Terlihat bahwa ada perbedaan cara menyikapi kekecewaan antara Layla dan Qays. Secara jelas Layla menyatakan bahwa ia ingin sama ekspresifnya dengan Qays, namun ia terhalang atau terikat kodratnya sebagai perempuan. Alhasil dalam kisahnya, ekspresi kekecewaan Layla tergambar dalam isi suratnya kepada Qays berikut ini:
"Pesan ini ibarat brokat yang dikirim oleh seorang wanita yang tercekik kesedihan seorang lelaki yang sedang berduka. Surat ini dariku, seorang tahanan, ditujukan untukmu, yang ingin melepas rantai yang membelenggumu ... Aku tahu kau setia menjaga persahabatan, dan cinta memperoleh kemegahannya darimu ... Dengan segenap cintaku, aku bersamamu dan kau, katakanlah, kau berbahagia dengan siapa? Seperti kebahagiaanmu, aku terpisah darimu, tetapi meski aku jauh darimu, aku tetaplah orang terdekatmu" (Ganjavi, 2020: 154-155).
"Kekasihku, kirimi aku sehelai rambutmu, sebab itu mewakili seluruh isi dunia bagiku. Kirimi aku salah satu duri yang berada di jalan setapakmu, sebab ia akan menjadi taman mawar di hadapan mataku. Di mana kakimu menyentuh, wahai Khidirku, wahai utusan Allah untukku, di situlah padang pasir akan merekahkan bunga. Jadilah air kehidupan abadiku! Akulah rembulan yang melihatmu dari jauh, untuk menerima sinarmu, wahai matahariku. Maafkanlah kakiku karena begitu lemah sehingga tak pernah bisa mencapaimu ... Tubuh kita terpisah, tetapi jiwaku tak pernah sedetik pun terlepas dari jiwamu. ... Hanya ada satu jalan keluar dari keputusasaan ini bagi kita berdua: kesabaran" (Ganjavi, 2020: 156-157).
Berdasarkan surat tersebut, Layla memberikan pesan bahwa patah hati juga dapat direspon dengan bersabar dan menerima kenyataan. Hal ini sangat dimungkinkan karena manusia tidak selalu dapat mengendalikan aspek-aspek kehidupannya---termasukan urusan cinta.
Seseorang bisa saja merencanakan dengan seksama siapa yang akan ia cintai, siapa yang akan ia jaga perasaannya, ataupun siapa yang akan ia temani seumur hidupnya. Namun pada kenyataannya, hasil atas rencana-rencana tersebut tidak berada dalam kendali manusia. Kesabaran dan penerimaan adalah langkah yang tepat agar seseorang tidak berlarut-larut dalam kekecewaan.
Secara tidak langsung, Layla sepertinya memiliki sikap yang bertolak belakang dengan Qays, di mana ia merasa bahwa kekecewaan dan kesedihan tidak selayaknya dipertontonkan kepada banyak orang.
Menurutnya, "Seorang yang bijak tidaklah membiarkan orang lain mengetahui rahasia jiwanya. Apakah musuh akan tertawa melihat air mata kita? Tidak! Seorang yang bijak menyembunyikan kesedihannya. Kalau tidak, orang yang jahat dan pendengki akan menjadi gemuk di atas penderitaan kita" (Ganjavi, 2020: 157).
Bersabar dan menerima kenyataan bukanlah bentuk kelemahan ataupun kepasrahan, melainkan bentuk tindakan logis yang ditempuh demi menghindari kekecewaan yang berujung pada kebencian.
Seutas Catatan
Patah hati merupakan sebuah situasi yang tidak pernah diharapkan oleh seorang pecinta. Ia bagaikan bencana yang dapat meluluhlantahkan segala hal dalam diri manusia. Namun, layaknya dua sisi mata uang, sepertinya cinta diciptakan bersamaan dengan rasa sakit. Artinya, cinta tanpa patah hati adalah sebuah utopia belaka.
Layla Majnun memberikan pesan bahwa patah hati tidak untuk dihilangkan, melainkan disikapi. Qays memilih sikap untuk mengekspresikan kekecewaan, sedangkan Layla memilih sikap untuk bersabar menerima kekecewaan. Keduanya terlihat bertolak belakang, namun apabila dipahami lebih mendalam, keduanya sama-sama berusaha menghindari tumbuhnya bibit-bibit kebencian di kemudian hari.