Patah hati merupakan pengalaman yang dirasakan banyak manusia yang mengklaim pernah merasakan cinta, baik mencintai maupun dicintai. Bagi yang mengklaim tidak pernah merasakan cinta pun tentu pernah mendapatkan efek dari kehadirannya. Layaknya cinta itu sendiri, patah hati juga sukar untuk didefinisikan secara jelas, karena tiap manusia memiliki pengalamannya sendiri.
Selain itu, konsekuensi di balik pendefinisian adalah mengakomodir seluruh pengalaman menjadi susunan kalimat ringkas yang mudah dipahami secara sederhana. Hal ini tentunya kurang dimungkinkan, mengingat patah hati merupakan pengalaman eksistensial, yang pemahamannya diperoleh ketika seseorang merasakan pengalaman itu sendiri.
Patah hati dapat dipahami sebagai sebuah pengalaman yang penuh dengan kekecewaan atas situasi yang berkenaan dengan perasaan---khususnya cinta. Kekecewaan ini dapat bersumber dari beberapa pengalaman, seperti penolakan, pengabaian, hingga pengkhianatan. Patah hati juga dapat terjadi ketika individu terlalu berharap pada hal-hal yang pada dasarnya tidak bisa ia kendalikan---seperti perasaan orang lain.
Ekspektasi yang terlalu tinggi membuat individu tidak mengantisipasi potensi hal-hal buruk yang dapat terjadi. Ia terlalu sibuk dan asyik dengan perasaannya, harapannya, dan mimpinya, sehingga lupa bahwa tidak semua hal berada dalam kendali manusia. Bukan berarti berharap atau bermimpi merupakan hal buruk, namun perlu disadari bahwa manusia penuh dengan keterbatasan.
Guna menyikapinya, seseorang tentunya memiliki variasi strategi tersendiri. Mencari penakhlukan atau pelampiasan baru menjadi jenis strategi yang ditempuh oleh seseorang yang mengalami penolakan. Beralih pada pilihan yang mudah diakses menjadi jenis strategi yang ditempuh oleh seseorang yang mengalami pengabaian. Menurunkan intensitas harapan menjadi strategi yang ditempuh oleh seseorang yang termakan oleh harapannya sendiri.
Salah satu kisah yang menarik untuk ditinjau terkait patah hati tentu saja Layla Majnun. Kisah fenomenal karya pujangga sekaligus sufi asal Azerbaijan, Nizami Ganjavi, memiliki tempat tersendiri di hati para pembacanya.
'Patah hati' merupakan salah satu tema yang secara implisit diceritakan, khususnya ketika Layla dan Qays benar-benar terpisah secara fisik. Kegilaan Qays dan kesedihan Layla mewarnai hampir seluruh jalan cerita dari Layla Majnun. Oleh karena itu, menarik untuk mengimajinasikan kira-kira pesan apa yang akan disampaikan oleh Layla dan Qays kepada para pengidap patah hati.
Ekspresikanlah
Salah satu sesi dari patah hatinya Qays adalah ketika ia terpisah---atau lebih tepatnya dipisahkan---dari Layla. Disitulah Qays berubah menjadi 'majnun' (gila), di mana ia berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain sambil melantunkan syair-syair kerinduannya akan Layla.
Bahkan ketika ia dibujuk oleh seorang khalifah untuk memilih perempuan-perempuan yang cantik dan menarik, ia menolak dan justru menundukkan kepalanya. Ketika sang khalifah memintanya untuk mengangkat kepala, Majnun menolak dan berkata, "Cintaku pada Layla adalah sebuah pedang yang terhunus. Jika kuangkat kepalaku, pedang itu akan menebasnya" (Rumi, 2014: 128).