Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maknawi Jawa tentang Dunia

2 Maret 2023   20:53 Diperbarui: 2 Maret 2023   21:09 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, dunia sebagai yang sakral. Konsep ini selaras dengan yang ditawarkan Seyyed Hossein Nasr dengan ecosophy-nya, yang sebenarnya telah jauh lebih dulu dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Dunia diposisikan sebagai sesuatu yang sakral atau suci. Setiap manusia tidak boleh sembarangan dalam bertindak. Ada kode-kode etik tertentu yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika berhubungan dengan dunia.

Kedua, dunia sebagai keluarga. Istilah ini memiliki tujuan menghindari adanya eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya yang terkandung di dalamnya. Dunia, dengan segala keindahannya, menyimpan rahasia kebaikan berlimpah yang patut diambil hikmah dan sekaligus memberikan kepadanya sebuah penghargaan.

Ketiga, dunia sebagai tanggung jawab. Ini adalah wujud dari kesadaran bahwa manusia adalah khalifatullah fil ardh. Bentuk dari tanggung jawab ini meliputi 'momong' atau mengasuh atau menjaga; 'momor' atau mendekat atau membaur; dan 'momot' atau menerima serta menanggung apapun kondisinya, baik itu menguntungkan maupun merugikan.

Implikasi diterapkannya konsepsi hidup seperti ini akan mengarahkan pada terciptanya harmoni, keselarasan, dan kesejahteraan antara manusia dengan dunia seisinya. Selain itu juga menegaskan karakter sejatining manungsa atau insan kamil yang ada pada diri setiap manusia.

Mungkin pada tataran tertentu, melalui memayu hayuning buwana ini, manusia dapat mensyukuri apa yang ada di sekitarnya dengan cara menjaga dan merawat. Bisa jadi juga, laku ini dapat mengantarkan manusia pada manunggaling kawula Gusti dengan makna sederhana bahwa, manusia sebagai hamba tidak lantas bisa berlaku semena-mena pada dunia dan seisinya.

Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun