Lantas bagaimana cara perempuan mendapatkan akses untuk keadilan ini? Berdasarkan hasil penelitian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa langkah terpenting adalah dengan memulihkan layanan dasar, seperti pendidikan dan perawatan kesehatan bagi perempuan. PBB menganjurkan untuk memprioritaskan keamanan perempuan dalam inisiatif aturan hukum dan menciptakan lingkungan protektif bagi perempuan.Â
Keberhasilannya sangat bergantung pada dukungan penuh untuk perempuan yang dapat diwujudkan melalui perumusan komisi kebenaran, program reparasi dan mekanisme keadilan transisional lainnya. Juga sangat penting menyedikan program pemulihan ekonomi yang melibatkan perempuan dalam skema penciptaan lapangan kerja, program pengembangan masyarakat dan pemberikan layanan garis depan (Michelle, UN Chronicle, 24 September 2021).
Sebagai contoh PBB di Liberia memfasilitasi pendirian pondok perdamaian yang didasarkan pada sistem peradilan tradisional. Meski awalnya digunakan sebagai tempat ini digunakan untuk program menurunkan berat badan, kemudian para perempuan ini mulai membahas kasus-kasus, dan pondok ini jadi tempat yang aman bagi para perempuan desa berkumpul untuk menengahi dan menyelesaikan perselisihan masyarakat.Â
Disinilah mereka mulai mengambil keputusan tentang perdamaian dan kemanan dan mencari keadilan. Berbeda dengan Kenya, Pemerintah mulai didorong untuk membentuk asosiasi polisi wanita untuk mempromosikan peran mereka dalam penegakan hukum dan reformasi kemanan (Michelle, UN Chronicle, 24 September 2021).
Begitupun dengan Indonesia yang sudah memiliki Lembaga pemerintah seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Asia Justice and Rights (AJAR), Papuan Women Working Group (PWG), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Pengembangan Aktivitas Sosial dan Ekonomi Masyarkat Aceh (PASKA Aceh). Eksistensi lembaga-lembaga ini menunjukkan telah adanya upaya yang dilakukan oleh segenap bangsa Indonesia.
Meskipun demikian, Kehadiran Lembaga tidaklah cukup tanpa dibarengi antusiasi dan keseriusan terutama dari Pemerintah untuk merealisasikan dan mengevaluasi program-program yang telah ada.Â
Sehingga kedepannya kita tidak salah mempertahankan cara dan mampu memperbaharui mekanisme untuk pemenuhan keadilan bagi para perempuan. Begitupun, kehadiran pemerintah dan akademisi memiliki peran vital untuk menumbuhkan rasa empati dan kesiapan bagi masyarakat untuk menerima para korban konflik perempuan kembali dalam struktur sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H