Foto di lokasi kejadian
Pagi tadi, Jum’at 25 September 2014 penghuni gedung Equity Tower dibuat heboh. Tali slink yang biasa dipakai untuk aktivitas mengangkut barang dan karyawan di proyek pembangunan gedung baru (nama gedungnya saya lupa) yang letaknya persis di depan gedung Equity Tower, mengalami kerusakan. Gerbong lift serta Beton pemberat lift meluncur ke bawah dari ketinggian lantai 20 lalu terpental hingga 30 meter ke arah kantor Buana Travel yang berlokasi di lantai dasar Equity Tower.
Menurut petugas security yang pada saat itu berjaga di lobby utama Equity Tower, Bapak Tedi. Kejadian berlangsung sekitar pukul 09.30, dimana saat itu suasana arus kendaraan serta hilir mudik penghuni gedung yang berlokasi di komplek perkantoran SCBD ini sedang sepi. Konon, kejadian bermula saat seorang karyawan proyek menaiki lift hendak ke lantai atas. Tidak berselang lama, terdengar suara goncangan keras menimpa bumi diiringi bunyi pecahan kaca.
Foto lift barang (rangka besi merah) pada proyek gedung yang masih tahap pengerjaan
di depan Equity Tower
Ternyata, sumber suara itu ditimbulkan oleh guncangan beton pemberat lift membentur tanah. Beton padat sepanjang dua meter dengan diameter luar sekitar 20cm itu kemudian menyeruduk kaca Office Buana travel yang berlokasi di lobby utama gedung Equity Tower. Tersiar kabar, satu karyawan yang pada saat itu tersandra di dalam lift langsung di evakuasi dalam kondisi tak sadarkan diri.
Mitos Wadal (minta nyawa) sebagai syarat lancarnya pembangunan gedung
Masih dalam suasana riuh rendah para penghuni gedung di lokasi kejadian, seorang bapak yang berdiri di samping saya berujar “Kayaknya gedung itu minta tumbal mas, penghuninya minta wadal”. Dengan mimik penuh tanya, “bisa begitu ya pak? Tanya saya sambil garuk garuk kepala gak pake gatel.
Antara percaya gak percaya, sebagian masyarakat di negeri ini, dari pejabat sampe masyarakatnya, terkadang masih punya anggapan bahwa jika seseorang diketahui meninggal dunia dalam proyek pembangunan sejenis rumah, gedung bertingkat atau jembatan, itu dikategorikan sebagai Tumbal dan untuk menangkalnya, mesti dilaksanakan ritual tolak bala.
Walau berbeda konteks, mantan mentri BUMN Dahlan Iskan belakangan sempat juga terang terangan di hadapan media melangsungkan ritual tolak bala sesaat sebelum mengendarai mobil listrik yang akan dikemudikannya. Albert pribadi mantan wakil bupati Bogor pun sempat terekspose media sedang mengubur kepala kerbau sesaat diresmikannya pembangunan salasatu gedung di kabupaten Bogor dan atas ulahnya itu, sempat menuai kritik dari sebagian masyarakat kabupaten Bogor. Entah keyakinan itu asalnya dari mana, karena saya sendiri menganggap yang namanya meninggal mah sudah menjadi takdir Tuhan.
Mengamati fenomena tumbal tadi. Ada cerita nyeleneh dari orang tua jaman baheula (jaman dulu, bahasa sunda red) dan cerita ini dirasa masuk akal. Asal mula berkembangnya mitos tumbal, konon kabarnya dahulu kala, dalam satu kejadian saat negeri ini masih mengandalkan rakit untuk menyeberang sungai, maka datanglah insinyur-insinyur Barat. Para insinyur tersebut memperkenalkan tentang strategi pembangunan jembatan agar kuat dan kokoh.
Lalu berlombalah masyarakat seluruh negeri membangun jembatan. Sayangnya karena minimnya pengalaman dan tenaga ahli, jembatan yang dibuat oleh masyarakat masih lebih sering rusak dan tak bisa bertahan lama. Lalu bertanyalah para warga kepada para meneer tersebut. “Bagaimana cara yang ampuh agar mereka bisa membangun jembatan yang kuat dan awet?” tanya waraga Indonesia.
“Dengan ini!” jawab salah seorang meneer yang juga insinyur tersebut sambil menempelkan jari telunjuknya tepat di kepalanya.
Dari dialog tersebut, maka seluruh jembatan di kampung dan hampir di seluruh negeri ini kemudian dibangun dan rata-rata kuat hingga puluhan tahun. Tentu saja menuruti anjuran insinyur Barat tadi. Membangun jembatan dengan kepala. Benar-benar kepala. Kepala manusia!!! Karena tak ada satu orang pun yang dengan ikhlas menyumbangkan kepalanya demi pembangunan jembatan, maka dengan terpaksa dicarilah wadal alias korban. Masuk akal khan??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H