Namun, hal tersebut tidaklah mudah. Saat perempuan dapat mencari uang sendiri dan mampu mengekspresikan dirinya, ia akan berhadapan dengan lingkungan yang bertentangan dengan apa yang diyakininya. Segala geraknya diawasi. Segala cara berpakaiannya diatur sedemikian rupa.
Bahkan, cara berpikirnya pun mesti menyesuaikan dengan sistem sosial patriarki, yang tentu saja cenderung melanggengkan dominasi laki-laki dan mengharuskan perempuan diam di rumah saja, mengurus rumah tangga.
Dalam sistem sosial seperti itu, seorang perempuan yang tidak bisa memasak, tidak bisa mengurus anak dan keluarga, ia dianggap sebagai bukan perempuan ideal. Sebab hal inilah, lalu banyak terjadi pada perempuan yang disebut dengan The forfeited self (mengorbankan dirinya sendiri).
Setelah menikah, perempuan mengorbankan seluruh hidupnya untuk anak dan suami. Tidak jarang, menurut Betty, perempuan akan mengorbankan kariernya, bahkan kecerdasan di berbagai bidang untuk mengurus anak, melahirkan, dan mengurus rumah tangga
Padahal, jika perempuan juga bekerja dan melakukan berbagai kegiatan yang sesuai dengan passion-nya, hal tersebut bukan semata-mata uang. Perempuan melakukan hal tersebut untuk eksistensinya dan butuh ruang-ruang bebas guna mengeksplorasi seluruh kemampuan yang dimilikinya. Barangkali banyak yang tidak setuju dengan pemikiran Betty dalam konteks ini.
Akan tetapi, paling tidak kita memahami bahwa persoalan perempuan dalam budaya patriarki, tidak hanya berasal dari pandangan laki-laki, melainkan dari sistem sosial yang sudah mengakar kuat. Dari situ mungkin hanya ada satu hal yang membuat perempuan untuk menjadi benar-benar seorang perempuan, yakni kebebasan berekspresi sesuai dengan kehendaknya.
 "Tentu saja, ada banyak perempuan yang bahagia menjadi ibu, dan keahliannya sepenuhnya hanyalah menjadi ibu rumah tangga. Namun kebahagiaan itu tidak sama dengan kepenuhan hidup (perempuan yang diberi ruang bebas), karena manusia bukanlah makhluk statis," kata Betty Friedan. Setiap perempuan bebas untuk memilih kehendaknya sendiri.
Memilih bekerja sambil berumah tangga, tidak apa-apa. Memilih menjadi rumah tangga saja tidak apa-apa, atau fokus menjadi perempuan karier juga tidak masalah. Jangan sampai relasi dengan keluarga, khususnya suami dan anak justru memenjarakan perempuan sebagai manusia yang seharusnya dinamis malah statis.
Bekerja bukan hanya perihal uang sebagai tujuan, tetapi sebagai jalan untuk mengekspresikan kemampuan yang ada dalam diri perempuan. Hal tersebut merupakan bentuk syukur atas pemberian Tuhan yang telah menjadikan mereka, dia, kalian, dan kita sebagai perempuan merdeka dengan pilihan-pilihan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H