" yang berasal dari kata "sepi", mengandung makna hening, sunyi, tenang. Hari Raya Nyepi dirayakan pada tanggal 1 bulan ke-10 dalam penanggalan Saka atau disebut juga "Penanggalan Apisan Sasih Kedasa".

Ketika merayakan Nyepi, umat Hindu Bali belajar mengendalikan diri dengan tidak bepergian, tidak beraktivitas/bekerja, berpuasa (tidak makan dan minum), serta tidak melakukan aktivitas yang mencemarkan badan. Pengendalian diri ini dilakukan dengan menjalankan Catur Brata Penyepian. Melalui Catur Brata ini, umat Hindu dapat berkonsentrasi dan khusyuk untuk kembali pada jati diri dengan cara meditasi, perenungan diri dalam keheningan.

Catur Brata Penyepian dilaksanakan selama 24 jam, setelah Tilem Sasih Kasanga, tepatnya pada paroh terang pertama bulan kesepuluh/panaggal sasih kadasa. Pelaksanaannya dimulai pukul 05.00 sampai 05.00 keesokan harinya, dengan melakukan hal-hal berikut:

Amati Geni: Tidak menyalakan api/lampu dan tidak mengobarkan hawa nafsu.

Amati Karya: Tidak melakukan aktivitas fisik, tidak berhubungan suami-istri, dan tekun menyucikan rohani.

Amati Lelungan: Tidak bepergian ke mana pun, tetap di rumah dan memusatkan pikiran kepada Tuhan dalam berbagai perwujudan-Nya dalam diri manusia.

Amati Lelanguan: Tidak melakukan hiburan/rekreasi atau bersenang-senang, termasuk tidak makan dan minum.

Pada Hari Raya Nyepi, suasana di Bali  menjadi sunyi-senyap, dan tentu saja menjadi gelap gulita. Tidak ada orang yang berlalu-lalang, semua tinggal di rumah menjalani Brata Penyepian sampai menjelang matahari terbit keesokan harinya, tepatnya saat Ngembak Geni (Suwena, 2017).

Ngambek Geni
Hari Ngembak Geni dirayakan pada tanggal 2 bulan ke-10 kalender Saka, menandai berakhirnya Catur Brata Penyepian. Pada hari ini, umat Hindu saling mengunjungi keluarga, kerabat, teman untuk saling memaafkan atas kesalahan yang telah terjadi.

Rangkaian upacara Hari Raya Nyepi diawali dengan upacara Melasti, Pangrupukan, Nyepi, dan Ngembak Geni yang harus dilaksanakan secara berurutan karena setiap tahapan memiliki fungsi yang berkaitan.

Upacara Pangrupukan secara mendalam berfungsi: (1) membersihkan unsur-unsur panca maha bhuta dari gangguan bhuta kala, (2) membersihkan bhuta kala dari sifat buruknya, (3) meningkatkan derajat hidup bhuta kala dan binatang korban, serta (4) melaksanakan kewajiban ajaran agama Hindu. Semakin sering ritual dilakukan, semakin banyak aturan susila yang disadari sehingga meningkatkan sentimen keagamaan.

Tujuan ideal umat Hindu adalah mencapai kesejahteraan lahir (jagadhita) dan batin (moksartham). Ini dapat diwujudkan dengan pikiran jernih dan bebas dosa, salah satunya dengan membebaskan diri dari gangguan bhuta kala. Pada Pangrupukan, bhuta kala disuguhkan korban agar tidak berkeliaran sehingga umat Hindu dapat menjalani Nyepi dengan baik.

Di Hari Nyepi, umat Hindu memuliakan Tuhan dalam berbagai perwujudan-Nya dalam diri. Setelahnya di Ngembak Geni, mereka saling memaafkan kesalahan di tahun lalu untuk menciptakan keseimbangan dan keselarasan. Secara psikologis, ini memberikan kekuatan baru untuk mengisi lembaran hidup baru dan keharmonisan masyarakat.

Di beberapa daerah Bali, ada tradisi khusus digelar pada Ngembak Geni seperti omed-omedan di Banjar Kaja dan mebuug-buugan di Desa Kedonganan sebagai ritual pembersihan diri menyambut tahun baru.

Rangkaian upacara Nyepi mendukung tercapainya kesejahteraan lahir dan batin umat Hindu di dunia serta memberikan jembatan menuju kesejahteraan di akhirat (moksartham). Pelaksanaannya dipandang sebagai gejala budaya yang dipelajari melalui analisis simbol, ritus, dan praktik religius. (Suwena, 2017).

KESIMPULAN
Hari Raya Nyepi merupakan tradisi sakral umat Hindu Bali dalam menyambut tahun baru Saka. Perayaan ini melibatkan keheningan sebagai momen penyucian diri dan alam semesta, serta upaya memulai lembaran baru dengan hidup yang lebih baik. Rangkaian upacara seperti Melasti, Pengerupukan, dan Catur Brata Penyepian mengandung makna spiritual mendalam. Nyepi juga menjadi ajang melestarikan kreativitas seni ogoh-ogoh dan mempromosikan nilai-nilai universal. 

Pemahaman yang baik tentang fungsi dan makna Nyepi memungkinkan masyarakat menghargai kekayaan budaya Bali serta mengambil pelajaran berharga bagi kehidupan sehari-hari. Tradisi ini merupakan manifestasi kearifan lokal dalam mencapai keseimbangan spiritual-material dan kesejahteraan lahir-batin, sekaligus menjadi identitas budaya yang perlu dilestarikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun