Berdasarkan pengalaman pribadi, dulu aku tipe orang yang suka banget ngasih motivasi untuk temen-temenku. Aku cenderung terus terusan ngasih energi positif, biar mereka semangat.Â
Tapi, sekarang aku sadar, waktu itu rasanya bahkan gak membuat mereka menerima terlebih dahulu kondisi mereka, meski ada yang ok ok aja tapi ada juga yang negur aku.Â
Dari situ aku mulai merasa ada yang harus aku perbaiki. Awalnya berat dan aku gak tau cara mulai berbenah itu gimana ya. Tapi pelan-pelan aku ikutin gaya temen-teman yang bikin aku nyaman dan diterima setiap kali aku keluarin emosi negatif, marah, kesal bahkan sedih yang aku punya ke mereka. Jadi aku copy paste apa yang bikin nyaman dari perlakuan mereka ke aku balik ke mereka saat kondisi mereka yang lagi ga baik-baik aja.Â
Penting juga untuk terbuka terutama sama karib kita. Jadi kita bisa tahu apa aja yang selama ini kita transfer ke orang lain. Apakah itu sesuatu yang bernilai positif atau justru racun positif.Â
Ngomongin tentang toxic positivity di era digital, ranah terjadinya ga lagi di ranah private aja. Lebih luas, racun positif ini berkeliaran di media sosial.Â
Misal di Instagram, kecenderungan manusia pasti memperlihatkan sisi bahagianya dong bukan kegagalan atau kesedihan. Nah penting untuk peka sama kondisi dan konten yang mengandung racun tadi.Â
Kita enggak bisa serta merta nyalahin mereka yang nge-share hal-hal bahagia tadi saat kita engga bahagi seperti mereka. Tapi, kita bisa mengontrol diri kita untuk ga fokus pada hal-hal yang enggak bisa kontrol tadi.Â
Makanya penting untuk peka sama diri sendiri, tahu kebutuhan diri kita. Kalau memang konten yang lewat-lewat itu bikin kita gak nyaman jadi overthinking dan membandingkan diri kita dengan orang lain, mending berhenti untuk terlalu ngasih perhatian kesitu.Â
Lagi, pelan-pelan aja. Kita sadar bahwa kita lagi ga nyaman aja itu udah satu langkah perubahan.Â
Segala sesuatu yang berlebihan memang benar adanya ga akan baik untuk diri kita. Mau itu positif atau negatif, keduanya ga boleh berlebihan kadarnya.Â
Toxic Positivity gak hanya terjadi dari kita ke orang lain tapi juga dari diri kita ke diri sendiri. Saat itu terjadi di kedua kemungkinan itu, aku coba untuk membuat diri aku lebih tenang dan engga terburu-buru untuk merespon, sulit banget rasanya. Jadi diawal kembali dulu ke Pencipta kita, Yang Maha Tahu diri kita. Seteleh selesai, barulah kita nambahin semangat dari orang-orang terdekat. Motivasi lagi diri dengan cari tujuan awal dan mimpi yang mau kita selesaikan dengan waktu yang kita punya di dunia. Gitu juga untuk gak toxic ke orang lain, pastikan kondisi lawan bicara, lawan cerita. Fungsi utama dia cerita ke kita ya supaya ada yang dengar dan membuat dia yakin sama emosi nya sendiri. Selanjutnya buat alur pembicaraan dua arah biar sama-sama nyaman.Â